Aryani Faizah yang sedang hamil tua mengalami kecelakaan tertabrak mobil hingga bayi yang ia kandung tidak bisa diselamatkan.
Sang suami yang bernama Ahsan bukan menghibur justru menceraikan Aryani Faizah karena dianggap tidak bisa menjaga bayinya. Aryani ditinggalkan begitu saja padahal tidak mempunyai uang untuk membayar rumah sakit.
Datang pria kaya yang bernama Barra bersedia menanggung biaya rumah sakit, bahkan memberi gaji setiap bulan, asalkan Aryani bersedia menjadi ibu susu bagi kedua bayinya yang kembar.
Apakah Aryani akan menerima tawaran tuan Bara? Jika mau, bagaimana kisah selanjutnya? Kita ikuti yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
"Awas kamu Faiz" Barra bergumam, masih memandangi Faiz hingga lampu berubah hijau, dan motor pun melaju sedang.
"Jalan Pak" titah Barra kepada supir yang sempat menghentikan mobil di pinggir jalan, atas perintah Barra hanya karena ingin melihat Faiz.
Mobil berhenti di halaman, Barra masuk dengan cepat, membiarkan tasnya diambil alih bibi. Wajah yang ditekuk itu menjadi perhatian Chana yang sedang menonton televisi.
"Kamu kenapa Barra?" Tanya Chana karena tidak biasanya Barra pulang dengan wajah dilipat, walaupun selama ini selalu angkuh kepadanya.
"Tidak apa-apa" jawabnya pendek, lalu ke kamar.
Ia lempar jas di tempat tidur, selanjutnya melucuti pakaian sebelum ke kamar mandi. Mengguyur tubuhnya, menggosok dengan sampoo, dan sabun, merasa segar, kemudian keluar.
Kaos dan celana pendek telah melekat di badan, seperti hari-hari sebelumnya, segera ke kamar putranya ingin mengobati rasa rindu.
Oeeekk... Oeeek...
Di luar pintu kamar, terdengar tangisan si kembar, tanganya mencengkeram kenop pintu. Dia tatap Dilla yang kebingungan, karena Arrohman yang sudah dalam gendongan pun tetap menangis. Apa lagi Arrohim yang masih di dalam box.
"Kenapa La?!" Barra bertanya ngegas, seolah Dilla menjadi sasaran. Lalu menggendong Arrohim.
"Si kembar sepertinya tidak mau minum asi pakai dot Tuan..." Dilla sudah memasukan dot ke dalam mulut Rohman, tapi tidak mau nyedot.
"Sayang... anak Abi yang ganteng..." Barra mengangkat Rohim lalu memberi dot. Ternyata benar apa yang dikatakan Dilla, anak itu mengeluarkan dot dengan lidah sambil menjerit-jerit.
"Faiz kemana?" Barra menoleh Dilla.
"Ke minimarket Tuan..."
Barra tidak menjawab lalu membawa putranya ke luar kamar agar diam, tapi usahanya sia-sia. Di ruang keluarga, Barra menatap ibu tirinya tengah menonton sinetron dan kebetulan adegannya sedang menangis, menambah pusing kepala Barra.
"Memangnya pengasuhnya kemana, diberi tanggungjawab tidak menjalankan tugasnya dengan baik, kalau pulang pecat saja Dia." Chana menambah keruh suasana hati Barra yang sedang kesal. Seketika menyuruh ibu tirinya itu diam.
Chana pun akhirnya tutup mulut, rupanya sadar juga jika ruangan itu berisik lalu menekan remot mengecilkan televisi.
"Assalamualaikum..." ucap Faiz yang masuk rumah. Mendengar suara tangis Rohman mempercepat langkahnya.
"Sebentar sayang... Ibu mencuci tangan dulu" Faiz ke kamar mandi dapur, tidak lama kemudian kembali, mengambil alih Rohman dari tangan Barra. Sedetik kemudian ia menatap wajah Barra yang nampak muram. Faiz sudah menebak jika Barra marah kepadanya. Dia pura-pura tidak tahu lalu berjalan cepat ke kamar ingin segera menyusui Rohman.
"Rohim... sini sayang..." ujar Faiz ketika tiba di kamar si kembar, Rohim pun menjerit-jerit dalam gendongan Dilla.
"Iii bu pulang... Iiii bu pulang... kita ke Ibu yuuuk..." Dilla mengajak bicara Rohim memanjangkan kata, sembari berjalan lalu meletakkan di pangkuan Faiz seperti biasa jika si kembar minum asi bareng.
Kamar pun lantas sepi, calon jagoan Barra itu sudah menemukan makanan dan minuman yang mereka inginkan, dan merasakan kehangatan dalam pelukan Faiz.
"Sudah lama nangisnya, La?" Faiz memecah keheningan.
"Tidak lama Kakak pergi, si kembar menangis. Ya Allah Kak... bingung aku tadi" Dilla masih kaget, selama satu bulan bekerja di sini, baru kali ini mengatasi si kembar yang tidak mau diam. Sebab, biasanya memang Faiz yang bisa atasi.
"Terus, Tuan Barra marah tidak?" Faiz masih membayangkan wajah masam Barra ketika di luar tadi.
"Kayanya sih kesel gitu Kak" Dilla menceritakan ketika Barra bertanya sambil membentak.
"Kenapa asi yang di botol tidak kamu kasih." Faiz menatap dua botol asi di atas meja yang masih utuh.
"Mereka nggak mau, Kak," Dilla pun berdiri membersihkan botol.
Faiz menunduk, mengusap kepala dua anak asuhnya, rupanya si kembar sudah tidak mau minum dengan botol. Karena kedekatannya dengan si kembar secara psikologis cenderung dengannya, daripada Barra. Bagaimana tidak, sejak usia seminggu Faiz yang mempunyai peran besar dalam mencukupi nutrisi mereka. Sudah bisa dipastikan jika si kembar yang sudah biasa minum asi Faiz akan tergantung kepadanya.
Faiz pun bingung, kontrak kerja dengan Barra hanya selama enam bulan, lalu bagaimana jika ia pergi dari rumah ini nanti? Bukan hanya si kembar yang akan ke hilangan, tapi Faiz pun jauh lebih kehilangan.
"Dilla... Tolong bantu angkat Rohim" titah Faiz, karena keduanya sudah pulas.
"Iya Kak" Dilla menggendong Arrohim menidurkan di box, sedangkan Rohman bersama Faiz.
Deeerrtt... deeerrtt...
Faiz kaget ketika hendak mengangkat telepon, Barra yang menghubungi. "Kenapa ya, biasanya Tuan memanggil ke kamar" monolog Faiz. Hape terus bergetar, Faiz pun akhirnya mengangkat.
"Saya Tuan"
"Saya tunggu di kamar sebelah"
"Baik Tuan." Faiz matikan handphone, lalu menitipkan si kembar kepada Dilla. Dengan perasaan khawatir dimarahi, ia ke kamar sebelah.
Kamar yang besarnya sama dengan kamar si kembar nampak kosong, tidak ada fasilitas apapun selain tempat tidur yang besarnya sama dengan yang dia pakai.
Sorot matahari sore yang hampir redup, masuk ke dalam kamar melalui jendela. Di depan jendela, Barra berdiri di sana menatap keluar, entah apa yang dia perhatikan.
"Tuan memanggil saya?" Faiz berdiri di belakang Barra.
Tuanya itu balik badan dengan cepat. "Dari mana kamu?!" Tandas Barra, sorot matanya menyala, membuat Faiz yang memandang ketakutan.
Faiz gemetar walaupun bagaimana ia sudah berbuat salah. "Maaf Tuan, saya tadi ke minimarket"
"Sudah saya duga, hanya kata maaf yang kamu gunakan untuk menutup kesalahan. Kenapa kamu itu keras kepala Faiz." Barra menatap Faiz gusar.
"Alasan saja kamu, jangan karena merasa dibutuhkan lantas seenaknya, Faiz. Kamu tahu tidak, seperti apa si kembar tadi!" Barra berteriak.
Faiz tidak lagi menjawab, walaupun dijelaskan toh tidak ada gunanya. Barra yang sedang emosi pasti tidak akan percaya.
"Kurang baik apa saya selama ini sama kamu Faiz, kalau butuh sesuatu tinggal bilang pasti saya belikan. Bukan alasan ke minimarket, tapi sebenarnya hanya ingin pacaran."
Faiz kaget mendengar kata pacaran, ia tatap Barra dengan mata basah. Namun, Barra meninggalkan Faiz berakhir dengan pintu kamar yang ditutup kencang hingga meninggalkan suara 'brak!.
Faiz duduk di tempat tidur menghabiskan air mata yang sebelumnya tertahan. Sudah biasa jika Barra selalu bicara ketus, tapi tidak pernah Faiz ambil hati. Tapi entah kenapa saat ini kemarahan Barra menusuk ke relung hatinya.
Hingga tiba waktu maghrib, Faiz merenung di tempat itu, karena sudah selesai masa nipas, ia shalat magrib di kamar si kembar.
"Kakak kenapa?" Dilla kaget ketika menatap mata Faiz memerah khas habis menangis.
"Tidak apa-apa." Faiz melipat mukena lalu merebahkan tubuhnya di kasur hingga tertidur.
Jam tujuh malam di meja makan, Barra sesekali menatap pintu kamar menunggu Faiz tapi tidak juga keluar.
"Kita makan saja, sudah lapar ini" kata Chana tidak mau menunggu Faiz. Mereka pun akhirnya makan tanpa Faiz.
Makan telah selesai, Barra yang duduk di sofa bersama Abdullah menulis pesan, mengingatkan agar Faiz segera makan. "Cepat makan Faiz, saya tidak mau asi kamu berkurang."
Handphone centang dua tapi tidak dibalas.
"Faiz"
"Faiz"
"Faiiizzzz..."
Tetap tidak dibuka.
"Chat siapa sih Bang, serius banget" Abdullah melongok handphone Barra.
"Faiz tidak mau makan, marah kali, sore tadi aku marahi" tuturnya.
"Kenapa memang Bang?"
"Alasan mau ke minimarket, padahal kalau butuh sesuatu tinggal telepon pasti pulang kantor aku belikan, bukan malah pergi sendiri sampai anak-anak nangis semua."
"Faiz ke minimarket itu ambil uang di atm Bang, mana mungkin dia mau membocorkan nomor pin ke orang lain" jawab Abdullah.
"Kok kamu tahu?" Barra menatap Abdullah curiga.
"Ya tahu lah Bang, kan aku yang antar Dia."
"Kampreeettt... Kamu Dul."
...~Bersambung~...
ayooo trima faiz, jngan lama lama kalau mikir....
lanjut...
semangat...
terima ajaaa
mau dkasih hadiah kah.?? atau perpnjang kontrak... 🤭
lanjut kak