(Warisan Mutiara Hitam Season 2)
Setelah mengguncang Sekte Pedang Awan dan memenggal Jian Chen, Chen Kai mendapati bahwa kemenangannya hanyalah awal dari mimpi buruk baru. Sebuah surat berdarah mengungkap kebenaran yang meruntuhkan identitasnya: ia bukan anak Klan Chen, melainkan putra dari buronan legendaris berjuluk "Sang Pengkhianat Naga".
Kini, Klan Jian dari Ibu Kota memburunya bukan demi dendam semata, melainkan demi "Darah Naga" di nadinya—kunci hidup untuk membuka segel terlarang di Utara.
Demi melindungi adiknya dan mencari jati diri, Chen Kai menanggalkan gelar Juara dan mengasingkan diri ke Perbatasan Utara yang buas. Di tanah tanpa hukum yang dikuasai Reruntuhan Kuno, Sekte Iblis, dan Binatang Purba ini, Chen Kai harus bertahan hidup sebagai pemburu bayangan. Di tengah badai salju abadi, ia harus mengungkap misteri ayahnya sebelum darahnya ditumpahkan untuk membangkitkan malapetaka kuno.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kokop Gann, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyergapan dari Kedalaman
Dingin.
Itulah sensasi pertama yang menusuk kulit Chen Kai saat dia tenggelam ke dalam danau hitam itu. Tapi dingin ini bukan sekadar suhu rendah; ini adalah dingin yang bersifat korosif, seperti ribuan jarum es kecil yang mencoba menembus pori-porinya.
"Tahan napasmu," peringatan Kaisar Yao bergema di benaknya. "Air ini mengandung racun 'Yin Beku'. Jangan biarkan setetes pun masuk ke mulut atau hidungmu."
Chen Kai mengaktifkan 'Tulang Api'-nya dengan intensitas rendah—cukup untuk menjaga darahnya tetap hangat tanpa memancarkan cahaya atau panas yang bisa dideteksi oleh musuh di permukaan.
Dia berenang di dasar danau yang berlumpur, bergerak tanpa suara seperti hantu air. Visibilitas di sini nol, tapi Chen Kai tidak membutuhkan mata. Dia menggunakan getaran di air untuk merasakan posisi ketiga targetnya di tepi danau.
Satu... Dua... Tiga detak jantung di permukaan.
Mereka dekat.
Di darat, suasana di perkemahan kecil Serikat Pembunuh Bayangan itu tegang namun sunyi.
"San belum kembali dari buang air?" tanya si pemimpin (Awal Tingkat Delapan), seorang pria dengan bekas luka bakar di lehernya. Dia sedang mengasah pisau belatinya yang melengkung.
"Mungkin dia jatuh ke lubang kotoran," kekeh pembunuh kedua (Puncak Tingkat Tujuh). Dia berdiri di tepi danau, menatap air hitam yang tenang, tidak menyadari bahwa kematian sedang menatap balik dari kedalaman.
"Air ini tenang sekali," gumam pembunuh itu, menendang kerikil ke dalam air. "Konon ada monster air di sini."
"Jangan bicara omong kosong. Monster di sini sudah mati karena racun," kata pemimpin itu tanpa mendongak.
Tepat saat kerikil itu menyentuh permukaan air...
SPLAT!
Air di depan pembunuh kedua itu meledak pelan. Bukan ledakan besar, tapi cipratan cepat.
Sebuah tangan—yang terbungkus gauntlet logam merah bersisik—melesat keluar dari air seperti rahang buaya.
Tangan itu mencengkeram pergelangan kaki pembunuh itu.
"Hah?"
Sebelum dia sempat berteriak, Chen Kai menariknya ke bawah dengan kekuatan Puncak Tingkat Sembilan.
BYUR!
Pembunuh itu menghilang ke dalam air hitam dalam sekejap mata. Hanya ada sedikit riak yang tertinggal.
"San? Si?" Pemimpin itu mendongak, merasakan ada yang salah. "Si! Di mana kau?!"
Tidak ada jawaban. Temannya lenyap begitu saja.
Pemimpin itu dan satu pembunuh yang tersisa (Puncak Tingkat Tujuh) segera melompat berdiri, senjata terhunus.
"Siaga! Ada sesuatu di air!"
Mereka mundur menjauhi tepi danau, punggung saling menempel. Mata mereka menyapu permukaan air yang kembali tenang dan menghitam.
"Apakah itu binatang buas?" bisik pembunuh ketiga dengan suara gemetar.
"Diam. Fokus," desis pemimpin itu.
Hening. Satu detik. Dua detik. Tiga detik.
Tiba-tiba, mayat pembunuh yang baru saja ditarik itu terlempar keluar dari air, mendarat tepat di dekat api unggun mereka. Lehernya sudah patah, diputar dengan sudut yang tidak wajar.
"Itu Si!" teriak pembunuh ketiga.
Saat perhatian mereka teralihkan oleh mayat itu...
DUAR!
Chen Kai meledak keluar dari air di belakang mereka.
Dia melompat tinggi ke udara, tetesan air hitam beracun berhamburan dari jubah kulit serigalanya. Di tangan kanannya, Pedang Meteor Hitam (yang baru saja dia tarik dari cincin penyimpanan saat melompat) terangkat tinggi.
"Mati!"
"Di belakang!" teriak pemimpin itu.
Dia bereaksi cepat, memutar tubuhnya dan menyilangkan dua belatinya untuk menahan serangan.
Tapi Chen Kai tidak menggunakan teknik pedang. Dia menggunakan pedang berat itu sebagai palu godam, ditambah dengan gaya gravitasi dari lompatannya.
KRAAAK!
Pedang Meteor Hitam menghantam silangan belati pemimpin itu.
Belati baja Peringkat Roh Rendah itu hancur berkeping-keping.
Pedang hitam itu terus meluncur ke bawah, menghantam bahu kiri pemimpin itu.
"ARGHHH!"
Tulang selangkanya hancur. Pemimpin itu terlempar ke tanah, berguling kesakitan.
Pembunuh ketiga, melihat pemimpinnya tumbang dalam satu serangan, panik. Dia tidak menyerang Chen Kai. Dia berbalik dan lari menuju terowongan keluar, sambil merogoh saku jubahnya untuk mengambil suar sinyal.
"Jangan harap!"
Chen Kai mendarat, lalu segera menghentakkan kakinya.
"Langkah Kilat Hantu!"
Tubuhnya hilang. Dia muncul tepat di depan pembunuh yang berlari itu.
Tangan kiri Chen Kai (Cakar Naga) mencengkeram tenggorokan pembunuh itu dan mengangkatnya ke udara.
"K-Kau..." pembunuh itu meronta, matanya melotot. Suar sinyal jatuh dari tangannya yang lemas.
KRAK.
Chen Kai meremas. Nyawa pembunuh itu berakhir.
Dia melempar mayat itu ke samping dan berbalik menatap pemimpin yang sedang berusaha merangkak menjauh sambil memegangi bahunya yang hancur.
Chen Kai berjalan mendekat, pedang besarnya menyeret di tanah, menciptakan suara gesekan yang mengerikan.
"K-Kau bukan binatang buas..." pemimpin itu terbatuk darah, menatap Chen Kai dengan ngeri. Aura Chen Kai (Puncak Tingkat Sembilan) sekarang terpancar penuh, menekan ruangan gua itu. "Kau... target itu..."
"Kalian menjaga jalan ini untuk Klan Jian?" tanya Chen Kai dingin.
"Heh... kau pikir membunuh kami akan menyelamatkanmu?" Pemimpin itu tertawa histeris. "Tetua Bayangan ada di ujung terowongan ini... dia adalah Pembangunan Fondasi... kau hanya berjalan menuju kematianmu..."
"Pembangunan Fondasi?" Chen Kai mengangkat alis.
"Ya... dia akan mengulitimu dan—"
SRET.
Chen Kai mengayunkan pedangnya, memenggal kepala pemimpin itu.
"Terlalu banyak bicara," gumam Chen Kai.
Dia menyeka darah dari pedangnya ke jubah pemimpin itu. Pertarungan selesai dalam waktu kurang dari satu menit. Efisiensi pembunuhan yang sempurna.
"Tiga nyawa," kata Kaisar Yao. "Tapi dia menyebutkan 'Tetua Bayangan' di ujung jalan. Pembangunan Fondasi."
Chen Kai menggeledah mayat pemimpin itu. Dia menemukan sebuah peta rute yang lebih detail tentang bagian dalam 'Jalan Kematian' dan sebuah token giok hitam dengan ukiran ular.
Token Akses Serikat Pembunuh.
"Ini berguna," kata Chen Kai. "Mungkin aku bisa melewati pos pemeriksaan berikutnya dengan menyamar."
"Tapi Pembangunan Fondasi..." Kaisar Yao mengingatkan. "Kau belum pernah membunuh Pembangunan Fondasi sejati. Jian Chen waktu itu baru dan arogan. Seorang pembunuh tua di Pembangunan Fondasi akan jauh lebih licik."
"Aku tahu," kata Chen Kai, menatap ke dalam kegelapan terowongan yang mengarah lebih dalam. "Itulah sebabnya aku harus menyiapkan kejutan untuknya."
Chen Kai melihat ke arah mayat-mayat itu, lalu ke arah danau beracun. Sebuah ide gila muncul di benaknya.
"Yao, apakah kau bisa membantuku meramu racun dari air danau ini dan bisa kelabang tadi?"
"Kau mau membuat 'Bom Racun Yin'?" Kaisar Yao tertawa, suara yang jarang terdengar. "Bocah, kau semakin mirip kultivator iblis setiap hari. Aku suka itu. Ayo kumpulkan bahannya."
Chen Kai mulai bekerja. Dia tidak langsung melanjutkan perjalanan. Dia akan mengubah 'Jalan Kematian' ini menjadi senjata pribadinya.
Satu jam kemudian.
Chen Kai kembali berjalan menyusuri lorong gelap, meninggalkan danau di belakangnya. Di pinggangnya, kini tergantung 5 bola hitam kecil yang terbuat dari tanah liat dan disegel dengan Qi.
Bom racun darurat.
Dia melangkah menuju konfrontasi berikutnya, menuju pintu keluar Reruntuhan Kuno, di mana sang Tetua Bayangan menunggu.