Kematian yang menyedihkan kembali membawanya hidup dalam sosok yang lain. membalaskan dendam yang belum usai kepada orang-orang yang sudah menyakitinya tanpa ampun. Penderitaan yang ditanggung begitu besar, hingga bernapas rasanya menyakitkan.
Namun, itu dulu. Kini ia kembali dengan penampilan yang baru. Kelemahan terbesarnya kini telah musnah. Semua yang dulu menganggapnya sampah akan dia singkirkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hairunnisa Ys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenapa?
"Jangan melakukan hal bodoh lagi!" peringat Zain dengan bibir bergetar.
Saira bangkit dan duduk, ia menatap Zain dengan putus asa. "Kenapa kamu nyelamatin aku, Zain."
Pria itu menatap manik Saira dengan lembut.
"Lo wanita yang istimewa. Kalau lo mati di usia muda, gue nggak akan pernah rela."
Saira menatap kejauhan dengan air mata yang mengalir tanpa ia sadari. Sudah lama ia tidak diperhatikan oleh siapa pun bahkan keluarganya seperti orang asing, dekat tapi sulit dijangkau.
"Hei, lo kenapa nangis? Kalau lo lagi sedih atau lagi patah hati, diputusin pacar lo. Gue siap jadi tong sampah. Lo jangan sungkan-sungkan cerita ke gue." Zain menghapus air mata Saira. Ia tidak suka melihat wanita itu menangis.
"Aku hanya sedang memikirkan cara agar aku bisa bahagia, makanya aku menangis."
Zain mengerutkan alis pelan. Ia semakin penasaran kehidupan macam apa yang sedang dijalani Saira sampai gadis itu menjadi hilang arah seperti ini.
Zain membawa tubuh Saira ke dalam mobilnya. Ia harus segera membawa Saira pulang sebelum ia jatuh sakit. Namun, sebelum itu ia harus membeli pakaian untuk dikenakan oleh Saira.
"Ra, gue boleh nanyak sesuatu?" tanya Zain dengan hati-hati saat keduanya sudah berada di mobil. Pria itu menjalankan mobilnya dengan pelan menuju sebuah toko pakaian.
Saira menganguk pelan. Ia mulai merasakan tubuhnya mengigil.
"Sebenarnya kehidupan lo seperti apa? Sampai lo pengen bunuh diri."
Saira melihat keluar jendela dengan mata berkaca-kaca. Ia menatap Zain dengan tatapan memohon. Pria itu menghela napas pelan, mungkin sekarang bukan waktu yang tepat untuk menanyakan hal tersebut.
"Ya udah, kita ke toko baju dulu. Nggak mungkin kan kamu balik dengan pakaian basah."
Saira menganguk tanpa bersuara. Setelah selesai menganti pakaiannya. Ia segera di antar pulang.
"Zain, turunin aku di sini aja, makasih ya udah nganterin pulang dan makasih buat hari ini."
Ia segera keluar dari mobil dan berjalan 20 meter menuju rumahnya. Ia tidak mau Raka kembali mengatainya wanita murahan karena kembali dengan pria lain.
"Lo aneh banget sih Ra, apa ada yang lagi lo sembunyiin dari gue."
Zain menatap sendu tubuh itu yang sudah hilang di balik pagar. Ia juga mengemudikan mobilnya dan pulang ke rumah.
Saira mencoba berjalan dengan sisa tenaga yang ia miliki. Tenaganya terkuras menahan gejolak emosi yang tidak bisa ia keluarkan. Tubuhnya sudah mengigil dengan kaki bergetar. Ia melihat ada sebuah mobil terparkir di sana dan itu milik Kakaknya.
Saira melangkah pelan memasuki rumahnya. Di sana sudah ada kedua orang tua dan kakaknya serta Aksa. Jika orang lain disambut dengan bahagia, maka tidak dengannya. Ia disambut oleh tatapan tajam, sinis, dan datar dari setiap pasang mata yang melihatnya.
"Dari mana saja kamu?!" tanya Andri kasar.
Saira melihat ke arah mereka dengan tatapan kosong. Ia berjalan pelan menuju lantai atas. Namun, sebuah suara menghentikan langkahnya.
"Saira! Papa nanyak kamu dari mana aja, kenapa tidak menjawab! Apa selain licik, kamu juga tidak punya etika!"
Aksa menghampiri Saira dan menatapnya dengan tajam.
"Kalau dia punya etika, nggak mungkin bakalan menjebak kamu dan menusuk saudaranya sendiri dari belakang." suara Izora menyahut dan terdengar sinis.
"Pa, anak kita tidak ada yang sekurang ajar itu."
Saira menutup matanya mendengar cercaan dan hakiman dari keluarga yang seharusnya memberinya semangat.
"Tadi pertanyaannya apa? Ah, aku dari mana? Tadi mau menenggelamkan diri ke danau tapi ada yang nolongin," ucapnya sambil tersenyum.
"Saira!" teriak ayahnya dengan keras. Aksa bahkan mencengkam erat lengannya sampai menimbulkan rasa sakit.
Saira menatap mata ayahnya dengan lembut, kemudian beralih ke mata ibunya.
"Ma, Pa, kalau aku mati apa kalian akan sedih?" ia kemudian menggelengkan kepala sambil terkekeh pelan. "Pertanyaan macam apa itu, tentu saja jawabannya tidak!" sambungnya.
Ia melepaskan cengkraman Aksa dan berlalu dari sana dengan berjuta luka. Namun, sebelum ia benar-benar menghilang, ia mengatakan sesuatu. "Tapi aku hanya akan mati jika waktunya tiba, tenang saja ya."
Sedangkan mereka yang mendengar pertanyaan Saira mendadak membeku.
kenapa jadi abu-abu 🤔
cuiiiiiihhh 🖕🖕
apa itu masuk ya Thor🤔
cuuiiiiiiihhhh 🖕🖕🖕🖕🖕