Suaminya ketahuan selingkuh dan anak yang dikandungnya meninggal adalah petaka yang paling menyedihkan sepanjang hidup Belcia. Namun, di saat yang bersamaan ada seorang bayi perempuan yang mengira dia adalah ibunya, karena mereka memiliki bentuk rambut yang sama.
Perjalanan hidup Belcia yang penuh ketegangan pun dimulai, di mana ia menjadi sasaran kebencian. Namun, Belcia tak memutuskan tekadnya, menjadi ibu susu bagi bayi perempuan yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.
Penasaran dengan kisah Belcia? Ayo kita ikuti di novel ini🤗
Jangan lupa follow author💝
Ig @nitamelia05
FB @Nita Amelia
TT @Ratu Anu👑
Salam Anu 👑
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ntaamelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Bukan Hanya Perihal ASI
Sudah beberapa hari terlewati, Leticia yang biasanya anteng dan mudah untuk ditinggal pergi, kini berubah sangat cengeng. Alhasil Jasper tidak bisa bekerja dan ke mana-mana dengan bebas, karena baru satu langkah saja meninggalkan kamar Leticia sudah menangis kencang dan merangkak mengejarnya.
Ditambah nafsu makan sang anak berkurang, sudah diberi ASI pun kerap menolak. Jasper sangat kerepotan, tapi dia masih saja keras kepala.
"Halo," ucap Jasper dalam sambungan telepon, seraya menggendong Leticia yang baru saja bangun.
"Tuan, apakah hari ini Anda akan datang ke kantor?" tanya Arsen, sudah tiga hari sang tuan absen dan membuatnya jadi lebih sibuk. Jadi, dia berharap Jasper bisa kembali ke perusahaan dengan cepat.
"Lihat nanti saja, Leticia baru bangun. Kau tahu sendiri, dia tidak bisa ditinggal sedikit pun, bahkan aku belum bisa menjenguk Maureen," jawab Jasper, dia menghalau tangan Leticia yang berusaha mengambil ponselnya.
"Tcah, tcah!" oceh Leticia dengan mimik marah, tak suka mendengar Jasper bicara dengan orang lain dan mengabaikannya.
"Sudah dulu ya, Leticia mulai mengamuk," pungkas Jasper, dia mematikan panggilan dan segera melempar ponselnya ke ranjang. Sementara pekikan Leticia sudah memenuhi ruangan.
"Aaaa ...." Tangis bayi cantik itu pecah. Jasper menghela napas panjang, dan berusaha mendiamkan Leticia dengan menggoyangkan tubuh ke sana kemari diiringi desisan.
Maria masuk membawakan ASI, tapi bukan milik Belcia, karena Jasper tetap pada keteguhan dirinya. Pria itu lebih memilih untuk mengambil donor dari orang lain, akibat sang anak benar-benar tak bisa minum susu formula.
"Nona, minum susu dulu yuk," bujuk Maria, dia mengangkat botol susu di tangannya di dekat Leticia. Akan tetapi bukannya berantusias, Leticia malah berulang kali menepisnya dengan kasar hingga botol itu terlepas dan jatuh ke lantai.
"Ndaaah!" tolaknya sambil menangis, lalu membentur-benturkan kepalanya di bahu Jasper.
"Mamma ... Mamma ...."
Maria terhenyak, tetapi dia bergerak cepat untuk mengambil botol itu kembali. Sedangkan Jasper dibuat semakin bingung sekaligus sedih.
"Kenapa dia terus menolak seperti ini? Katanya dia hanya mau ASI, semua ASI sama saja kan?!" cetus Jasper dengan nada bicara yang naik, karena dia benar-benar lelah menghadapi putrinya.
Maria berusaha menelan ludahnya, dia menundukkan kepala. Dia tidak tahu harus menjawab apa, salah sedikit Jasper pasti akan membentaknya.
"Argh! Tidak ada yang bisa aku andalkan!" sambung Jasper karena Maria tetap bungkam di tempatnya.
Karena tidak ada solusi akhirnya Jasper memilih untuk keluar dari kamar. Barangkali sang anak butuh udara segar, sedangkan Maria mengeluarkan ponselnya, dia berniat untuk menghubungi Lidya yang sudah tidak datang sejak hari itu. Tapi jangan salah, Lidya tetap update tentang perkembangan cucunya.
"Ada apa, Maria?" tanya Lidya di ujung sana. Belum apa-apa dia sudah cemas.
"Nyonya, sepertinya ini bukan hanya perihal ASI, karena sudah berapa hari Nona Kecil tidak selahap biasanya. Dia lebih sering menangis dan tidak bisa ditinggal Tuan Jasper. Dia juga ...."
Kalimat Maria menggantung cukup lama.
"Dia juga apa, Maria?" tukas Lidya.
"Nona Kecil selalu memanggil-manggil mama, mama dan mama. Dia pasti merindukan Nyonya Maureen kan? Dan sekarang orang yang dipanggil seperti itu oleh Nona Kecil hanya Nyonya Belcia," jelas Maria dengan nada lemah. Andai saja Jasper tidak mudah emosi seperti sekarang, Maria pasti sudah mengatakan semua yang bersarang di kepalanya. Sayangnya hal itu hanya bisa dia sampaikan kepada Lidya, yang juga tak bisa berbuat banyak.
Lidya menghela nafas panjang. Dia mengerti apa yang dimaksud oleh Maria tanpa harus dijelaskan secara rinci.
"Kita lihat saja bagaimana perkembangan Leticia, dan sejauh apa Jasper menahan egonya. Jika makin parah, suamiku yang akan bertindak," pungkas Lidya yang langsung mendapat anggukan dari Maria.
Meski Tuan Morgan berkata tidak akan peduli lagi. Namun, Lidya yakin semua itu tidak benar-benar nyata, karena dibalik kearoganan Jasper, ada Leticia yang perlu diselamatkan.
****
"Ck, anak itu kenapa sih? Dari kemarin bawaannya nangis terus. Bahkan di waktu sepagi ini, di saat semua orang harusnya merasa tenang untuk beraktivitas, dia malah menangis kencang seperti itu!" gerutu Sharon dari balik jendela kamarnya, dia melihat Jasper ada di halaman depan sedang berusaha menghibur Leticia.
Sharon mendengus kasar, mengingat tujuannya untuk mendekati Jasper, dia juga harus menahan diri untuk tidak menunjukkan sifat aslinya.
Akhirnya dia turun ke lantai bawah dan menghampiri dua orang itu, berharap Leticia mau diajak dan membuat Jasper bersimpati padanya.
"Leticia Sayang, ada apa? Kenapa kamu menangis?" tanya Sharon dengan mimik yang dibuat-buat.
Leticia sesenggukan dan menatap Sharon. Membuat wanita itu berpikir bahwa Leticia sedikit luluh. Jadi dia langsung mendaratkan tangannya di antara pinggang Leticia.
"Ayo sama bibi, kita keliling rumah ini sambil berjemur," sambungnya, kemudian saling tatap dengan Jasper yang menatapnya dingin. Tapi Sharon malah senyum-senyum.
"Ndah, ndah!" pekik Leticia sambil meronta dalam gendongan Jasper. Sontak Jasper pun langsung menepis tangan Sharon dari tubuh putrinya.
"Apa kau tidak dengar? Dia tidak mau!" cetusnya semakin menungkik. Sharon terhenyak, sedangkan Jasper langsung melangkah pergi.
Tangan Sharon mengepal gemas.
"Cih, padahal aku sudah berusaha baik, tapi kenapa anak itu keras kepala seperti ayahnya. Tapi tidak apa-apa, ini baru permulaan dan akan jauh lebih menarik. Kalau Jasper langsung menerimaku, jadi tidak seru!" gerutu Sharon, dia adalah wanita yang pantang menyerah. Tak peduli meski sudah ditolak berkali-kali, bahkan sejak Maureen masih hidup.
****
Belcia sudah kembali rutin untuk menyetorkan ASI-nya ke rumah sakit. Dia tidak mau hal penting ini menjadi sia-sia, ya, setidaknya meskipun dia belum bisa menimang sang anak, dia bisa bermanfaat untuk anak lain.
Sepulang dari rumah sakit, Belcia berniat untuk mampir ke suatu tempat yang harus dia cari tahu dulu informasinya. Beruntung keluarganya bisa mengakses lebih mudah, jadi tidak perlu menunggu lama, dia bisa datang ke tempat tersebut, yakni peristirahatan terakhir Maureen.
Dengan membawa satu keranjang bunga, Belcia menyusuri gundukan-gundukan tanah, yang sudah kering, juga yang masih basah. Hingga dia benar-benar menemukan nama itu.
MAUREEN DEN
Belcia tersenyum.
"Akhirnya aku menemukanmu," ucapnya, dia mengusap papan nama Maureen, lalu menaburkan bunga di atasnya.
Tak langsung pergi, Belcia justru duduk di sisi. Seakan orang yang saling mengenal, Belcia mengajak Maureen bicara.
"Kamu sudah tenang di sini?"
Tentu tidak ada jawaban. Akan tetapi Belcia bisa merasakan bagaimana perasaan seorang ibu.
"Pasti belum ya? Kamu khawatir perihal anakmu? Leticia kan namanya?" Tiba-tiba air mata Belcia berjatuhan. "Aku juga sama, Maureen. Aku mengkhawatirkan anakku, padahal aku tahu dia sudah aman di sisi Tuhan. Apalagi kamu ...."
"Leticia adalah anak yang cantik, ceria dan pintar. Kami sudah sempat bertemu, bahkan secara tak sengaja dia sudah menjadi anak susuku. Tapi ... kamu tahu, orang yang paling mencintaimu malah membenciku. Aku sadar, jika di posisinya, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama. Untuk itu aku datang, aku ingin meminta maaf karena tidak bisa menghentikan kecelakaan hari itu. Andai aku tahan marahku sebentar saja, sampai kamu melewati kami, mungkin ini tidak akan terjadi. Sekali lagi ... Maafkan aku Maureen," ucap Belcia panjang lebar sambil terisak-isak. Dia berusaha melepaskan rasa bersalahnya, dia ingin dadanya yang akhir-akhir ini sesak, kembali tenang dan lega.
Belcia tidak tahu, jika ada sosok yang sedari tadi memperhatikannya dari jauh. Seorang pria dengan kacamata hitam, menatapnya dalam diam.
lagian kamu tuh kok kagak punya malu? kamu tuh tinggal di rumah siapa? meskipun kamu kakak dari almarhum maureen, bukankah maureen sudah tiada. terus kenapa kamu masih bertahan di rumah jasjus, dengan alasan ingin mengawasi leticia 😒 jelas2 leticia ogahh sama kamu? kok yaa masih betah bertahan di rumah iparr...memuakkan 😒