NovelToon NovelToon
Elara Tawanan Istimewa Zevh Obscura

Elara Tawanan Istimewa Zevh Obscura

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Romansa Fantasi / Fantasi Wanita / Enemy to Lovers / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:615
Nilai: 5
Nama Author: Sibewok

Di balik ketegasan seorang Panglima perang bermata Elysight, mata yang mampu membaca aura dan menyingkap kebenaran, tersimpan ambisi yang tak dapat dibendung.

Dialah Panglima kejam yang ditakuti Empat Wilayah. Zevh Obscura. Pemilik Wilayah Timur Kerajaan Noctis.

Namun takdir mempertemukannya dengan seorang gadis berambut emas, calon istri musuhnya, gadis penunggu Sungai Oxair, pemilik pusaran air kehidupan 4 wilayah yang mampu menyembuhkan sekaligus menghancurkan.
Bagi rakyat, ia adalah cahaya yang menenangkan.
Bagi sang panglima, ia adalah tawanan paling berbahaya dan paling istimewa.

Di antara kekuasaan, pengkhianatan, dan aliran takdir, siapakah yang akan tunduk lebih dulu. Sang panglima yang haus kendali, atau gadis air yang hatinya mengalir bebas seperti sungai?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sibewok, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9 - Siapa Kau Elara?

Matahari sore sudah lenyap, meninggalkan jejak hangat di tanah timur Noctis. Cahaya keemasan berganti dengan perak lembut rembulan. Angin berhembus menyisir dinding istana, merambat masuk lewat celah jeruji besi ruangan tahanan yang lembab.

Di dalamnya, Elara Elowen duduk meringkuk, punggungnya bersandar pada dinding dingin. Rambutnya kusut, wajahnya masih menyimpan sisa letih perjalanan panjang.

“Hei, kau! Berikan aku makanan. Aku lapar!” teriaknya, menatap ajudan Zevh yang berdiri tegak bak patung di seberang sel.

Tangan mungilnya mengetukkan batu ke jeruji besi. Suara bising itu memantul ke segala arah, mengisi lorong gelap dengan gema tak sabar.

Para bandit pria di sel-sel sebelahnya mendengar. Mereka tertawa, bersiul, bahkan menggoda.

“Hahaha… lihat, gadis kecil manja minta makan!”

“Bergabunglah dengan kami, cantik. Kami punya banyak makanan… meski hanya di mimpi.”

Ejekan itu menggema, tapi Elara tidak memperdulikan. Matanya tetap menajam ke arah ajudan Zevh.

Kling.

Suara pintu besi di ujung ruangan terbuka. Rantai yang mengikatnya berderak pelan, seolah memberi peringatan.

Elara menegang. Nafasnya tercekat. Namun alih-alih takut, ia justru berteriak lantang,

“Panglima! Apa itu kau?”

Tawa para bandit mendadak terputus. Sunyi menggantikan hiruk-pikuk. Semua tahu, langkah kaki berat yang bergema dari kejauhan hanya bisa milik satu orang.

Zevh Obscura.

Para tahanan segera menjauh dari jeruji, mundur ke sudut sel masing-masing. Raut wajah mereka berubah pucat, seperti bayangan maut baru saja menyapu lorong.

Namun Elara tetap menantang.

“Panglima, aku minta jatah makanan! Lihatlah, ajudanmu lebih sombong dari tuannya.”

Tak ada jawaban. Hanya suara langkah tegap, semakin dekat, semakin menghantam dadanya dengan irama mencekam.

“Panglima!” Elara kembali protes, nadanya getir. “Ajudanmu lebih sombong darimu. Ia bahkan tidak memberikan sisa makanan yang kubawa dari Boxton tadi!”

Langkah itu berhenti. Bayangan tubuh Zevh menjulang di depan selnya, menyerap cahaya obor di dinding hingga lorong terasa semakin gelap.

Zevh berdiri di sana, dingin, wajahnya tanpa ekspresi, mata kelamnya menatap langsung pada manik keemasan milik Elara.

“Buka.”

Satu kata saja, namun cukup membuat dada Elara bergemuruh. Ia buru-buru memeluk tubuhnya, mundur ke sudut ruangan, mencoba bersembunyi dari tatapan itu. Ingatannya kembali pada siang tadi, ketika ia dipermalukan di kedai Boxton.

Kling.

Kunci berputar. Suara gembok terlepas. Pintu selnya berderit.

Elara tertegun. Ia sempat lega. Ternyata ucapannya tadi salah, ia pikir Zevh ingin menindasnya lagi. Nafasnya keluar perlahan, namun bibirnya tetap rapat, menahan rasa kesal yang mendidih di dadanya.

Sebelum Zevh sempat melangkah masuk, ajudannya membungkuk hormat.

“Tuan, makanan gadis bandit ini sudah tidak layak untuk dimakan. Jadi saya membuangnya.”

Suara itu meluncur dengan tenang, seakan tidak ada yang salah.

Zevh mengangkat tangannya pelan, memberi isyarat agar ajudannya mundur ke posisinya.

Lorong kembali senyap. Hanya Elara yang masih menempel di dinding, tubuhnya tegang, sorot matanya tajam menatap sang panglima yang berdiri di hadapannya.

Bayangan milik Zevh dan Elara sudah menyatu di bawah cahaya api obor yang menyala, membentuk siluet asing yang bergerak di dinding lembap tahanan. Cahaya bergetar, lebih banyak gelap daripada terang, seakan menambah tekanan pada dada Elara.

“Jangan mendekat!” sergahnya. Batu dalam genggaman tangannya, ia lemparkan ke arah zirah besi Zevh.

Kletak. Batu itu jatuh, hanya menyentuh lantai kotor tanpa memberi bekas pada baja dingin Zevh.

Krak. Sepatu besi Zevh menginjak batu itu hingga retak. Suara pecahnya mengiris telinga Elara, seolah mengisyaratkan apa yang bisa dilakukan lelaki itu pada dirinya.

“Apa kau mau menindasku lagi, di ruangan tahanan ini?” suara Elara meninggi, tapi terdengar seperti gemetar.

Zevh tidak menjawab. Hanya mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya. Anggur merah ranum, seikat penuh. Warnanya memantulkan cahaya obor, bagai darah segar yang baru ditumpahkan.

Perut Elara perih, menjerit minta diisi. Tapi hatinya lebih menjerit lagi menahan gengsi.

“Itu… untukku?” tanyanya ragu, tapi sorot matanya tak bisa lepas dari buah anggur itu.

“Ya. Jika kau patuh.” suara Zevh rendah, dalam, penuh perintah.

Jemari Zevh mengambil satu butir anggur, mengangkatnya tinggi di depan wajah Elara.

Elara menelan ludah, matanya hanya terpaku pada ranumnya buah itu.

“Buka bajumu.”

Ucapan Zevh jatuh lagi, tenang tapi menghantam jantung Elara.

“Elara!” Panggil Zevh kembali. Elara menepis tangannya. Satu butir anggur terlepas, menggelinding jatuh di bawah tubuh Zevh.

Zevh menunduk, mengangkat buah itu lagi dengan gerakan tenang.

“Berani melawan perintahku ya!.”

Elara merapat ke sudut sel, jantungnya berdetak kencang. Jemarinya mengepal. Tapi Zevh bergerak lebih cepat, menyingkap jubah di bahunya dengan kekuatan yang dingin.

“Lepas! Dasar pangeran tak punya sopan santun!” Elara meronta, tapi sia-sia. Kekuatan Zevh terlalu besar.

Cahaya rembulan dari ventilasi sempit jatuh tepat di bahu Elara. Sobekan bajunya memperlihatkan kulit putih pucat… dan sebuah simbol kecil berbentuk pusaran air.

Zevh menatapnya tajam. “Siapa kau, Elara?”

Tubuh Elara kaku. Mulutnya membuka, menutup, tapi tak ada kata keluar. Dadanya sesak. Nafasnya memburu. Simbol itu seharusnya tak pernah terlihat. Itu rahasia keluarganya. Rahasia dirinya.

"Kenapa dia bisa melihatnya?" Gumam Elara dalam hatinya.

Zevh mendengus, lalu melepaskannya dengan kasar. Elara tersentak, merintih saat bahunya terhempas ke dinding dingin.

Zevh memasukkan butir anggur yang jatuh tadi ke mulutnya, mengulumnya, membersihkan anggur itu dari debu dan kotoran lantai. Gerakannya seperti sengaja mempermainkan Elara. Tatapannya tetap menancap pada gadis itu. Lalu ia mengeluarkan anggur tersebut lagi.

“Kau… menyembunyikan sesuatu dariku.” suaranya seperti putusan hukuman.

Butir anggur itu disodorkan ke bibir Elara.

“Jika aku tidak mendapat jawaban darimu…” Zevh menekan butir itu ke bibirnya, “maka aku akan mencarinya sendiri.”

Elara menegang. Nafasnya tercekat ketika jemari dingin Zevh menyentuh rahangnya, mengatur wajahnya agar membuka mulut. Buah itu masuk paksa ke dalam mulutnya.

“Makanlah. Nikmati malam pertamamu di ruangan ini.”

Suara Zevh terdengar hampir seperti ejekan.

Elara menatapnya dengan marah, tapi tubuhnya gemetar. Ia mengunyah buah itu dengan paksa, matanya panas menahan malu.

Zevh berdiri. Melempar kantong kain hijau milik Elara ke kursi panjang, seperti memberi hukuman sekaligus hadiah.

“Gadis mesum.” gumamnya dingin, tapi jelas ditujukan padanya.

Elara terperanjat. Wajahnya memerah, matanya melebar. Ia yang tadi menuduh Zevh mesum, kini justru merasa dirinya yang dipermalukan. Tanpa sadar ia mengunyah anggur dengan tergesa, menelan kasar hingga tersedak.

“Uhuk—uhuk!” Ia terbatuk, matanya berkaca-kaca.

Tapi Zevh sudah memunggunginya, melangkah keluar dari sel.

Di depan ajudannya, ia hanya berkata singkat, “Cari tahu asal-usul gadis itu.”

Kemudian menghilang, meninggalkan Elara sendirian dengan dada berdegup tak karuan.

Elara meraih jeruji besi, meremasnya kuat-kuat. Pandangannya jatuh pada kantong kainnya yang kembali.

Namun hatinya bergetar oleh sesuatu yang tak bisa ia pulihkan lagi. Kepercayaan Zevh.

Apakah identitasku akan terbongkar esok hari? pikirnya.

Tangannya menyentuh bahu yang masih terasa bekas genggaman Zevh.

“Tuhan… berpihaklah padaku kali ini saja. Aku ingin egois malam ini dan seterusnya.” gumamnya lirih, penuh tekad dan ketakutan yang saling bertarung di dadanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!