Dia memilihnya karena dia "aman". Dia menerima karena dia butuh uang. Mereka berdua tak siap untuk yang terjadi selanjutnya. * Warisan miliaran dollar berada di ujung sebuah cincin kawin. Tommaso Eduardo, CEO muda paling sukses dan disegani, tak punya waktu untuk cinta. Dengan langkah gila, dia menunjuk Selene Agueda, sang jenius berpenampilan culun di divisi bawah, sebagai calon istri kontraknya. Aturannya sederhana, menikah, dapatkan warisan, bercerai, dan selesai. Selene, yang terdesak kebutuhan, menyetujui dengan berat hati. Namun kehidupan di mansion mewah tak berjalan sesuai skrip. Di balik rahasia dan kepura-puraan, hasrat yang tak terduga menyala. Saat perasaan sesungguhnya tak bisa lagi dibendung, mereka harus memilih, berpegang pada kontrak yang aman, atau mempertaruhkan segalanya untuk sesuatu yang mungkin sebenarnya ada?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TOMMASO EDUARDO
Tommaso Eduardo berdiri membelakangi pintu, tangannya mengepal di dalam celana hitam jahitan dari desainer mahal dan terkenal.
Mata tajamnya menatap kota New York yang seolah dia kuasai itu. Tapi malam ini, sebuah pengecualian. Di tengah meja kerja hitam seluas meja biliar, terdapat selembar surat medis terbuka.
‘Kondisi jantung memburuk. Estimasi waktu bertahan 12-18 bulan dengan perawatan optimal.’
Dokumen itu dikirim langsung oleh dr. Lim, dokter pribadi keluarga yang menjelaskan tentang kondisi sang kakek.
Tak lama, suara Finn, asisten pribadinya, terdengar datar tapi tegang. "Tuan … Tuan Lorenzo sudah tiba. Dia bersikeras naik."
Tom tak menjawab. Hanya menghela napas pendek, satu-satunya tanda kejengkelannya.
Hubungannya dengan sang kakek memang tak terlalu dekat karena sejak kecil Tom ditempa menjadi seorang pemimpin di sebuah asrama sekolah elite dan membuatnya sangat jarang bertemu sang kakek.
Kakeknya di sini, larut malam, dengan kondisi cuaca buruk? Ini bukan kunjungan sosial pastinya.
Pintu besar ruangannya terbuka sebelum dia memberi izin. Lorenzo Eduardo, di usianya yang ke-78, memasuki ruangan dengan langkah yang masih mantap, meski tongkat kayu di tangannya mengetuk lantai dengan ritme yang mengingatkan pada bunyi detak jam.
Dia mengenakan jas klasik, wajahnya berkerut dan tatapannya masih setajam silet.
"Keluar, Finn," suara Lorenzo parau tapi penuh wibawa, tanpa menoleh.
Finn pun berbalik pergi, meninggalkan kedua Eduardo sendirian dalam ruangan yang terasa penuh tekanan.
"Kakek," sapa Tom, tetap di tempatnya dekat jendela. "Ini bukan malam yang baik untuk keluar."
"Dan sisa malam-malamku sudah tak banyak, Tom," sahut Lorenzo, mendekati meja. Matanya menyapu ruangan, berhenti pada dokumen medis yang terbuka. Sebuah senyum tipis, masam, muncul di bibirnya. "Sudah baca? Bagus. Menghemat waktuku."
Lorenzo tak duduk. Dia berdiri di seberang meja, kedua tangan bertumpu pada gagang tongkat, menatap cucunya dengan serius.
"Aku tak akan bertele-tele. Aku sakit. Aku akan mati. Dan kekayaan Eduardo, segala yang leluhurku bangun dari nol, butuh penerus yang tak hanya cerdas, tapi juga memiliki akar."
Tom berbalik pelan. Wajahnya, dengan struktur tulang yang sempurna dan dingin, tak berkerut. "Aku penerusmu. Akar itu ada dalam DNA, Kakek. Dalam keputusan bisnis. Bukan dalam ... adat istiadat kuno."
"Ini bukan soal adat, Tom!" bentak Lorenzo, tongkatnya mengetuk lantai sekali. Suaranya bergema. "Ini soal warisan yang lebih besar dari angka di laporan keuangan! Ini soal nama! Keluarga! Sesuatu yang akan terus hidup setelah kita tiada. Sesuatu yang kau, dengan semua kecerdasanmu yang sinis itu, sepertinya sengaja mengabaikan peringatanku."
Tom mencibir. "Keluarga? Orang tuaku meninggalkan aku di asrama mewah dan lebih memilih jet pribadi mereka. Kau sendiri jarang ada di rumah ketika ayahku tumbuh. Kekuatan Eduardo dibangun di atas ambisi dan kalkulasi, bukan di atas makan malam hari Minggu yang sentimental."
Luka lama itu tergores dan terlihat di mata Lorenzo, tapi dia tak mengalah. "Aku tahu! Aku mengejar kekayaan dan mengorbankan hal lain. Aku tak mau kau mengulanginya,” tangannya menunjuk ke luar jendela, ke kerajaan bisnis mereka.
"Jadi, apa yang kau inginkan?" tanya Tom, suaranya begitu dingin. "Aku harus segera menemukan seorang istri, menghasilkan seorang ahli waris, agar perusahaan ini punya nyawa dan penerus? Itu naif. Pernikahan adalah kontrak sosial yang rapuh. Lebih rapuh dari kontrak merger manapun."
"Bukan sembarang pernikahan, Tom," desis Lorenzo, maju selangkah. "Aku ingin kau menemukan seseorang. Seseorang yang bisa melihat sesuatu di balik CEO yang dingin ini. Seseorang yang bisa membuatmu ... merasa."
"Merasa apa?" Tommaso menyeringai sinis. "Lihatlah para elite yang jatuh karena skandal romantis. Lihatlah keputusan buruk yang diambil karena cinta. Aku tak akan membiarkan itu terjadi.”
Lorenzo menarik napas dalam. "Ultimatumku sederhana, Tom. Tunjukkan padaku bahwa kau bisa membangun sebuah keluarga, sebuah rumah yang sesungguhnya. Temukan seorang istri, bisa dari mana saja, dari kalangan mana saja, aku tak peduli asal-usulnya asal dia membuatmu menjadi manusia, dan jalani pernikahan sebelum aku meninggal. Lakukan itu, dan seluruh kekayaan Eduardo, saham, yayasan, aset global, semuanya akan menjadi milikmu tanpa syarat."
Tom berdiri diam, tapi darahnya berdesir cepat karena marah. Ini pemerasan. Ini tak masuk akal.
"Dan jika aku menolak?" tantangnya.
Lorenzo mengangkat bahu. "Maka hartaku akan dialihkan seluruhnya ke yayasan amal. Kau akan tetap menjalankan perusahaan ini sebagai CEO, tentu saja. Tapi kepemilikan, warisan, kekuatan sejati untuk membentuk masa depan Eduardo ... itu akan hilang. Kau akan menjadi seorang karyawan di kerajaanmu sendiri."
"Kakek ..." Tommaso mendekat, mengepalkan tangan di samping tubuhnya. "Kau tahu apa yang telah aku lakukan untuk perusahaan ini. Aku telah menggandakan kekayaannya dalam lima tahun. Aku adalah penyokong utama Eduardo Group!"
"Tidak!" bentak Lorenzo, sekali lagi tongkatnya menghentak. "Kau memang seorang pengelola yang brilian! Tapi seorang pemimpin sejati memimpin dengan hati dan visi! Visi membutuhkan sesuatu untuk diperjuangkan, seseorang untuk diwariskan. Tanpa itu, kau hanya seorang penjaga makam yang mahal."
Lorenzo berbalik, mulai berjalan meninggalkan ruangan, tubuhnya terlihat lebih renta dibandingkan ketika masuk.
"Syarat yang mudah, Tom," ucapnya tanpa menoleh. "Beri aku bukti bahwa ada jantung yang berdetak di balik dada itu. Atau lihat warisan leluhurmu menguap dan bukan takdirmu lagi."
pasti keinginanmu akan tercapai..
terima kasih kak Zarin 😘🙏
jangan biarkan Selene melakukan hal yg kurang pantas hanya karena ingin memiliki bayi ya kak Zarin 😁
tetap elegant & menjaga harga diri Selene, oke