Dia adalah pria yang sangat tampan, namun hidupnya tak bahagia meski memiliki istri berparas cantik karena sejatinya dia adalah pria miskin yang dianggap menumpang hidup pada keluarga sang istri.
Edwin berjuang keras dan membuktikan bila dirinya bisa menjadi orang kaya hingga diusia pernikahan ke-8 tahun dia berhasil menjadi pengusaha kaya, tapi sayangnya semua itu tak merubah apapun yang terjadi.
Edwin bertemu dengan seorang gadis yang ingin menjual kesuciannya demi membiayai pengobatan sang ibu. Karena kasihan Edwin pun menolongnya.
"Bagaimana saya membalas kebaikan anda, Pak?" Andini.
"Jadilah simpananku." Edwin.
Akankah menjadikan Andini simpanan mampu membuat Edwin berpaling dari sang istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Haryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 10 Akan Sering Mengunjungimu
Andini meneguk salivanya. Edwin meminta dirinya duduk dipangkuan pria itu membuatnya langsung gugup dengan jantung berdegup lebih cepat.
"Kemari," pinta Edwin merentangkan tangannya agar Andini mau mendekat padanya.
"Tapi, Pak_"
"Tidak apa-apa saya tidak akan melewati batas," kata Edwin meyakinkan Andini.
Pada akhirnya Andini menganggukkan kepala. Dia melangkah pelan-pelan menghampiri Edwin yang menatapnya penuh arti.
Tiba dihadapan Edwin Andini semakin gugup dia tak berani naik kepangkuan pria itu namun tanpa di duga Edwin menariknya membuatnya langsung terduduk dipangkuan pria itu.
Edwin melingkarkan tangannya dipinggang Andin lalu menarik dagu gadis itu agar menatap padanya.
"Kamu gugup?"
"I-iya, Pak, saya gugup."
Edwin tersenyum.
"Tak apa, kamu nanti akan terbiasa."
"Iya, Pak."
"Jam berapa kamu pulang bekerja?"
"Jam 17.00, Pak."
"Kamu pulang dengan saya ya, ada yang ingin saya tunjukkan padamu."
"Tapi, Pak, saya takut ada yang melihat kita."
"Kita bertemu dihalte kalau begitu."
"Iya, Pak, itu lebih baik."
Edwin mengangguk, menatap lekat wajah Andini, menilisiknya lalu tersenyum.
"Saya tak menyangka pada akhirnya saya pun menghianati istri saya," kata Edwin.
"Apa anda menyesal?" tanya Andini.
"Tidak. Mungkin ini lebih baik karena saya tidak mendapat perhatian darinya."
"Tapi bagaimana kalau saya jatuh cinta pada anda, Pak?"
"Itu tidak mungkin."
"Kenapa tidak mungkin?" tanya Andini menatap balik Edwin yang tengah menatapnya juga.
"Karena saya terlalu tua untukmu."
"Cinta tidak memandang usia dan tidak memandang dia siapa. Contohnya saja anda yang mencintai istri anda walaupun dia tidak memprioritaskan anda sebagai suami tapi anda tetap mencintainya."
"Ya, kamu benar, Andini. Rupanya kamu selain gadis yang tangguh kamu juga gadis yang cerdas," kata Edwin.
Andini tersenyum mendapat pujian dari Edwin. Ternyata menjadi simpanan pria beristri tak seburuk yang dia bayangkan bahkan membuatnya jadi tertantang dengan hubungan ini.
Edwin merogoh saku celananya, mengambil dompet dari dalam sana, lalu mengeluarkan salah satu kartu ATM di sana. Meski kartu itu bukan Black card tapi saldo didalamnya cukup untuk membiayai Andini.
"Gunakan ini untuk kamu berbelanja." Edwin memberikan kartu atm yang tadi ia ambil pada Andini.
Dengan ragu-ragu Andini pun menerima kartu itu membuat Edwin tersenyum senang. Ah, entahlah setiap kali bersama dengan Andini Edwin merasa senang. Apapun yang dilakukan bersama dengan Andini selalu mampu membuatnya tersenyum.
"Besok kamu datangi kampus kamu dan urus administrasinya agar bisa kuliah lagi."
"Iya, Pak, terima kasih banyak."
"Saya juga berterimakasih padamu, Andini, berkat kamu saya merasa berguna untuk orang lain."
...****************...
Ditempat berbeda, Mona baru saja selesai meeting bersama ayahnya membicarakan perkembangan perusahaannya dalam beberapa waktu terakhir.
"Pa, nanti aku tidak pulang kerumah Papa, aku mau pulang kerumah, kasihan Mas Edwin hampir dua minggu aku tinggal," kata Mona pada Pak Wisnu.
"Bukannya kamu masih ingin belajar bisnis dengan Papa, kenapa tidak menginap lagi?"
"Tidak, Pa, lain kali saja aku menginap lagi dengan Mas Edwin."
"Papa tidak habis fikir kenapa kamu masih saja bertahan dengan pria itu, padahal ada pria yang ingin Papa jodohkan dengan kamu."
"Pa, aku mencintai Mas Edwin."
"Tapi dia terus melarang kamu ini dan itu, Mona. Kamu tidak akan berkembang bila masih bertahan dengannya," kata Pak Wisnu tak suka.
"Tidak kok, Pa, Mas Edwin selalu mengerti aku, dia pria yang sangat pengertian."
"Ya, terserahmu. Puji saja terus suami mu yang tak berguna itu."
Mona tersenyum, meski ada perasaan tak enak karena ayahnya tak menyukai suaminya tapi Mona sangat menyayangi ayahnya. Bagaimanapun ayahnya sangat menyayanginya dan tentunya pria itu pasti ingin yang terbaik untuknya.
Mona menatap kepergian Pak Wisnu yang keluar lebih dulu dari ruang meeting. Ingatannya berputar pada saat tadi malam Edwin menjemputnya, dimana pria itu di hina dan direndahkan oleh orang tuanya.
"Harusnya kamu memiliki pola pikir sama seperti aku, Mas, berkarir agar bisa terus mengembangkan diri. Aku yakin papa, mamaku akan menyukai kamu," ucap Mona.
Dia lalu menghubungi Edwin via ponselnya namun pria itu tak menjawab. Mona akhirnya hanya mengirimi pesan.
"Mas aku nanti pulang kerumah."
Pesan terkirim dan langsung centang dua, namun tak kunjung Edwin buka.
"Mungkin dia sibuk," kata Mona. Dia kemudian membereskan beberapa file dihadapannya lalu kembali keruangannya.
...****************...
Tepat pukul 17.00 Edwin menelpon Andini meminta gadis itu untuk pulang lebih dulu dan menunggunya dihalte.
Edwin baru tahu bila tadi Mona menelponnya dan mengiriminya pesan. Edwin hanya membalas "Iya," pada pesan yang dikirimkan Mona.
Melirik jam ditangannya sudah lima belas menit yang lalu dia meminta Andini pulang lebih dulu. Edwin pun keluar dari ruangannya dia akan mendatangi Andini dihalte dan pergi kesuatu tempat bersama gadis itu.
Melihat Edwin yang sudah sampai di halte Andini langsung bangkit dari duduknya kemudian masuk kedalam mobil pria itu.
"Kita mau kemana, Pak?" tanya Andini setelah Edwin melajukan mobilnya.
"Kamu akan lihat nanti," jawab Edwin sembari tersenyum.
Sungguh senyuman Edwin itu selalu membuat jantung Andini berdegup lebih cepat. Dia terpesona pada sugar daddy-nya.
Rasanya tak masuk akal dia menyukai seorang pria secepat ini tapi pesona Edwin begitu kuat tentu saja membuatnya tak berdaya menahan perasaannya.
Tak lama mobil yang dikemudikan Edwin tiba dibangunan apartement elit. Baru masuk ke lobi saja Andini dibuat takjub dengan interior lobi tersebut.
"Kenapa kita kesini, Pak?" tanya Andini.
Edwin menoleh pada Andini lalu tersenyum lagi.
"Tunggu sebentar lagi kamu nanti akan tahu."
Meski tak mengerti, tapi Andini mengikuti Edwin memasuki lift dan Edwin menekan angka 10 disana.
Ting.
Tiba di lantai 10 Andini kembali mengikuti Edwin yang berjalan menyusuri lorong unit apartement. Langkah kaki Andini terhenti saat Edwin berhenti didepan salah satu pintu unit apartement.
"Kamu ketik passwordnya nama kamu," titah Edwin pada Andini.
"Maksudnya gimana, Pak? Kenapa password apartemen ini pakai nama saya?" tanya Andini tak mengerti.
"Ini apartement untuk kamu."
"Apa! Anda tidak lagi bercanda kan, Pak?"
"Tentu saja tidak. Sudah, kamu tekan saja dulu passwordnya kita bicara didalam."
Andini menatap Edwin lalu mengangguk. Tangannya menekan password pintu apartement dan Edwin yang membukakan pintu untuknya.
"Selamat datang dirumah barumu," kata Edwin.
Andini melangkah masuk, dia kembali menatap Edwin. Matanya berkaca-kaca sungguh ia tak menyangka Edwin membelikan apartement untuknya. Edwin mengangguk membuat Andini seketika meneteskan air mata.
"Pak, anda baik sekali," lirih Andini.
Edwin mendekat pada Andini lalu menangkup kedua sisi wajah gadis itu. Jempolnya bergerak mengusap air mata Andini lalu menarik gadis itu kepelukannya.
"Entah kenapa saya merasa memiliki keinginan untuk membahagiakanmu," kata Edwin.
Andini tersenyum dia membiarkan Edwin memeluknya setelah cukup lama barulah Edwin mengurai pelukannya.
"Bagaimana, kamu suka tidak dengan apartementnya?" tanya Edwin.
"Suka, Pak, tapi apa ini tidak berlebihan?" tanya Andini.
"Tentu saja tidak."
"Tapi saya semakin tidak enak pada anda, Pak."
"Tidak usah merasa begitu, saya hanya ingin kamu memiliki tempat tinggal yang nyaman karena saya juga akan sering mendatangi kamu."