Semua berawal saat pertama kali berkenalan dan berjabat tangan. Aku selalu berharap bahwa waktu berhenti bergerak supaya aku bisa menikmati waktuku bersamamu. Dan senja, adalah saksi bisu dari cintaku saat aku mengadu rindu kepada semesta yang tak pernah lelah mendengarkan curhatan ku tentang dirimu. Sebuah Puisi untuk Dila adalah bagian pertama dari cerita ku dalam mendapatkan hati Dila, Wanita yang biasa saja tetapi segalanya dan istimewa dalam hidup ku. terima kasih Dila jika kamu sudah membaca novelku ini, aku ingin mengucapkan sesuatu yang belum pernah aku ucapkan sebelumnya. Bahwa aku mencintaimu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deni A. Arafah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Salah paham
Satu bulan telah berlalu tepatnya hari itu adalah tanggal 18 Agustus. Dan sekarang sekolah sedang merayakan Event setiap tahunnya setiap kelas di persilahkan untuk berpartisipasi untuk meramaikan event tersebut mulai dari balap karung, makan kerupuk, makan ati dan balap lari dari kenyataan. Ehehehe. Tetapi yang menjadikan puncak acara itu adalah Fashion Show yang di tampilkan oleh setiap kelas dan setiap Fashion Show itu harus berpasangan laki-laki dan perempuan.
Sesampai di kelas, bel pun berbunyi, dan aku duduk di tempatku, begitu juga dengan Dila dan siswa-siswa lainnya. Tak lama kemudian, Bunda datang ke dalam kelas dan memberitahu bahwa hari ini tidak ada kegiatan belajar mengajar, melainkan akan ada acara peringatan 17 Agustus. Kelas kami diharapkan berpartisipasi dalam acara tersebut, terutama dalam Fashion Show.
Bunda juga menyarankan agar kami tampil berpasang-an saat Fashion Show ber-langsung. Mendengar kata “berpasangan.” semua siswa terlihat heboh dan bingung harus berpasangan dengan siapa. Aku memutuskan untuk berpasangan dengan Dila. Aku membayangkan kami ber-jalan bersama, bergandengan tangan, dan tersenyum bersama. Aku merasa seisi sekolah akan menjadi antek-antekku, dan kami berdua akan menjadi Raja dan Ratu di sekolah, yang dapat mengatur segalanya sesuai keinginan kami. Ahahaha!
Aku berjalan menuju tempat duduk Dila. “Dila, kamu berpasangan dengan siapa?”
“Deni, aku juga bingung.” Jawabnya sambil meng-gelengkan kepalanya dan melihat ke arahku.
“Baiklah, kalau begitu kamu...” Kataku yang berusaha mengajak Dila mewujudkan rencanaku tadi, namun tiba-tiba ada seorang wanita yang menarikku. Ternyata itu Wanda.
“Deni, kamu berpasangan dengan aku ya, setuju kan? Pasti setuju.” Katanya dengan antusias, tanpa memberiku kesempatan untuk membela diri bahwa aku ingin berpasangan bersama Dila.
“Eh, tapi—”
“Eh, teman-teman, aku berpasangan dengan Deni ya, kita di barisan paling depan!” Teriak Wanda, memberitahu semua teman-teman yang ada di kelas, membuatku sulit untuk menolak perkataannya.
Bintang dan Windi, yang sebelumnya sedang asyik mengobrol berdua, tiba-tiba menoleh ke arahku setelah mendengar perkataan Wanda. Tatapan kesal mereka terarah padaku, seolah-olah mereka mengira aku telah membuang Dila dan memilih untuk berpasangan dengan Wanda, yang notabene adalah cewek paling populer di kelas.
Sebenarnya, Wanda juga tak kalah cantik dengan Dila, bahkan mungkin lebih tinggi. Jika aku boleh memeringkat-kan kecantikan mereka, Dila berada di posisi pertama, sedangkan Wanda menduduki posisi kedua. Mungkin itulah yang membuat teman-temanku menyetujui keputusan Wanda dan menganggap kami berdua cocok berpasangan.
Aku melihat Dila hanya tersenyum saat melihatku bersama Wanda, dan tiba-tiba ada seorang pria yang mendekati Dila dan mengajaknya untuk menjadi pasangan-nya. Dila pun menerima ajakan tersebut.
Bintang dan Windi mendekati Dila dan pria itu, mereka terlibat dalam percakapan tanpa menoleh ke arahku. Aku merasa bersalah, karena sebenarnya aku ingin mengajak Dila untuk berpasangan denganku, tetapi aku tidak bisa menolak perkataan Wanda setelah banyak teman sekelas yang mendukungnya.
Dila, aku membencimu melihat situasi ini. Aku ingin kamu tetap bersamaku, aku ingin yang berada di sisiku saat ini adalah kamu. Gumamku dalam hati, sambil melihat Dila bergandengan tangan dengan pria tersebut. Namanya adalah Ridwan, dia duduk bersama Bintang di barisan depan.
Wanda membuyarkanku dari lamunanku dengan me-megang tanganku. “Den, kenapa kamu terus melihat ke belakang? Ayo, acara Fashion Show sudah dimulai.”
Aku tersenyum kecil kepada Wanda. “Oh, iya maaf hehehe.”
Setelah Fashion Show selesai, aku mencoba mendekati Dila yang sedang berkumpul dengan Bintang, Windi, Desi, dan Ian di kantin. Aku mencoba menyapanya, tetapi mereka semua tampak mengabaikan keberadaanku.
Aku langsung duduk di salah satu bangku yang kosong bersama mereka. “Kalian nggak ngajak-ngajak ke kantin, tumben nggak kaya biasanya?”
“Ke kelas yu.” Ajak Windi kepada mereka berempat.
“Baru juga gua dateng udah pada cabut ke kelas aja” Kataku berbicara kepada mereka, Ian, Windi, Bintang dan Desi pun berdiri untuk menuju ke kelas dan hanya Dila yang nggak berdiri mengikuti perkataan Windi.
“Eh Dila tumben kamu duluan nggak nungguin aku kalau ke kantin?” Ucapku berpindah tempat duduk untuk mendekati Dila tetapi Windi datang mengajak Dila untuk pergi ke kelas tanpa menjawab perkataanku.
Aku yang melihat Dila yang hanya tersenyum tipis kepadaku sebelum dia dan Windi pergi meninggalkanku hanya tersenyum seperti biasa kepada Dila.
Aku pun langsung menuju ibu kantin untuk memesan minuman. “Bu Teh tarik satu?”
Ibu kantin menghampiriku sambil membuatkan sebuah Teh tarik.”Eh kamu tumben nggak bareng sama neng geulis, biasanya juga suka bareng, sekarang kenapa enggak? Ada masalah bukan sama kalian berdua? Cerita aja sama ibu, ibu siap kok jadi pendengar yang baik untuk kalian berdua.”
Aku hanya tersenyuk kepada ibu kantin. “Enggak kok bu, cuma salah paham aja.”
“Cerita aja sama ibu, gini-gini juga kisah percintaan ibu pas SMA romantis tau, nggak kalah sama siapa itu teh, ah... Ibu lupa? Yang jadi ketua geng motor itu?... Oh iya si Dahlan 1990.” Sambil memberikan Teh tarik itu kepadaku.
“Dilan ibu, Dilan bukan Dahlan.” Kataku sambil meminum teh tarik yang barusan ibu kantin berikan kepadaku .
“Iya itu si Dilan, jadi kamu teh salah paham gimana sama si neng geulis?” Ucap ibu kantin kembali menggodaku untuk bercerita tentang masalahku dan Dila padanya.
Aku langsung berbisik kepada ibu kantin. “Nah gini bu, terus gitu bu.”
“Oh gitu masalahnya.”
“Pahamkan bu?”
Ibu kantin langsung memukul tubuhku. “Ya atuh nggak paham.”
“Ari kamu cerita teh gimana? Gini gitu, gini gitu.” Ucap ibu kantin sambil kembali kedapurnya lagi.
Dari sebuah speker aku mendengar bahwa hari ini tidak ada kegiatan belajar mengajar dan seluruh siswa di-pulangkan lebih cepat dari jadwal pulang, aku yang baru mendengar pemberitahuan itu langsung bergegas meng-habiskan minumanku dan pergi dari kantin untuk menuju kelas sambil berusaha meluruskan salah paham ini.
“Makasih ya bu, atas minumannya.” Kataku sambil menaruh gelas bekas minumanku di meja kantin, dan ber-usaha pergi menuju kelas
Ibu kantin tiba-tiba menarik tanganku yang ingin pergi ke kelas. “Eh mau kemana?”
“Ya atuh ke kelas bu, kemana lagi?”
“Bayar dulu minumannya.” Ucap ibu kantin sambil membukakan tangannya dan berusaha menyuruhku mem-bayar dulu minumannya.
Aku pun mengambil uang dari saku bajuku dan mem-berikannya kepada ibu kantin. “Ini nih, ambil sekalian kembaliannya ya bu.”
“Ya atuh uangnya juga pas, mana ada kembaliannya.”
Aku pun berjalan menuju kelas barang kali Dila dan yang lainnya masih berada di kelas atau masih di sekitaran kelas, setelah mencari mereka kurang lebih sepuluh menitan aku pun mendengar dari Ravhy kalau Bintang sudah pulang terlebih dahulu bersama Windi, Dila dan dua orang yang nggak Ravhy kenal.
Keesokan harinya, karena aku berniat ingin berbicara empat mata dengan Dila jadi aku pun memutuskan untuk berangkat lebih pagi dari semua siswa lain tepatnya setengah jam sebelum gerbang sekolah di buka atau sekitar jam 05:30 pagi, aku yang dari pagi menunggu Dila di dekat warung luar sekolah sampai-sampai ketiduran karena saking lamanya aku menunggu Dila, hingga ibu penjaga warung itu membangunkanku karena gerbang sekolah sudah ditutup, tak lama setelah aku bangun dari kejauhan aku melihat Dila yang sepertinya dia terlambat datang kesekolah, kemudian aku menghampiri Dila yang sedang melihat-lihat apa ada satpam karena dia mau minta izin ke satpam itu agar bisa masuk walau harus di hukum juga.
Aku berjalan menghampiri Dila yang sedang melihat-lihat di depan gerbang sekolah. “Kamu ketinggalan?”
“Kamu juga ketinggalan?”
Tiba-tiba, aku melihat seorang satpam dari kantor guru menuju pos satpam untuk bertugas. Tanpa berpikir panjang, aku menggenggam tangan Dila dan mengajaknya pergi melalui tembok belakang untuk masuk ke sekolah.
Dila, yang kaget dengan tangan yang digenggam dan di ajak pergi, terkejut sejenak. “Kita mau ke mana?”
Aku tersenyum. “Kita akan ke KUA.”
Dila menghentikan langkahnya dan melepaskan geng-gaman tangannya dari tanganku. “Jangan bercanda.”
Aku membalikkan tubuhku dan menatap mata indah Dila. “Kita akan melewati jalur biasa jika aku terlambat. Namun, untuk melalui jalur tersebut, ada dua hal yang harus kita lakukan.”
“Dua hal? Apa saja?”
“Iya, yang pertama kita harus melewati sawah untuk sampai ketembok belakang, dan yang kedua kita harus menaiki tembok untuk bisa masuk ke sekolah.
Dila bergumam. “Memangnya aman kalau kita naik tembok belakang?”
“Jujur, tidak bisa dikatakan aman sepenuhnya. Ada risiko jika kita tertangkap oleh kakak kelas atau guru, dan kita akan dihukum. Tapi jika kita masuk melalui satpam, pasti juga akan dihukum. Aku akan menghargai keputusan-mu.”
“Ya udah ayo kita lewat pintu belakang aja, walau pun peluang lolosnya lebih besar tapi resikonya sama aja”
Aku tersenyum dan kembali berjalan bersama Dila menuju pesawahan, Dila pun mengikutiku dengan perlahan untuk masuk lewat pintu belakang. aku pun mengawasi Dila yang sedang berjalan di pinggir pesawahan agar tidak jatuh kepesawahan itu yang akan membuat semua pakaiannya kotor karena lumpur pe-sawahan. Sesampai di tempok belakang aku berusaha untuk mengecek daerah tersebut apakah ada orang lain di sana yang sedang mengawasi daerah belakang sekolah.
“Dila, kamu tunggu dulu di sini, aku akan mengecek dulu takutnya di balik tembok ini ada kakak kelas atau kemungkinan terburuknya ada guru yang berada di sini.”
Dila menganggukan kepalanya. “Hati-hati.”
Aku langsung menaiki tembok itu dan melihat apakah ada kakak kelas yang berkeliling. Setelah aku kira aman aku kembali ketempat Dila dan mengatakan kalau keadaan aman.
“Dila, sekarang kamu bisa naik, cepet sebelum ada orang yang lihat.” Ucapku menyuruh Dila untuk menaiki tembok yang saat ini aku naiki.
“Aku... nggak bisa manjat.” Ucap Dila dengan nada malu-malu sambil memalingkan wajahnya.
Aku yang mendengar perkataan Dila baru ngeh kalau Dila itu cewek, dan pasti sulit untuk Dila menaiki tembok ini, aku pun langsung meloncat ketempat Dila dan membantu-nya untuk berusaha menaiki tembok itu.
Aku langsung berjongkok di hadapan Dila sambil membelakanginya. “Ya udah naik aja ke bahuku.”
“Tapi—” Tanpa mendengarkan perkataannya terlebih dahulu, aku langsung menggendong Dila di atas pundakku.
“Eh... eh... eh...” Teriak Dila kaget karena tubuhnya langsung aku gendong tanpa meminta persetujuan darinya.
Aku berusaha membantu Dila sambil menengok ke atas. “Jangan berisik Dila cepet langsung panjat dindingnya keburu ada kakak kelas datang ketempat ini.”
“Jangan liat ke atas.” Ucap Dila sambil memukul kepalaku yang ingin menengok ke atas.
“Aduh.”
Setelah aku membantunya akhirnya Dila pun berhasil memanjat tembok itu, tetapi Dila ketakutan karena takut terjatuh dari tembok yang setinggi 2,5 meter.
Aku yang naik tembok itu setalah Dila langsung meng-genggam tangan Dila untuk menenangkannya. “Hei tenang jangan panik inget perkataan ku kemarin saat di bianglala, Aku akan selalu ada buat kamu.”
“Sekarang aku akan loncat duluan, nanti setelah aku di bawah kamu juga loncat juga nanti bakal aku tangkep kamu.” Aku langsung meloncat dari tembok itu.
“Dila sekarang kamu loncat.” Ucapku yang sudah berada di bawah.
“Aku nggak bisa loncat, aku takut.” Dila yang ketakutan pun tidak mendengar ucapaanku sama sekali.
“Dila dengar.” Aku berusaha meyakinkan Dila yang masih ketakutan. “Aku akan ada di dekat kamu dan aku akan berusaha buat kamu aman dan baik-baik aja, jadi percaya sama akuon. Locat aja.”
“Aku loncat.” Dila pun meloncat dari tembok sambil menutup kedua matanya.
Aku yang berada di bawah pun berhasil menangkap Dila dengan selamat dan tanpa ada kendala apa-apa.
“Syukurlah, kalau kita baik-baik aja.” Ucap Dila yang sedang berusaha berdiri.
Setelah Dila berdiri dia tak sengaja melihat ke belakang pohon dan di sana ada tangga yang biasa aku gunakan untuk lewat tembok itu.
Dila memukul tubuhku sambil marah-marah. “Kamu yah itu ada tangga kenapa nggak pake tangga aja.”
Aku tertawa sambil memegang tubuhku yang tadi di pukul oleh Dila. “Aku mau kelihatan keren aja di depan kamu, jadi sengaja aku sembunyiin tangga itu di belakang pohon pas aku pertama kali ngelewati tembok buat ngecek area ini.”
Dila pun langsung menginjak kakiku dengan keras. “Aduh sakit.”
“Sukurin. Ayo ke kelas takut gurunya keduluan masuk.” Kata Dila sambil menggenggam tanganku dan mengajakku untuk masuk ke kelas.
Dila bergumam sambil berjalan menuju kelas dan menggenggam tanganku. “Untuk kemarin aku minta maaf bukan maksud aku buat kamu cemburu, kemarin itu karena aku nggak ada pasangannya aja jadi aku berpasangan sama si Ridwan, tapi aku sebenarnya aku sama si Ridwan nggak ada hubungan apa-apa.”
“Aku juga minta maaf, karena kemarin aku nggak ber-usaha menolak ajakan si Wanda, aku malah mengiyakannya tanpa berusaha menolak ajakannya sama sekali.” Kataku sambil berjalan bersama Dila menuju kelas sebelum sampai di kelas aku pun disapa oleh Bintang dan Windi.
“Kalian tumben kesiangan bareng? Emangnya nggak di kasih hukuman apa barusan, kok bisa langsung masuk aja?” Ucap Windi yang melihaku dan Dila terlambat bersama-sama.
Dila tersenyum kecil dan langsung berbisik kepada Windi dan Bintang. “Tadi aku diajak naik tembok belakang sama Deni, tapi jangan dikasih tau siapa-siapa yah. Ehehehe.”
“Lu yah, ngajak anak orang jadi nggak bener?” Kata bintang sambil menunjukku dan memarahiku
Dila dan Windi hanya tertawa melihat aku yang di marahi oleh Bintang
“Ya udah yah kita duluan ke kelas” Kata Dila sambil menarik tanganku dan pergi ke kelas, sesampai dikelas aku pun duduk di kursiku dan juga Dila.
Aku menyadari satu hal yang pasti dalam dirimu, saat bersamamu aku merasa seakan semua hal sepele memiliki arti, tanpa berkata-kata tanpa basa-basi cukup menatapmu saja dan kamu juga menatapku dengan senyuman karena itu adalah hal sepele yang selalu aku rindukan sampai saat ini.
....~~~....