Seorang pemuda yang bekerja sebagai petarung bayaran untuk menjadi jawara bagi kliennya dan seorang gadis yang bekerja sebagai pembunuh bayaran yang keduanya sama sama tidak memiliki ingatan sebelum sma, menemukan ingatan mereka yang hilang, namun ingatan mereka adalah ingatan sebagai monster raksasa (kaiju) yang terbunuh oleh manusia setelah menolong mereka. Selain itu, mereka bisa menggunakan kemampuan kaiju di mimpi mereka dan bisa mengubah diri mereka menjadi kaiju.
Keduanya berniat mencari jati diri mereka yang sebenarnya karena tidak percaya ingatan mereka. Petunjuk mereka hanyalah alunan sebuah tembang yang pernah mereka dengar di masa lalu. Selagi mereka mencari masa lalu mereka, keanehan demi keanehan yang mengerikan muncul ke permukaan. Benarkah mereka adalah reinkarnasi dari monster raksasa atau ada hal lain di balik ingatan mereka ?
Mohon kritik dan sarannya ya, maaf kalau masih banyak kekurangan, kalau sekiranya suka mohon di beri like, terima kasih sudah membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dee Jhon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
Di dalam kereta, Raido dan Reina duduk bersebelahan, keduanya terdiam karena banyak pikiran yang keluar di benak mereka secara silih berganti. Perasaan keduanya benar benar campur aduk, tanpa sadar tangan mereka bergandengan. Reina terus melihat keluar jendela selama perjalanan setelah kereta berangkat, Raido kembali melihat foto dua anak kecil bersama pria paruh baya berwajah ramah yang dia bawa di sakunya. Reina melirik foto itu dan memalingkan lagi wajahnya melihat keluar jendela. Melihat sikap Reina, Raido memasukkan kembali fotonya ke dalam saku.
Kereta terus berjalan, di depan mereka ada sebuah terowongan yang sepertinya panjang karena terlihat terowongan itu menembus gunung. Seluruhnya mendadak menjadi gelap, “kiieeeek,” terdengar suara burung purba yang besar menggema di dalam terowongan. Raido dan Reina kaget, mereka duduk dengan tegak, tiba tiba ketika mereka melihat ke jendela, di luar ada sebuah mata yang sangat besar bewarna merah menempel pada dinding terowongan mengikuti dan melihat mereka, Raido dan Reina melompat berdiri, tapi mata itu kembali menutup dan nampak seperti dinding kembali.
“A..apa itu tadi ?” tanya Raido.
“Ti..tidak tahu,” jawab Reina.
Raido menoleh melihat sekelilingnya, dia malah melihat penumpang kereta lain melihat dirinya dan Reina sambil tersenyum juga menahan tawa. Mereka terlihat tidak menyadari apa yang terjadi barusan. Raido dan Reina buru buru duduk supaya tidak menarik perhatian, tangan mereka saling menggenggam walau berkeringat.
“Apa tidak ada yang melihat mata besar itu barusan ?” tanya Raido berbisik.
“Jangankan melihat, mendengar suara burung besar barusan saja sepertinya tidak,” jawab Reina berbisik.
“Berarti hanya kita berdua yang mendengar suara burung dan melihat mata besar di dinding ?” tanya Raido.
“Sepertinya begitu, aku jadi bingung Raido, apa kita aneh ?” tanya Reina.
“Kita akan menemukan jawabannya ketika sampai, saat ini aku tidak bisa bilang apa apa,” jawab Raido.
“Iya, kamu benar,” ujar Reina.
Kereta terus berjalan tanpa halangan, namun apa yang di alami keduanya terus membekas di pikiran mereka menambah beban pikiran mereka. Setelah keluar terowongan, mereka sudah berada di daerah pegunungan. Menurut peta, kalau sudah keluar dari terowongan, perjalanan hanya tinggal memakan waktu sekitar 1 jam jika tidak ada halangan, keduanya bersiap siap untuk turun.
*****
Sementara itu di sebuah gedung tinggi yang berada di dalam kota entah dimana, terlihat Toyoshi sedang berdiri melihat keluar jendela, tiba tiba pintu kembali di buka dengan kencang dan Eito berlari masuk ke dalam.
“Toyoshi-san, lihat ini....”
Eito menyerahkan sebuah tablet kepada Toyoshi, tablet itu menampilkan peta seluruh kepulauan dan muncul beberapa titik berkedip berwarna merah di beberapa tempat terpencil di kepulauan. Wajah Toyoshi langsung berubah, dia menoleh melihat Eito,
“Ini gawat, seperti dugaanku mereka semua merasakan reaksi semalam, cepat kumpulkan pasukan, kita harus bergerak sebelum semua terlambat,” ujar Toyoshi.
“Baik Toyoshi-san,” balas Eito.
Eito berlari keluar dari ruangan, Toyoshi melihat kembali tabletnya, di titik titik yang berkedip muncul foto foto yang sangat mengerikan, foto seekor goriila yang sangat besar sampai sebesar gunung, kura kura hitam raksasa yang berdiri dengan dua kaki, seekor burung purba raksasa bewarna merah, harimau raksasa bertubuh batu berdiri dengan dua kaki dan terakhir seekor monster berbentuk kadal raksasa yang sangat besar dan mengerikan.
“Semoga hal yang terjadi 25 tahun lalu tidak terjadi lagi,” ujar Toyoshi.
*****
Sementara itu, kereta sudah sampai di stasiun, Raido dan Reina turun dari kereta, mereka berjalan keluar dari stasiun. Di depan mereka terlihat sebuah kota yang tidak terlalu besar dan tidak banyak gedung tinggi. Dari kejauhan banyak terlihat kuil kuil yang megah dan pemandangan pegunungan yang indah, selain itu banyak juga penginapan dan resort yang memiliki pemandian air panas.
Udara di kota itu sejuk karena tidak banyak kendaraan bermotor dan kebanyakan penduduk beraktifitas menggunakan sepeda atau berjalan kaki. Suasana kota itu terlihat sangat asri dan nyaman untuk berlibur, mereka bisa melihat banyak brosur menawarkan resort dan festival untuk menghormati dewi gunung yang bernama Norihime. Tapi ketika Raido dan Reina melihat semua pemandangan itu,
“Kota ini tidak asing,” ujar Raido.
“Iya, aku merasa pernah ke kota ini, bahkan...aku merasa pernah tinggal di sini,” tambah Reina.
“Kita harus naik bis untuk sampai ke desa, ayo Reina, kita ke terminal bis,” ujar Raido.
“Iya....entah kenapa, jantungku berdegup kencang,” balas Reina.
“Sama, aku juga,” balas Raido.
Keduanya berjalan menuju ke terminal bis yang berada di dekat stasiun, mereka beruntung karena masih ada satu bis yang belum jalan, keduanya segera naik ke dalam bis dan duduk di paling belakang. Di depan mereka duduk seorang wanita tua, ketika melihat keduanya, dia menoleh ke belakang,
“Wah kalian dari ibukota ?” tanya sang nenek.
“Iya, baasan (nenek), kami mau ke desa Kuragari,” jawab Raido.
“Eh...kalian mau ke desa Kuragari ?” tanya nenek dengan wajah kaget.
“Iya baasan, memang kenapa ya ?” tanya Reina bingung.
“Tidak apa apa, hanya aneh saja, kalian akan tahu kalau kalian sudah sampai kesana, bis ini melewatinya kok,” ujar sang nenek.
Jawaban sang nenek membuat Raido dan Reina saling menoleh satu sama lain. Bis pun berjalan menuju keluar kota dan melewati jalan menuju ke pegunungan. Sepanjang perjalanan, nenek di depan keduanya terus mengajak keduanya berbicara dan menceritakan keunikan seputar kota. Selain itu, sang nenek juga menceritakan tentang legenda yang ada di pengunungan itu. Legendanya bercerita tentang seorang putri yang di kutuk hidup selamanya dan menjaga sebuah tempat rahasia di pegunungan yang bisa membawa orang yang masuk ke dalamnya pergi ke dunia tempat tinggal suku yang hidup berdampingan bersama para raksasa.
“Alasannya dia di kutuk dewa kenapa baasan ?” tanya Reina.
“Alasannya karena dia jatuh cinta pada pria dari suku yang menghuni dunia di balik tempat rahasia itu dan melarikan diri bersamanya, putri itu juga melahirkan seorang bayi perempuan buruk rupa hasil pernikahannya dengan pria yang berasal dari dunia itu,” jawab sang nenek.
“Hmm...lalu setelah itu bagaimana nek ?” tanya Raido penasaran.
“Dia membawa anak itu kembali ke desa dan warga desa mengusir putri itu kembali ke pegunungan bersama anaknya walau dia sudah minta maaf dan menyadari kesalahannya, namun ternyata suaminya meninggal di sisi lain dan dia bersama anaknya tidak di terima di sisi lain, akhirnya dia marah menghujat para dewa dan menetang dewa, dia berkata suatu hari nanti anaknya akan membunuh para dewa. Itulah sebabnya dia di kutuk untuk hidup selamanya oleh para dewa untuk menjaga tempat rahasia itu supaya tidak ada orang yang menemukan tempat itu dan menyebrang ke sisi lain,” ujar sang nenek.
“Jadi begitu, tapi kenapa dia di usir, kan dia sudah minta maaf ?” tanya Reina.
“Menurut legenda, anak yang di bawanya itu tidak nampak seperti manusia, anak itu nampak seperti iblis yang memiliki seribu tangan dan sering mengamuk di desa, ibunya menenangkan sang anak jika mengamuk dengan menyanyikan sebuah tembang yang sekarang di namakan tembang kageha, karena menurut legenda, tembang itu dipelajari oleh sang putri dari suku yang tinggal di sisi lain untuk menenangkan para raksasa yang berkelahi atau memanggilnya. Sekarang hampir seluruh orang di kota bisa menyanyikan tembang itu karena tembang itu sangat berguna untuk menidurkan anak anak kecil dan bayi yang baru lahir, bahkan kadang para ibu menyanyikannya ketika anak mereka masih berada di dalam kandungan,” jawab sang nenek.
“Te..tembang ? seperti apa tembangnya baasan ?” tanya Raido.
Sang nenek mengalunkan sebuah tembang yang sangat merdu sekaligus mengerikan. Raut wajah Raido dan Reina mendadak berubah ketika mendengar sang nenek bersenandung mengalunkan tembangnya, mereka menelan salivanya dan saling menggenggam tangan mereka dengan sangat erat, alasannya karena mereka mengenal tembang itu dan tembang itu juga yang mereka dengar di basement rumah kosong ketika mereka melarikan diri bersama sama.