Angelo, yang selalu menyangkal kehamilannya, melarikan diri setelah mengetahui bahwa ia mengandung anak Maximilliam, hasil hubungan semalam mereka. Ia mencari tempat persembunyian terpencil, berharap dapat menghilang dan menghindari konsekuensi dari tindakannya. Kehamilan yang tak diinginkan ini menjadi titik balik dalam hidupnya, memaksanya untuk menghadapi kenyataan pahit dan melarikan diri dari masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Novianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baby bump.
Suasana haru biru menyelimuti ruangan saat Cyne memeluk Angel, air mata bahagia bercampur haru membasahi pipinya. Sahabat yang sangat dirindukannya itu hadir di hari pernikahannya, sebuah kejutan yang tak terduga. Gaun pengantin Cyne, dengan detail renda halus berwarna putih gading, seakan bermandikan cahaya saat ia memeluk erat Angel.
George, dengan senyum yang merekah di wajahnya, mengamati kedua wanita itu. Ia telah mengetahui kedatangan Angel dari Bibi Emma, yang kebetulan satu pesawat dengan Angel dari New York. Aroma parfum khas Angel, campuran mawar dan vanilla, samar-samar tercium di udara.
"Kau tahu aku menikah hari ini?" tanya Cyne, melepas pelukannya, suaranya sedikit bergetar. Ia masih sesenggukan.
Angel mengangkat bahu, matanya berbinar. "Aku tidak tahu, tapi ada seseorang yang menghampiriku di hotel begitu aku sampai." Tatapannya tertuju pada George, yang kini mendekat, tersenyum hangat. George mengenakan setelan jas berwarna abu-abu gelap yang membuatnya tampak semakin tampan.
Cyne beralih memeluk George, tubuhnya masih gemetar karena emosi. "Terima kasih," ucapnya lirih, senyum bahagia terukir di wajahnya di antara bulir-bulir air mata.
Angel tersenyum tulus melihat kebahagiaan Cyne. Namun, tatapan-tatapan rekan kerja Cyne yang terus tertuju padanya membuatnya sedikit risih. Lampu-lampu kristal di ballroom berkilauan, memantulkan cahaya yang menyilaukan. "Cyne, aku lapar. Kurasa aku akan mencari makanan dulu," kata Angel, berusaha melepaskan diri dari rasa canggung yang mulai menyelimuti dirinya. Ia butuh sedikit waktu untuk menenangkan diri.
"Aku akan menemani mu," sahut Cyne, suaranya lembut namun tegas.
"Tidak perlu, aku bisa sendiri. Kau selesaikan saja urusanmu," tolak Angelo, suaranya terdengar sedikit tertekan. Ia berbalik dan melangkah cepat meninggalkan Cyne dan rekan kerjanya, meninggalkan Cyne yang berdiri di antara kerumunan rekan-rekan kantornya. Sepatu hak tingginya mengetuk lantai dengan suara yang cukup keras di aula pesta pernikahan itu.
"Tatapan mesum seperti apa yang mereka berikan padaku? Mereka benar-benar gila!" gerutu Angelo kesal, tangannya mengepal erat. Ia merasa terganggu oleh tatapan-tatapan yang dirasa kurang sopan dari beberapa rekan kerja Cyne. Bayangan-bayangan itu mengikutinya, hingga ia sampai di sebuah sudut stand minuman dan makanan ringan.
Di tengah gerutunya, Kakek Xavier, dengan rambut putihnya yang berkilauan di bawah sinar lampu pesta, melihat Angelo duduk termenung. Senyum hangat terukir di wajahnya yang keriput. Ia berjalan mendekat, langkahnya pelan namun mantap, dan berdiri di belakang Angelo yang sedang meneguk air dingin.
"Kau benar-benar membuatku khawatir, anak muda," ucap Kakek Xavier, suaranya rendah dan penuh kasih sayang.
Angelo menoleh, terkejut. Matanya membulat. "Astaga, Kakek! Aku benar-benar merindukanmu," serunya. Tangis hampir pecah, dan ia langsung memeluk Kakek Xavier erat-erat. Aroma tubuh Kakek yang familiar, wangi parfum kayu manis dan tembakau, membuatnya merasa terlindungi.
"Kau benar-benar anak nakal, bagaimana bisa kau membuat Kakek tua ini khawatir setengah mati?" Kakek Xavier membalas pelukan Angelo, tangannya terulur mengelus lembut rambut Angelo. Ada untaian rambut yang menutupi sebagian wajahnya.
"Maafkan aku, Kakek. Aku benar-benar membutuhkan waktu untuk berpikir dan menenangkan diri," sesal Angelo, suaranya bergetar.
Mereka melepaskan pelukannya. Kakek Xavier menatap lembut perut Angelo yang mulai membuncit - baby bumpnya terlihat jelas. Senyum haru kembali terukir di wajahnya. "Astaga, aku benar-benar akan mendapatkan dua cucu sekaligus." Ia mengelus perut Angelo dengan penuh kelembutan, merasakan kehidupan baru di dalam rahim cucunya.
"Apakah itu berarti anakku juga akan mendapatkan warisan darimu?" tanya Angelo, tawa pelan mengalun lembut di antara mereka.
Kakek Xavier ikut tertawa, suaranya terdengar renyah seperti daun kering yang bergesekan. "Tapi jika dipikirkan, hartaku tak lebih banyak dari milikmu," jawabnya, nada suaranya penuh kasih sayang. Ia mengusap lembut baby bump Angelo sekali lagi, seolah-olah berbagi rahasia yang hanya mereka berdua ketahui.
. . .
Di sisi lain, di tengah hiruk pikuk pesta pernikahan Cyne yang meriah – suara musik mengalun merdu berpadu dengan tawa dan bisikan para tamu – Janet membeku. Ia tak menyangka akan melihat Angelo di sana, dengan perut buncitnya yang semakin menonjol di balik gaun berwarna putih yang anggun. Lampu-lampu kristal yang mewah berkilauan, memantulkan bayangan wajahnya yang tegang. "Astaga, aku harus segera memberitahu Kakak," gumamnya, jari-jari tangannya meremas erat tas tangan kecilnya. Ia bangkit, niatnya untuk segera menemui Maximilliam, memberitakan kembalinya Angelo dan kehadiran calon keponakan mereka.
Namun, teman dekatnya yang juga hadir dalam pernikahan itu, langsung menghentikannya. "Kau mau ke mana? Kau terlihat sangat terburu-buru," tanyanya, bingung melihat gelagat Janet yang seperti ketakutan.
"Aku harus menemui Maximilliam! Calon kakak iparku dan bayinya ada di sini!" jawab Janet, suaranya sedikit bergetar karena panik. Ia merasa waktu semakin menipis.
Temannya mengerutkan dahi, "Angelo yang kau maksud?" Ia bertanya, nada suaranya mengandung penekanan. Wanita itu mengetahui cerita rumit antara Maximilliam dan Angelo.
Janet mengangguk cepat, matanya berkaca-kaca. "Aku tidak memiliki waktu lagi sebelum Angelo kembali menghilang," ucapnya, suaranya bergetar menahan air mata.
"Kenapa kau tidak menelepon kakakmu saja?" saran temannya, mencoba menenangkan Janet yang tampak sangat cemas.
"Benar juga! Kenapa aku tidak terpikirkan sejak tadi?" Janet mendesah, lalu dengan sigap mengeluarkan ponselnya yang elegan dari tas tangan bermerek mewah. Ia menghubungi Maximillian, saudaranya, dengan nada suara yang sedikit panik. "Kak, cepat datang ke pernikahan Cyne! Angelo ada di sini!" Ia menyampaikan informasi penting itu dengan cepat, lalu menutup telepon dengan segera.
Angelo memperhatikan gerak-gerik Janet dari kejauhan. Sejak memasuki ballroom yang megah dan dihiasi lampu kristal yang berkilauan itu, pandangannya langsung tertuju pada Janet. Ia mengamati setiap detail penampilan Janet; gaun malam berwarna zamrud yang indah, perhiasan berlian yang berkilau, dan aura percaya diri yang terpancar darinya. Setelah beberapa saat mengamati Janet, ia mendekati Kakek Xavier yang sedang menikmati secangkir kopi di sebuah sudut ruangan yang tenang.
Angelo menatap Kakek Xavier, matanya tampak berkaca-kaca. Ia menghela napas panjang sebelum melontarkan pertanyaan yang mengganjal di hatinya. "Kakek, menurut Kakek, apakah aku egois jika menjauhkan anakku dari ayahnya?" Pertanyaan itu terlontar dengan suara yang sedikit gemetar, mencerminkan keraguan dan kecemasan yang mendalam.
Kakek Xavier meletakkan cangkir kopinya dengan lembut. Ia menghela napas panjang, memahami keraguan cucunya. "Angelo, aku tidak ingin memberikan penilaian yang akan membuatmu tersinggung. Keputusan yang kau ambil mungkin terasa benar untukmu saat ini, namun kau perlu memikirkannya kembali dengan matang. Menjadi ibu tunggal tidaklah mudah, dan nanti, ketika anakmu mulai bertanya-tanya tentang ayahnya, kau harus siap menghadapi situasi tersebut," jawab Kakek Xavier dengan bijaksana. Ia menatap Angelo dengan penuh pengertian, mencoba untuk tidak memberikan penilaian yang terlalu subjektif.
Angelo tampak semakin ragu, ia menggigit bibir bawahnya. "Apa, jika aku memberinya kesempatan, itu akan baik?" Suaranya nyaris tak terdengar.
Kakek Xavier mengangguk perlahan. "Di antara kamu dan Maximillian, sebenarnya tidak ada masalah besar. Kamu hanya masih dendam pada ibunya, sama seperti dendammu pada Cyne dulu. Jika kau ingin memberinya kesempatan, lakukanlah. Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk kalian berdua," kata Kakek Xavier, menawarkan dukungan dan nasihatnya dengan tulus.
tmbh lg trauma msa lalu,pst bkin dia mkin down....mga aja max bsa bkin dia lbh smngt.....
lgian,udh ada ank sndri knp mlah adopsi????sukur2 kl ga iri pas udh dwsa,kl iri kn mlah bhya....
jgn blng kl goerge d jbak skretarisnya pke ssuatu,trs dia tau dn nyri istrinya????
tp mmdingn gt sih,drpd jd skandal....
kl angelo nkah sm max,brrti janet jd adik ipar....tp kn janet bkln nkah sm jacob,pdhl jacob pmannya angelo....
🤔🤔🤔
ppet trs smp angelo brsdia buat nkah sm max.....
janet bbo bareng sm jacob...enth bgaimna smp mreka bs brsma,mngkn krna trbwa suasana....
jgn2 janet bno bareng sm jacob?????