Bagaimana rasanya di tinggalkan untuk selamanya di hari pernikahan. Hari yang harusnya membuat bahagia, namun itu membuat luka.
Dan gadis cantik itu pun harus menerima cacian dan makian, juga di cap sebagai gadis pembawa sial.
Lalu tiba-tiba, ada seorang laki-laki yang bersedia menikahinya agar membuang kesialan itu. Laki-laki yang tidak dia kenal sama sekali, tiba-tiba menjadi suaminya.
Siapakah Laki-laki itu? Dan bagaimanakah kehidupan rumah tangga mereka? Apakah cinta akan tumbuh di hati mereka?
Simak yuk, hanya di Novel ini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurmay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pamit
Hari mulai petang, Kiran yang baru saja sampai di apartemennya sempat mencari keberadaan suaminya tapi masih juga tidak mendapati Agra di sana.
Dengan menghela nafasnya malas, Kiran melemparkan tasnya dengan sembarang ke sofa sana. ''Apa benar mas Agra marah padaku?''
Baru saja Kiran akan mendudukkan bok*ngnya ke sofa, ada suara yang mengagetkan nya.
"Marah? marah kenapa?''
'Astaga!'
''Mas?''
Agra yang datang dari arah belakang membuat Kiran terkejut karena tidak menyangka adanya kehadiran Agra.
''Ku tanya, kenapa kamu mengira aku marah padamu?''
Tanya Agra lagi, tapi Kiran tidak buru-buru menjawabnya, kepalanya tertunduk dengan tangan yang saling meremat di belakang tubuhnya.
''Eumm, itu... karena tadi malam, anu.''
Tanpa aba-aba, Agra duduk di dekatnya dan meraih lengannya, menarik nya pelan agar ikut duduk dengan nya.
'Eh?'
''Duduklah, aku ingin bertanya.'' Suara berinton Agra membuat bulu kuduk Kiran merinding, terlebih lagi lengan nya yang di sentuh langsung olehnya.
Semula mereka diam sesaat, tapi Kiran mencoba tetap diam karena ingin mendengarkan apa yang Agra ingin katakan.
''Apa kamu keberatan kalau aku meminta hak ku? walaupun itu hanya sekedar mencium bibir mu?''
Tatapan Agra turun kebibir mungil Kiran, sebenarnya pertanyaan itu sangat ingin ia tanyakan tadi malam, tapi merasa waktunya tidak tepat, juga Kiran yang terus saja menghindar.
''Mas Agra pernah mengatakan tidak akan pernah memaksa ku kan? itu yang mas katakan waktu itu.''
Agra menarik tubuh nya dengan cepat. Satu jarak mundur dari tempatnya semula. Dan menyadarkan dirinya bahwa Kiran ternyata sedang ketakutan karena dia yang terlihat memaksa.
Agra kembali terdiam lalu berdehem mencairkan suasana dan berkata lagi setelah beberapa menit membisu.
''Apa kamu sudah menyiapkan pilihan yang akan kamu pilih?''
Degh'
Pertanyaan itu lagi, Kiran tidak menginginkan Agra membahas itu dulu. Karena dia juga belum benar-benar menentukannya.
''Kiran?'' panggil Agra pada Kiran yang masih termenung.
''Bukan apa, aku bertanya itu karena ingin tahu apa yang sebenarnya kamu inginkan. Jika memang kamu memilih lanjut, aku akan segera mengumumkan pernikahan kita pada seluruh dunia, dan memperkenalkan mu pada mereka bahwa kamu adalah istri ku.''
Kiran tercengang, apa yang Agra katakan itu benar? apa benar dia akan mengumumkan itu.
''Ma-maksud mas?''
Kiran bertanya walaupun tahu apa yang di maksud.
''Aku akan mengadakan pesta dan upacara pernikahan lagi secara resmi dan pantas.''
Kiran menatap wajah Agra yang sedang bicara, bibirnya tidak sengaja tersenyum dengan lebar tapi sepersekian detik kemudian dia segera menggelengkan kepalanya cepat.
'Stop Kiran! kamu hanya istri kontrak nya, jangan sampai ada hati.'
"Apa kamu sedang mentertawakan ku?"
"Hah? enggak mas! siapa juga yang ingin mentertawakan mu, mas!'' kilah Kiran yang tak pandai berbohong.
''Lalu bagaimana ?''
''Maaf mas, Kiran belum memikirkan itu, sebentar lagi penyerahan skripsi, Kiran benar-benar sibuk.''
''Baiklah. Aku mengerti.''
Agra bangun dari sana dan berlalu pergi tanpa permisi, Kiran tertunduk berpikir ia telah salah bicara lagi. Tapi itu memang kenyataannya.
Termenung sesaat, dan wajah sang ibu lah yang terlintas. Ya sudah satu tahun lamanya ia tidak pernah tahu kabar orang tuanya, terlebih lagi sang ayah. Mengingat kenangan manis dengan mereka membuat kiran teringat kembali pada mendiang kekasihnya.
Selagi dia termenung, sebuah suara membuat ia tersadar, suara yang berasal dari langkah kaki Agra yang muncul dari balik dinding dengan membawa koper miliknya sendiri.
''Mas, mau kemana?''
Kiran bangun dan menghampiri Agra yang berdiri dengan jarak lima meter darinya.
Agra tersenyum seraya menjawab.''Mas pamit pulang kerumah, kamu hati-hati dan jaga diri. Mas akan menyempatkan waktu untuk selalu menengok mu,'' ujar Agra dengan sebuah kosakata yang membuat Kiran bingung.
''Maksud mas apa?ini kan rumah kita.''
''Kiran, sayang. Mas laki-laki dewasa yang normal, setiap hari akan melihat mu dengan wajah cantik mu seperti ini. Aku takut membuat setan pada diriku berbuat lebih dari kemarin. Mas janji, jika kamu sudah benar-benar memikirkan pilihan mu, segeralah hubungi mas ya. Mas akan datang.''
''Tapi mas?''
''Mas tidak kemana-mana, hanya di rumah dan di perusahaan. Jika kamu mencari keberadaan Mas, carilah mas di antara dua tempat itu. Mas pamit.'' Agra melanjutkan langkahnya, di tinggalkan seperti ini dengan begitu saja entah mengapa membuat Kiran menekan dadanya keras-keras, sakit, ya itu yang kini sedang di rasakan Kiran.
Melihat langsung kepergian nya, dan melihat langsung tubuh Agra pergi dan menghilang di balik pintu. Air mata Kiran merembas. Kenapa dia merasa sesak, bahkan rasa sesak itu sama halnya di tinggalkan pergi mendiang Reza.