Bagaimana perasaanmu jika istri yang sangat kamu cintai malah menjodohkan mu dengan seorang wanita dengan alasan menginginkan seorang anak.
Ya inilah yang dirasakan Bima. Dena, sang istri telah menyiapkan sebuah pernikahan untuknya dengan seorang gadis yang bernama Lily, tanpa sepengetahuan dirinya.
Bima sakit hati, bagaimanapun juga dia sangat mencintai istrinya, meskipun ia tahu sang istri tidak bisa memberikannya keturunan.
Bisakah Lily berharap Bima akan mencintainya? Meskipun Bima sangat dingin padanya, tapi Lily telah berjanji satu hal pada Dena. Sanggupkah Lily menepati janjinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon trias wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9
Bima Satria Mahendra.
Hari ini akad di laksanakan. Pernikahanku yang kedua dengan sekretarisku. Kalau saja Dena bisa aku rayu tentu aku akan membatalkan semua ini. Tapi sekali lagi keinginan Dena tidak bisa aku tentang. Hahh.
Gadis bernama Lily Aruna Atmaja telah sah menjadi istri keduaku. Seperti saat pernikahan ku dengan Dena aku dengan fasih menyebutkan nama gadis itu. Tapi dalam hati aku masih tidak ingin melakukan pernikahan ini. Tidak ada wanita lain selain Dena di hatiku. Tidak akan pernah ada!
Selesai akad, aku, Dena, dan Lily menemani keluarga besar kami, keluarga ku dan Dena tepatnya, berbincang santai di ruang tamu. Tapi ada saja pembicaraan yang membuat ku merasa kesal. Wajah Lily menunduk, disini jelas dia yang di pojokan. Dena angkat bicara, semua orang terdiam. Hingga akhirnya satu persatu dari mereka pulang, Lily meminta izin masuk ke dalam kamar. Aku yakin semalam dia tidak tidur dengan nyenyak, terlihat dari matanya yang merah menahan kantuk.
Wangi masakan menyeruak di indra penciumanku. Aroma yang selama ini sudah lama tidak aku cium dan membuat perutku lapar sekarang. Dan benar saja. Dena sedang berkutat di dapur dengan segala peralatan disana.
"Aku lapar!" bisikku di telinganya. Kedua tanganku aku lingkaran di depan perut Dena yang selalu rata. Ku labuhkan daguku di pundak kirinya.
Dena hanya tertawa kecil saat ujung hidungku mencumbu leher jenjangnya.
Aku rindu istriku. Sudah lama sekali dia tidak memasak untukku. Aku rindu mencumbunya seperti ini, bahkan terkadang kami melakukan hal yang lebih!
Dena terus melakukan aktifitasnya, sesekali dia protes karena tidak bisa bebas dengan tubuhku yang terus memeluknya. Aku memperhatikan tangan Dena yang cekatan membumbui masakannya di atas wajan yang panas. Dia mengambil sebuah sendok dan dan menyendok kuah dari masakan tersebut, lalu meniupinya hingga asap dari kuah tersebut menghilang. Sedetik kemudian menyodorkannya padaku. Enak! Selalu enak! Masakan Dena memang tidak pernah ada yang menandingi, ya setelah ibuku tentunya.
Dena merenggangkan kedua tanganku dari depan perutnya, membuatku merengut tidak suka. Lagi, dia tersenyum. Dia lalu berjalan mengambil piring, meletakan masakan yang sudah matang di atasnya. Kemudian menyimpannya di atas meja makan. Ada beberapa masakan disana. Pandanganku tertuju pada ikan goreng dengan saus kental di atasnya. Hiasan cabe dan tomat turut membuatnya menarik, semakin membuat aku tergiur untuk segera menikmatinya.
Aku duduk di meja makan, tapi tidak dengan istriku. Dena selesai masak, dia mengambil tasnya dari ruang tengah lalu menghampiriku yang sudah mengambil piring.
"Aku pergi ya, mas. Aku sudah punya janji sama Hesti akan menemani dia belanja kebutuhan baby. Mungkin aku akan pulang malam nanti. Mas tidur saja disini." Dena menyebutkan salah satu sahabatnya yang tengah mengandung, mungkin tiga atau empat bulan lagi akan melahirkan. Aku kecewa. Dena akan meninggalkan ku di saat aku sedang lapar dan ingin di temani saat makan.
"Perlu aku antar?"
"Gak perlu mas, aku pergi sama supir. Jangan lupa bangunkan Lily dan ajak dia makan." Dena mengambil tangan kananku dan menciumnya, lalu pergi dengan segera.
Aku hanya menghela nafas, kembali ku tangkupkan piring yang sudah tadi aku ambil.
Di dalam kamar Lily rupaya sudah terbangun saat aku masuk. Matanya masih mengerjap malas. Dia menunduk saat aku berjalan di depannya.
Ku buka kemeja putih yang aku pakai untuk akad tadi dan melemparkannya di atas kasur di samping Lily. Dia semakin menunduk.
"Pak. mb... Mbak.. Dena... Kemana?" Lirih Lily. Suaranya serak has bangun tidur.
"Dena sudah pulang." jawabku.
"Pulang?" Lily terkejut menatap ku dengan refleks. "Kenapa mbak Dena gak pamit sama aku?"
"Kamu tadi tidur. Dena gak tega mau bangunin kamu." Ku ambil sebuah kaos di dalam lemari dan memakainya di hadapan Lily yang sepertinya terpesona dengan tubuh kotak-kotak milikku.
'Awas saja kalau sampai dia terpesona!'
Segera aku pakai kaos berwarna putih yang tadi ku ambil dari dalam lemari lalu membuka kancing celana, namun urung aku lakukan karena aku ingat aku tidak sendiri di ruangan ini. Kulihat pandangan Lily mengarah ke arahku, tepatnya ke arah bawah dimana tanganku berada. Aku menatap Lily, kemudian Lily sadar dan membuang pandangannya ke samping dengan kedua pipi yang semakin memerah.
Ku buka lemari dan mengambil celana berbahan kaos dari sana, semua kebutuhanku sudah Dena urus di rumah ini termasuk memindahkan setengah pakaianku kemari. Lagi. Aku menghela nafas kecewa, Dena benar-benar ingin aku tidur disini malam ini. Aku berlalu ke dalam kamar mandi mengganti celanaku dengan cepat kemudian keluar.
Lily sedang memukul jidatnya sendiri berkali-kali hingga tak sadar jika aku sudah keluar dari dalam kamar mandi. Lalu berhenti saat aku melewatinya.
"Kamu sakit Ly?"
"Enggak!"
Dia terdiam.
"Ya sudah aku mau makan. Dena sudah menyiapkan makanan untuk kita. Kalau kamu mau, turun ke bawah segera!" Lily mengangguk sebelum aku keluar dari dalam kamar.
Semangat thor 💪💪