Audrey ditipu Adik kembarnya. Ia dijual pada seseorang untuk pelunas hutang. Tahu ia dikhianati sang Adik, Audrey pun berhasil melarikan diri. Sayang sekali, ditengah pelariannya ia justru bertemu pria tampan yang dalam keadaan setengah mabuk.
Hansen yang dijebak perempuan licik, meminta bantuan Audrey. Ia lantas menarik paksa Audrey ke kamarnya. Hal tak terduga terjadi, Audrey tak mampu menolak dorongan tenaga pria kekar yang ada dihadapannya. Pada akhirya, Hansen dan Audrey menghabiskan malam panas bersama-sama.
Saat bangun keesoakan harinya. Audrey tak menjumpai adanya Hansen. Hanya ada secarik kertas dan kartu nama yang ditinggalkan Hansen untuk Audrey. Hansen ingin Audrey menemuinya setelah membaca pesannya. Membaca pesan Hansen, Audrey hanya memasang wajah masam. Ia meremat kertas dalam genggaman dan ingat akan wajah sang Adik yang membuatnya harus kehilangan kesucian sebelum menikah.
Apa yang akan terjadi pada Audrey? akankah ia pergi mendatangi Hansen, atau menghindarinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dea Anggie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One + One (10)
Satu minggu berlalu. Audrey yang bosan berada terus berada di rumah, memilih untuk mengunjungi sebuah pameran lukisan di sebuah galeri terkenal. Ia menyukai seni, barang antik dan peninggalan bersejarah. Seleranya memang berbeda dengan anak muda pada umumnya.
Begitu masuk ke dalam aula galeri tujuannya, ia tampak begitu terkesan. Dengan langkah perlahan Audrey berjalan menyusuri aula pameran. Ia melihat satu per satu lukisan dan mengamati dengan detail.
"Wah ... bagus sekali." gumamnya saat melihat sebuah terpampang di hadapannya.
Audrey tersenyum, ini memang kali pertama ia pergi ke pameran, tapi entah mengapa ia sangat antusias dan berdebar. Saat ingin melanjutkan berjalan, Audrey tidak sengaja bertabrakan dengan seseorang yang sedang berjalan dengan terburu-buru.
"Ahh ... maafkan saya. Saya tidak sengaja," kata Audrey merasa tidak enak.
"Tidak apa-apa. Ini juga kesalahanku," kata seseorang yang sibuk memungut kertas-kertasnya yang berserakan di lantai.
Audrey lantas membantu memungut lembaran-lembaran kertas yang berhamburan dan merapikannya.
"Maaf ... si-silakan," kata Audrey memberikan lembaran kertas yang berhasil ia kumpulkan.
"Ya, terima kasih sudah membantu." kata seseorang dihadapaan Audrey.
"Apa benar tidak apa-apa? kertasnya terihat kotor dn kusut," tanya Audrey menatap seseorang dihadapaannya.
"Jangan panik begitu. Ini hanya salinan. Aku bisa mencetaknya lagi nanti. Oh, ya ... apa kamu pendaang? hm, aku sepertinya baru melihatmu di sini." tanya seseorang tersebut menatap Audrey dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Audrey tersenyum, "Hallo, saya memang baaru datang ke sini seminggu lalu. Saya bosan di rumah dan ingin jalan-jalan. Kebetulan saya melihat iklan tentang pameran ini sat sedang makan dessert di sebuah Caffe. Karena saya suka hal-hal berbau seni, saya un datang ke sini. Maaf, apakah ada yang perlu saya perhatikan lebih di sini?" tanya Audrey usai menjelaskan kedatangannya.
Seorang wanita paruh baya yang berdiri dihadapan Audrey pun tertawa. Ia merasa Audrey lucu dan menggemaskan.
"Aku senang kamu mau datang ke Galeriku. Aku Diana Dovey. Apa kamu masih ingin melihat-lihat? mau aku temani?" tanyany menawari.
"Ha-hallo, Bu. Saya Audrey Shawn. Jika Anda tdak keberatan, boleh saja menemani saya. Saya baru melihat-lihat setengahnya." jawab Audrey sekalian memperkenlkan diri.
Diana dan Audrey pun melihat-liht pameran bersama. Audrey yang ingin tahu bertanya beberap hala tentang pameran yang sedng dipmerkan saat itu. Diana dengan sabarnya menjelaskan satu per satu dan menjawab pertanyaan Audrey.
Audrey terlihat senang bisa lebih tahu tentang pameran hari itu.Ia juga puas dengan jawaban yang diberikan Diana. Audrey mengajak Diana minum kopi sebagai rasa terima kasihnya, tapi sayangnya Diana sibuk dan mau tidak mau menolak ajakan Audrey. Sebagai gantinya, Diana lantas memberikan sebuah kartu nama dan meminta Audrey menghubunginya saat akhir pekan.
"Bagaimana? kamu ada waktu kan akhir pekan ini?" tanya Diana tersenyum menatap Audrey.
Audrey mennganggukkan kepala perlahan, "Ya, saya akan menghubungi Anda akhir pekan ini. Saya harap Anda tidak luupa dan mau saya traktir." kata Audrey.
"Tentu saya aku mau. Kalau tidak, mana bisa aku sembarangan memberikana kaertu namaku. Baiklah, karen aaku ad rapat sebentar lagi, aku rsa pertemuan kita sampai di sini saja hari ini. Meski tidak ada pameran, atau kamu tidak sibuk, datanglah. Aku melihatmu cukup tahu banyak tentang seni. Kamu bisa menjadi Kurator, kalau kamu mau." kata Diana memuji pengetahuan Audrey.
"Hahaha ... sepertinya Anda terlalu berlebihan, Bu. Saya hanya orang biasa yang memang menyukai dan tertarik dengan seni. Untuk bisa menjadi Kurator, sepertinya masih jauh dari jangkauan saya." Jawab Audrey.
Diana tersenyum lagi. Ia seperti melihat sosok putrinya yang telah tiada dari dari Audrey. Putrinya juga orang yang rendh hati, dan kurang begitu suka dipuji.
"Kalau kamu masih hidup, kamu pasti sudh sebesar ini, kan?" batin Diana.
"Apapun itu kamu tidak boleh patah semangat. Jangan juga terlalu merendah. Bakatmu tidak boleh kamu sia-siakan begitu saja. Aku pergi dulu, ya. Sampai jumpa." pamit Diana.
"Ya, sampi jumpa akhir pekan, Bu." jawab Audrey tersenyum.
Diana pun pergi meninggalkan Audrey. Ia berjalan dengan langkah terburu-buru, sepertinya sedang mengejar waktu. Audrey juga pergi dari Galeri karena sudah selesai melihat-lihat pameran.
***
Audrey datang ke butik Sherlyn. Asisten Sherlyn yang tahu siapa Audrey pun langsung mengantar Audrey masuk ke ruangan atasannya.
"Silakan, Nona. Nona Sherlyn sedang melihat bahan di gudang. Saya akan panggilkan dan memberitahu kedatangan Anda." kata Asisten.
"Tidak apa-apa, Marie. Aku tidak mau mengganggu sahabatku bekerja. Aku datang karena ingin istirahat saja. Tidak perlupedulikan aku, dan lanjut saja bekerja. Aku akan duduk dan istirahat," kata Audrey tersenyum cantik.
"Baik, Nona. Kalau begitu, saya akaan sajikan minuman. Nona silakan istirahat," kata Marie yang langsung pergi meninggalkan Audrey.
Audrey melihat-lihat isi ruangan Sherlyn. Ia melihat banyak buku dan gambar-gambar Design pakaian di sana. Ia bangga meemiliki teman berbakat seperti Sherlyn. Di usia muda, bahkan Sherlyn sudah bisa bersaing dengan para senior yang sudah lebih dulu terbang melebarkan sayap.
Tidak lama marie datang dengan membawa nampan. Ada mineral dan jus jeruk, juga kue kering dalam toples. Karena Mariie tahu Audrey tengah mengandung, Marie sengaja menyiapkan potongan buah dan puding yang biasanya disukai oleh Ibu hamil.
"Nona, silakna dimakan. Saya tidak tahu Anda suka cemilan dan buah apa. Di lemari pendingin hanya ada buah-buahan ini dan puding. Saya harap Anda menyukainya," kata Marie penuh harap.
Audrey melihat nampan di atas meja. "Wow, ini sudah lebih dari cukup, Marie. Akan aku makan semuanya. Terima kasih, karena kamu sudah mau repot menyiapkan ini untukku. Padahal kamu sedang sibuk dengan pekerjaanmu." kata Audrey.
"Ini bukan hal besar, Nona. Anda tidak perlu merasa tidak enak atau terbebani. Saya senang bisa melakukan ini untuk Anda. Saya permisi dulu, karena masih ada pekerjaan." kata Marie berpamitan dn langsung keluar dari ruang kerja Bossnya.
Audrey sejujurnya meras tidak enak hati karena Marie memperlakukannya dengan baik padahal ia bukan siapa-iapa bagi Marie.
"Meski aku merupakan sahabat baik Bossnya, tapi kan ini berlebihan. Memberiku air minum saja sudah cukup. Dia sampai repot begini," batin Audrey.
Tidak ingin mengecewakan Marie, Audrey pun minum jus jeruk dan memakan potongan buah yang sudah disiapkan.
***
Di tempat lain. Di rumah sakit. Hansen baru saja selesai menjalani serangkaian pemeriksaan. Ia ditemani oleh Dion yang terus berada di sisi Hansen.
"Dion. Apa wanita itu tiddak datang atau memberi kabar?" tanya Hansen.
"Ya? siapa? oh, itu ... wanita itu, ya." kata Dion raagu-ragu.
"Dia sepertinya ingin menyampaikan sesuatu, tapi tiba-tiba saja berpamitan pergi." kata Hansen.
Dion sendiri juga bingung. Ia sama sekali tidak kenal dengan Audrey. Saat Audrey berkata, jika Audrey adalah kenalan Hansen, sejujurnya Dion meragukan itu. Dion adalah orang yang sudah lama mengenal Hansen. Ia tidak mungkin tidak tahu, siapa saja kenalan Hansen.