Nur Azizah gadis biasa yang telah dijual oleh tantenya sendiri untuk menebus rumah yang akan disita. Nur tidak menyangka, nasibnya akan tragis. Saat orang yang membeli tubuhnya berusaha menodai gadis itu, dengan susah payah Nur berusaha kabur dan lari jauh.
Dalam aksi pelariannya, Nur justru dipertemukan dengan seorang pria kaya raya. Seorang pria tajir yang katanya tidak menyukai wanita.
Begitu banyak yang mengatakan bahwa Arya menyukai pria, apa benar begitu?
Rama & Irna
Masih seputar pria-pria menyimpang yang menuju jalan lurus. Kisah Rama, si pria dingin psiko dan keras. Bagaimana kisah Irna hidup di sisi pria yang mulanya menyukai pria?
Jangan lupa baca novel Sept yang lain, sudah Tamat.
Rahim Bayaran
Istri Gelap Presdir
Dea I Love You
Menikahi Majikan
Instagram Sept_September2020
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawaran Pernikahan
Suamiku Pria Tajir #10
Oleh Sept
Rate 18+
"Masuklah!" Rama langsung membuka pintu mobil. Ia mendorong dari dalam.
Masih dengan mimik wajah tanpa dosa, pria itu menyapa Arya sambil tersenyum.
"Kamu pasti terkejut, aku sudah kembali seminggu ini. Bagaimana kabarmu?"
Arya hanya diam, ada rasa jijik saat Rama menatapnya dengan tatapan ingin. Pernah satu apartemen saat kuliah di luar negeri dulu, membuat Arya salah pergaulan.
"Aku harap ini pertemuan terakhir kita!" ujar Arya tanpa menatap pria itu. Pandangan matanya tertuju ke depan, menatap lurus jalanan dengan tatapan kosong.
"Cih! Jangan katakan omong kosong!" sentak Rama. Wajah pria itu berubah, mendadak menjadi seram dan menakutkan. Senyum yang sedari tadi menghiasi wajahnya tiba-tiba sirna begitu saja.
"Kau yang omong kosong!"
"Hahaha!" Rama tertawa lepas. Seperti seorang psikopat.
"Aku tahu, kau bahkan belum menikah. Jangan katakan kau tidak bisa melupakanku?" tambah Rama. Ia mengatakan itu dengan rasa percaya diri tinggi.
Melihat Rama yang sepertinya tidak menyerah, alhasil Arya mengeluarkan sebuah kebohongan.
"Kamu salah, minggu depan aku akan menikah."
"BOHONG!" teriak Rama yang nampak marah.
Tidak mau meladeni, Arya langsung keluar dan menyentak pintu dengan kasar.
Brakkkk
Di dalam mobil, Rama memperhatikan kepergian Arya dengan benci dan tatapan mengancam.
Di mobil yang lain, Arya mencengkram kemudinya. Ia tak kalah geramnya dengan Rama. Dengan kecepatan penuh, ia mengemudi meninggalkan tempat itu.
***
Kediaman keluarga Brotoseno.
Tap tap tap
Arya langsung berlari menuju lantai atas, ia sedang menuju kamar Nur.
"Nur ... Nur ... buka pintunya!"
"Tuan ..." ucap Nur yang ada di belakang tubuhnya.
"Dari mana kamu? Dan lagi, apa kamu lupa, jangan panggil Tuan!"
"Emm ... baik. Baik Mas."
Lidahnya terasa kaku saat memanggil pria itu dengan sebuah Mas.
"Masuklah, aku ingin bicara. Penting!"
Arya menarik tangan Nur masuk ke ruang tamu.
"Bantu aku, satu kali ini saja."
Alis Nur menungkik, bantuan apa kiranya yang ia bisa lakukan untuk tuan kaya di depanmu. Di dalam hati Nur penuh akan tanda tanya.
"Mm ... Pasti Nur lakukan Tuan ... eh Mas. Asal Nur bisa. Karena Mas Arya sudah banyak menolong Nur."
"Menikahlah denganku!"
Tanpa pendahuluan, Arya langsung mengucapkan kata-kata tak biasa tersebut. Terang saja mata Nur mau meloncat keluar. Ia pikir bantuan seperti apa, kalau disuruh membersihkan rumah, ngepel, nyapu, nyuci, Nur pasti sanggup dan sepenuh hati. Tapi, ini bukan bantuan biasa. Nur terlihat terkejut bukan main.
"Maaf, kamu pasti sangat terkejut. Tapi, aku harap kamu bisa membantuku."
"Anu ... Tuan. Tapi ..."
"Aku tidak akan menyentuhmu selama Kita menikah, aku berjanji dan kamu bisa pegang kata-kataku."
Arya mengatakan janji itu dengan tulus. Tapi, bagi Nur seperti kabar buruk. Rasanya dalam sekejap, ia disambar petir dua kali.
Nur sampai heran, bila ia dinikahi tanpa disentuh. Lalu untuk apa?
"Maaf Mas ... Nur tidak mengerti."
"Cukup katakan bersedia, aku pastikan kamu juga akan selalu aman. Tempat tinggal, dan status jelas."
Nur menelan ludah. Ia masih tidak mengerti, apa ia harus bersedia? Agar hidupnya bisa lepas dari bayang-bayang ketakutan? Di luar sana banyak yang mengancam. Tante Susi yang menjualnya, bandit si bos rentenir yang pasti juga mencarinya. Dan tetangga apartemen Arya. Pria itu pasti mencarinya karena sudah berani melapor ke polisi.
Akhirnya, setelah memikirkan resiko apa saja yang bisa menimpa dirinya. Nur pun mengangguk pelan, ada keraguan di dalamnya. Tapi karena keadaan, sepertinya Nur memang harus menerima tawaran itu.
Melihat gadis itu mengangguk, Arya menghela napas lega. Satu masalah sudah teratasi. "Kalau begitu, ayo ikut denganku. Kita ke rumah Ronald dulu."
Tanpa bertanya, Nur ikut saja ke mana Arya membawanya. Entah mengapa, ia merasa Arya pria baik-baik. Sosok yang tidak mungkin berbuat jahat padanya.
***
Kediaman Ronald
Dokter itu terkejut tiba-tiba Arya datang bersama seorang gadis ke rumahnya. Untung saja ia sedang free hari ini. Jadi tidak ada jadwal di rumah sakit.
"Apa?" Ronald langsung bangkit dari duduknya. Wajahnya nampak kesal, setelah mendengar cerita Arya memenai Rama yang terus meneror.
Akhirnya, Arya menceritakan semuanya pada Ronald. Ia bahkan meminta sahabatnya itu untuk bersandiwara, bahwa Nur adalah anak angkat di keluarga mereka. Atau apalah itu, yang penting agar tuan dan nyona Broto tidak menaruh curiga. Agar pernikahan Arya dan Nur tidak ada yang mempersulit. Arya yakin, mamanya pasti menerima Nur. Asal dia memalsukan jati diri dan identitas asli Nur.
"Untuk beberapa hari ke depan, ijinkan Nur tinggal di sini. Akan aku urus semua berkas secapatnya."
Meski awalnya ragu dengan ide gila temannya, yang mempermainkan sebuah pernikahan. Namun, akhirnya Ronald mendukung penuh. Demi kesembuhan dan hidup normal lagi, Ronald sangat mendukung Arya. Apalagi ia memang sudah tinggal sendiri. Nur tinggal di tempatnya beberapa hari pun rasanya tak apa. Anggap saja ia menerima pasien rawat inap.
Beberapa saat kemudian.
"Dokter Ronald orang baik, kamu aman di sini. Jadi jangan takut," ucap Arya sewaktu akan meninggalkan kediaman Ronald.
"Baik, Mas."
"Bagus. Tunggu di sini, beberapa hari lagi aku jemput."
Nur mengangguk.
"Ron, titip Nur."
"Jangan khawatir!" jawab Ronald sembari menepuk lengan Arya.
***
Esok harinya, orang tua Arya sudah kembali. Keduanya tengah sarapan saat Arya datang.
"Tumben ke sini. Kata bibi kemarin kamu ke sini, bawa gadis pula ... duh! Pantes Mama jodohin nggak pernah mau. Sayang banget, kok pas Mama nggak di rumah. Kenalin Mama sama Papa lah. Bawa ke sini lagi," tutur mama panjang lebar. Ia kelewat senang karena baru pertama Arya bawa perempuan ke rumah. Namun, sayang sekali pas mereka nggak ada di rumah.
"Betul kata mamamu! Mau sampai kapan kamu melajang?" sela papa sambil menyesap kopi hangatnya.
Arya menelan ludah, sebelum mengatakan apa yang ingin ia bicarakan. Ia mengatur napas terlebih dahulu.
"Ma ... Pa ... Arya mau menikah."
Klunting ...
Bunyi sendok mama jatuh ke lantai, buru-buru pelayan langsung menghampiri. Ia mengganti dengan sendok yang baru dan bersih.
Sedangkan semua orang, nampak begitu terkejut. Terutama mama dan papa.
"Kamu nggak sedang bercanda? Hanya untuk membuat kami diam dan tak menyuruh-nyuruh menikah?" tanya mama tak percaya dengan ucapan Arya.
"Bawa ke sini, Papa mau melihatnya!" potong tuan Brotoseno.
"Asal wanita baik-baik, Mama akan setuju. Iya kan, Pa?" mama menatap suaminya. Seolah jangan mempersulit rencana Arya untuk menikah. Ini kabar besar, kabar bertahun-tahun yang sangat ia nantikan.
Papa langsung menelan ludah, kemudian mengangguk pada Arya.
"Arya akan urus semuanya, dan mungkin akan kami lakukan secepatnya, Ma ... Pa."
"Secapatnya? Apa dia hamil?" tanya mama spontan. Bersambung.