Yunan dilahirkan dari seorang wanita miskin. Ia dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Namun, keadaan yang serba kekurangan tak mampu membuatnya bahagia. Diusianya yang sudah menginjak dewasa, Yunan merantau ke kota. Ia bekerja sebagai asisten dari gadis cantik yang bernama Casandra.
Siang malam ia selalu mendampingi wanita itu hingga kesalah pahaman terjadi. Mereka dinikahkan karena dianggap melakukan asusila. Casandra pun terpaksa menerima pernikahan itu. Meski tidak ada cinta ia tak bisa menghindar.
Yunan tinggal di rumah mertuanya karena mereka tak memiliki tempat tinggal. Ia diperlakukan layaknya seorang pelayan. Pun istrinya yang tak mencintainya juga ikut menyudutkan dan menyalahkan kehadirannya. Meski begitu, Yunan tak ambil pusing karena ia sangat mencintai Casandra.
Hingga suatu saat, seseorang datang dan mengatakan bahwa Yunan adalah putra dari keluarga ternama di belahan dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Status Layin Puspita
Seorang wanita cantik bernama Layin Puspita tengah terbaring lemah di ruang bersalin salah satu rumah sakit ternama. Beberapa menit yang lalu ia melahirkan bayi laki-laki yang sangat tampan. Sembari menunggu dibersihkan, ia pun menanyakan ponselnya untuk memberi tahu sang suami yang sedang bertugas di luar kota. Tak sabar ingin berbagi kebahagiaan yang sudah sembilan bulan di nantinya.
''Terima kasih, Sus,'' kata Layin pada suster yang baru memberikan ponsel miliknya.
Menekan kontak dengan nama my husband lalu menempelkan di telinganya. Tak lama kemudian, suara seorang pria menyapa dengan lembut. Pria itu bernama Erlan Abimanyu, yang tak lain adalah suaminya.
''Halo, Mas. Kamu ada di mana sekarang?'' tanya Layin diiringi senyum kecil.
''Aku masih di luar kota. Baru bisa pulang lusa. Memangnya kenapa?'' Sejenak, Erlan menghentikan aktivitasnya demi berbicara dengan istri keduanya.
Ya, Layin adalah istri siri Erlan. Mereka menikah satu tahun yang lalu. Meski hanya berstatus istri siri, namun Erlan bersikap adil pada wanita itu dan juga istri pertamanya. Akan tetapi, pernikahan mereka tidak direstui oleh Sastro, ayahnya Erlan. Pria itu melarang keras hubungan mereka dengan banyak alasan. Di antaranya karena Layin adalah gadis kampung dan miskin juga tak berpendidikan tinggi. Menganggap tidak sepadan dengan keluarganya yang kaya raya dan terpandang.
Pertemuannya sendiri terbilang sangat unik, waktu itu Erlan mengikuti KKN di kampung tempat tinggal Layin. Keduanya saling jatuh cinta dan mengenal lebih dalam. Namun, pertemuan itu terasa singkat, Erlan harus pulang dan menikah dengan Novita, wanita pilihan ayahnya. Seorang gadis dari kalangan yang sama. Mereka menjalani pernikahannya hampir enam tahun tanpa kehadiran seorang anak. Disaat itu Erlan kembali bertemu Layin, cinta pertamanya.
Seolah masa-masa indah itu datang lagi. Erlan memutuskan untuk menikahi Layin dengan alasan yang cukup kuat, yaitu ingin memiliki keturunan, sedangkan Novita tak bisa melarangnya. Tiga bulan pernikahan, Layin dinyatakan hamil anak pertama, tentu itu membuat Erlan bahagia, selang dua minggu Layin dinyatakan hamil, Novita pun dinyatakan hamil juga. Akhirnya, kedua wanita itu sama-sama mengandung anak dari Erlan Abimanyu.
''Aku sudah melahirkan. Anak kita laki-laki,'' ucap Layin lugas.
Erlan tersenyum sekaligus menangis bahagia. Tak disangka, cintanya berbuah manis. Meski banyak rintangan, mereka akhirnya memiliki seorang putra yang memang sudah ditunggu kehadirannya.
''Maaf ya, Sayang. Aku belum bisa pulang, di sini masih banyak pekerjaan,'' ucap Erlan sembari mengusap air matanya yang terus mengalir membanjiri pipi kokohnya.
''Gak pa-pa Mas, yang penting kamu sudah tahu. Jaga diri baik-baik ya.''
''Aku ingin melihat anak kita dan juga kamu, kita video call.'' Erlan mengalihkan ke video call. Ia tak bisa menahan rindu yang hampir satu minggu ini dipendam.
Wajah pucat Layin nampak jelas di pandangan Erlan. Pria itu terus mencium sang istri dari layar ponsel. Mengungkapkan rasa bahagia yang begitu besar dan membuncah. Berterima kasih sudah memberikan hadiah terindah.
''Suster, tolong bawa Hp ini pada anakku, ayahnya mau mengadzaninya.'' Layin memberikan ponselnya pada salah satu suster untuk dibawa pada sang putra.
Lantunan Adzan dari balik ponsel terdengar nyaring membuat Layin menitihkan air mata. Terharu dengan sang suami yang masih memperjuangkannya hingga saat ini. Bahkan, sedikitpun tak ingin pergi meninggalkannya dan berjanji akan menjaga pernikahan itu sampai nanti maut memisahkan.
''Sudah, Nyonya.'' Suster mengembalikan ponselnya pada Layin. Sepasang suami itu kembali berbicara dan saling menyatakan rindu.
''Sampai ketemu nanti, Sayang.'' Erlan melambaikan tangannya lalu memutus sambungannya. Masih banyak yang harus dikerjakan agar secepatnya selesai dan bisa pulang.
Kelahiran putra pertama Layin terdengar hingga ke telinga Sastro, mertuanya. Pria yang dijuluki dengan Raja bisnis itu tampak berapi-api saat mendapat laporan dari salah satu anak buahnya.
''Di mana mereka sekarang?'' tanya Sastro ketus.
''Masih di rumah sakit, Tuan. Apakah Anda ingin ke sana?'' ucap pengawal dengan ramah.
Aku tidak akan membiarkan kalian hidup tenang dan menikmati hartaku. Kalian harus pergi dari kehidupan putraku.
''Tidak, kalian istirahat saja.'' Sastro duduk di tepi ranjang. Mengizinkan semua pengawalnya untuk pergi. Belum waktunya menjalankan misi yang sudah disusun. Menunggu waktu yang tepat.
Keluar dari kamarnya. Menghampiri seorang wanita yang tampak mengusap perut buncitnya.
"Kapan suami kamu pulang, Novita? tanya Sastro serius.
''Katanya lusa, Ayah. Tapi aku juga belum tahu,'' jawab Novita sopan.
Kehidupan Layin dan Novita memang jauh berbeda. Jika Novita bisa tinggal di rumah besar dengan bebas, Layin justru tinggal di apartemen. Bahkan, wanita itu tak diizinkan menginjakkan kakinya di rumah sang mertua. Sadis, bukan?
''Memangnya ada apa, Ayah?" tanya Novita lagi.
''Gak ada apa-apa, cuma pengen tahu saja.'' Duduk di samping sang menantu.
Mengeluarkan ponselnya dan mengetik sesuatu, sesekali tersenyum tipis saat ada bunyi notif.
''Ayah pergi dulu.'' Meninggalkan Novita yang masih dipenuhi tanda tanya.
Dua jam setelah melahirkan, Layin dipindahkan ke ruang rawat. Ia dijaga baik oleh beberapa suster yang bertugas. Keadaannya yang sudah membaik bisa memangku dan menyusui putranya.
''Ada tamu yang ingin bertemu Nyonya," ucap suster yang baru saja masuk.
Belum sempat menjawab, seseorang tengah berdiri di ambang pintu membuat Layin terkejut. Ia tetap berada di tempat mengingat kondisinya yang belum sepenuhnya pulih.
"Ayah." Senyum mengembang di sudut bibir wanita yang beberapa jam menjadi seorang ibu.
''Tinggalkan Erlan sekarang juga. Atau kamu akan menderita selamanya.''
Layin menggeleng cepat. Sedikitpun tak ada niat akan pergi dari kehidupan Erlan. Ia sudah berjanji, apapun yang terjadi akan tetap berada di samping sang suami. Apalagi saat ini mereka dikaruniai seorang bayi, berharap itu akan menguatkan cintanya.
''Cucu Ayah sudah lahir, dia __"
Sastro mengangkat tangan menghentikan ucapan Layin. Pria itu menatap tajam ke arah sang menantu yang tampak meneteskan air mata.
''Jangan sampai aku kehabisan kesabaran. Sekarang bawa pergi anakmu, atau kamu tidak bisa melihat dia untuk selama-lamanya,'' ancam Sastro membentak.
Layin tetap menggeleng. Ia tidak akan mengingkari janjinya pada Erlan. Akan bertahan apapun yang terjadi nantinya.
''Pengawal, bawa dia!" Menunjuk ke arah Layin yang tak bergerak dari tempat duduknya.
Dua orang pria bertubuh kekar masuk dan menghampiri Layin. Mereka membawa paksa wanita itu pergi dari rumah sakit dan membuangnya entah ke mana. Sastro juga menghapus jejak dan mengatakan pada Erlan bahwa istrinya pergi dengan pria lain. Menyembunyikan fakta-fakta yang sebenarnya.
''Tolong, izinkan aku bicara dengan mas Erlan, sekali saja,'' pinta Layin memohon.
Tidak ada belas kasihan. Mereka menarik tangan sang wanita dengan kasar dan membawanya ke mobil.
pintar tp dungu
ya sdh ego saja yg kau gunakan mentang2 kaya trs bgtu bertindak yg katanya sesuai nalar, poligami itu berlaku kl manusia benar 2 adil, lhah km memilih utk emosi? bkn kata hati hrs bisa bedakan ya