NovelToon NovelToon
Pengawal Yang Bunuh Ayahku

Pengawal Yang Bunuh Ayahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Yatim Piatu / Action / Cinta Terlarang / Mafia / Romansa / Balas Dendam
Popularitas:100
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

"Tujuh tahun aku hidup di neraka jalanan, menjadi pembunuh, hanya untuk satu tujuan: membunuh Adipati Guntur yang membantai keluargaku. Aku berhasil. Lalu aku bertaubat, ganti identitas, mencoba hidup normal.
Takdir mempertemukanku dengan Chelsea—wanita yang mengajariku arti cinta setelah 7 tahun kegelapan.
Tapi tepat sebelum pernikahan kami, kebenaran terungkap:
Chelsea adalah putri kandung pria yang aku bunuh.
Aku adalah pembunuh ayahnya.
Cinta kami dibangun di atas darah.
Dan sekarang... kami harus memilih: melupakan atau menghancurkan satu sama lain."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 31 pengakuan cinta chelsea

Jumat malam. Enam bulan sejak Lucian bekerja untuk Chelsea.

Mereka baru pulang dari panti asuhan—lelah tapi bahagia.

Chelsea masak makan malam—nasi goreng yang akhirnya tidak gosong, telur mata sapi yang sempurna.

"Wah, kamu makin jago!" puji Lucian sambil makan. "Ini enak."

Chelsea tersenyum lebar—bangga. "Aku latihan keras supaya kamu tidak makan makanan gosong terus."

Supaya kamu. Bukan supaya aku. Supaya kamu.

Lucian menyadari itu—dadanya menghangat.

Setelah makan malam, mereka duduk di teras belakang—menikmati angin malam, melihat bintang-bintang.

Chelsea diam—lebih diam dari biasanya.

Lucian meliriknya. "Kamu baik-baik saja?"

"Ya. Hanya... memikirkan sesuatu."

"Tentang apa?"

Chelsea terdiam lama—seperti mengumpulkan keberanian.

Lalu ia menoleh—menatap Lucian dengan mata yang serius.

"Lucian, aku... aku perlu bilang sesuatu padamu."

Jantung Lucian berdetak lebih cepat—ada sesuatu di nada suara Chelsea yang membuatnya gelisah.

"Apa?"

Chelsea menarik napas dalam—tangannya gemetar di pangkuannya.

"Aku... aku sudah memikirkan ini berbulan-bulan. Aku mencoba menyangkalnya. Aku mencoba mengabaikannya. Tapi aku tidak bisa lagi."

Ia menatap Lucian—mata berkaca-kaca.

"Lucian, aku... aku jatuh cinta padamu."

Dunia Lucian berhenti.

Angin berhenti berhembus.

Bintang-bintang berhenti berkelap-kelip.

Yang ia dengar hanya detak jantungnya sendiri—keras, nyaris memekakkan.

Dia... dia bilang apa?

"Aku tahu ini tidak profesional," lanjut Chelsea—suaranya bergetar, air matanya mulai jatuh. "Aku tahu kamu bekerja untukku. Aku tahu mungkin kamu tidak merasakan hal yang sama. Tapi aku tidak bisa menahannya lagi."

Chelsea mengusap air matanya.

"Enam bulan ini... kamu membuat hidupku berarti lagi. Kamu membuat rumah ini terasa seperti rumah. Kamu membuat aku tersenyum, tertawa, merasa... dicintai."

Ia menatap Lucian dengan tatapan yang membuat dadanya sesak.

"Aku jatuh cinta padamu, Lucian. Sangat cinta. Dan aku... aku perlu kamu tahu. Bahkan kalau kamu tidak merasakan hal yang sama—aku perlu kamu tahu."

Keheningan.

Lucian tidak bisa bicara—tenggorokannya tercekat, dadanya sesak, matanya panas.

Dia mencintaiku.

Chelsea mencintaiku.

Wanita yang aku cintai... mencintaiku juga.

Tapi bersamaan dengan kebahagiaan itu—datang rasa sakit yang luar biasa.

Aku tidak pantas. Aku pembunuh. Aku monster. Aku—

"Lucian?" Chelsea menatapnya—khawatir karena Lucian tidak bicara. "Kamu... kamu baik-baik saja?"

Lucian akhirnya bicara—suaranya serak, pecah.

"Chelsea, aku..."

Ia menarik napas dalam—mencoba mengumpulkan kata-kata yang tepat.

"Aku punya masa lalu yang gelap. Sangat gelap. Aku bukan pria baik. Aku... aku tidak pantas untukmu."

"Aku tidak peduli masa lalumu," potong Chelsea—tegas, mata menatap Lucian dengan penuh keyakinan. "Aku tidak peduli apa yang kamu lakukan dulu. Aku peduli siapa kamu sekarang. Dan aku melihat pria baik."

"Kamu tidak tahu—"

"Aku tahu kamu orang baik, Lucian." Chelsea menggenggam tangan Lucian—erat, hangat. "Aku tahu karena aku melihatnya setiap hari. Cara kamu merawatku saat aku sakit. Cara kamu bermain dengan anak-anak di panti asuhan. Cara kamu selalu melindungiku. Cara kamu... cara kamu menatapku."

Air mata Chelsea jatuh lebih deras.

"Aku tahu kamu juga merasakan sesuatu. Aku lihat di matamu. Aku lihat cara kamu menatapku ketika kamu pikir aku tidak sadar. Aku lihat cara kamu tersenyum setiap pagi melihatku."

Ia menatap Lucian—mata penuh harap.

"Jadi kumohon... jangan tolak aku karena masa lalumu. Jangan tolak aku karena kamu pikir kamu tidak pantas. Biarkan aku yang putuskan apakah kamu pantas atau tidak."

Lucian menatap mata Chelsea—mata cokelat yang tulus, yang penuh cinta, yang penuh harap.

Dan dadanya terbelah—antara ingin memeluknya dan ingin lari.

Aku mencintaimu, Chelsea. Lebih dari yang bisa kamu bayangkan.

Tapi aku tidak bisa. Aku tidak—

"Lucian," bisik Chelsea—suaranya hampir putus asa, "kumohon... katakan sesuatu."

Lucian membuka mulutnya—

Tapi tidak ada kata yang keluar.

Karena ia tidak tahu harus bilang apa.

Tidak tahu harus menerima atau menolak.

Tidak tahu harus memilih cinta atau melindungi Chelsea dari kebenaran yang akan menghancurkannya.

Dan di keheningan itu—

Chelsea menangis.

Menangis karena takut ditolak.

Menangis karena telah mengaku dan tidak mendapat jawaban.

Menangis karena cinta yang ia rasakan terlalu besar untuk ditahan.

Dan Lucian—

Lucian duduk di sana—terdiam, terpaku, dengan jantung yang berteriak ingin bilang "Aku juga mencintaimu" tapi mulut yang tidak bisa mengatakannya.

Karena ia tahu—begitu ia mengatakannya—tidak ada jalan kembali.

Dan kebahagiaan mereka... akan berujung pada kehancuran.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!