Pendekar Sinting adalah seorang pemuda berwajah tampan, bertubuh tegap dan kekar. Sipat nya baik terhadap sesama dan suka menolong orang yang kesusahan. Tingkah nya yang konyol dan gemar bergaul dengan siapapun itulah yang membuat dia sering berteman dengan bekas musuh atau lawan nya. Perjalanan nya mencari pembunuh keluarga nya itulah yang membuat sang pendekar berpetualang di rimba persilatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikko Suwais, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERGURUAN MAWAR SEROJA
BALUNG Wirok menatap Harya Jiping dengan dingin sambil berkata.
"Jadi kau menuduhku sebagai orang yang mencuri pusaka itu dan membunuh si tua keropos itu? begitu menurut mu...!?"
"Siapa lagi jika bukan kau bajingan!? Ku lihat jelas kau keluar dari pondok Eyang Guru semalam!"
"Kau salah lihat Harya Jiping! Aku semalam baru saja pulang dari Desa Lebak Watu, Habis bertemu dengan teman lama ku disana! Dan semalam aku memang tak sengaja lewat jalur sini ketika aku pulang dari sana. Karena menurut ku jalur sini adalah jalan yang dekat menuju Padepokan Walet Hitam!"
Harya Jiping menyunggingkan senyum sinis dan berkata,
"Kau pikir aku akan percaya akan bualan mu itu murid murtad! Mataku belum buta! Jelas kau yang keluar dari pondok Eyang Guru semalam! Rasakan Jurus Pedang Bangau Terbang ini Margasi! Heahhh!" Harya Jiping menyentakan ujung pedang nya ke depan dan keluarlah sinar biru panjang berkelok-kelok sepanjang lidi ke arah Balung Wirok dengan cepat.
Balung Wirok tak kalah sigap, ia langsung menyentakan telapak tangan nya ke depan dan keluarlah sinar tenaga dalam berwarna coklat pudar sebesar bola kasti. Kedua sinar itu saling beradu dipertengahan jarak lagi dan membuat ledakan lebih keras dari yang sebelumnya.
*Blegaaaarrrr!*
Balung Wirok tak kalah sigap, ia langsung menyentakan telapak tangan nya ke depan dan keluarlah sinar tenaga dalam berwarna coklat pudar sebesar bola kasti. Kedua sinar itu saling beradu dipertengahan jarak lagi dan membuat ledakan lebih keras dari yang sebelumnya.
*Blegaaaarrrr!*
Balung Wirok terpental jauh dan tubuh nya menabrak batang pohon beringin. Seketika pohon beringin itu langsung layu bukan karena terbentur tubuh Balung Wirok! Melainkan terkena hawa panas dari ledakan dua sinar bertenaga dalam cukup besar itu.
Sedangkan Harya Jiping, Tubuh nya terpental jauh menerabas semak belukar di tepi jurang itu dan berakhir menabrak sebuah batu besar hingga batu itu retak seketika. Darah mengucur dari kepala Harya Jiping dan dari mulut serta hidung mengeluarkan darah hitam kental. Pandangan mata Harya Jiping masih bisa melihat walau samar-samar. Ia melihat Balung Wirok melarikan diri dengan langkah tertatih-tatih. Keadaan Balung Wirok sama parah nya dengan Harya Jiping.
Jika tubuh kedua nya tak dilapisi dengan ilmu tenaga dalam, Pasti raga mereka berdua akan mati mengering tinggal tulang dibungkus kulit saja. Harya Jiping tak bisa bergerak lagi karena keadaan tulang punggung nya remuk dan perlahan mata nya mulai menutup karena ia sudah tak kuat lagi mempertahankan napas nya yang tersengal-sengal hampir habis itu.
Getaran tanah seperti gempa bumi terasa sampai pada sisi seberang jurang tempat Perguruan Mawar Seroja berada. Jarak Perguruan Mawar Seroja memang tak terlalu jauh dari tepi Jurang Kematian itu. Hutan-hutan berpohon rindang disisi kanan kiri jalan menuju Perguruan Mawar Seroja nampak layu menguning dan pada akhirnya rontok. Hal itulah yang membuat para murid Perguruan Mawar Seroja itu kaget ketika mereka berhamburan keluar dari Perguruan tempat mereka menimba ilmu itu karena adanya getaran gempa. Guru mereka yang memerintahkan mereka untuk keluar karena takut Perguruan itu ambruk akibat gelombang angin kencang dan getaran tanah yang besar.
Para murid yang rata-rata terdiri dari perempuan seluruhnya itu berpakaian serba merah jambu. Didada bagian kanan pakaian para murid itu terdapat sulaman emas lambang bunga mawar sebanyak tiga tangkai menandakan ciri-ciri pakaian dari Perguruan Mawar Seroja. Para murid yang terbilang masih belum matang dalam segi ilmu kanuragan itu semuanya bersenjatakan kipas putih dengan motif bunga mawar di kain kipas nya. Rata-rata rambut mereka digelung diatas kepala memakai tusuk konde dengan ujung nya berbentuk setangkai bunga mawar.
Semua murid dibuat heran ketika mereka melihat pemandangan di halaman luar jalan menuju Perguruan tersebut. Terlebih lagi rasa kaget mereka belum sirna ketika ada getaran tanah gempa sebelum nya, Muncul seorang perempuan dari arah jalanan menuju Perguruan tersebut. Wajah serta kulit perempuan itu merah matang dan sebagian sudah melepuh. Ia berjalan tertatih-tatih sambil memegang dada nya yang terasa sesak. Pedang perunggu di punggung nya masih menempel tergantung dan seperti nya pedang itu belum dilepas dari sarung nya.
Wajah Perempuan itu memang cantik dan berkulit putih, tapi karena saat itu kulit nya merah matang dan mengelupas. Orang-orang tak ada yang tahu bahwa perempuan itu berkulit putih bersih dan mulus. Mata perempuan itu nampak sayu ketika perempuan itu menatap ke arah para murid Perguruan Mawar Seroja.
"To...Tolong A...ku...!" Ucap Perempuan itu dengan pelan dan lemah.
Para murid tak ada yang berani mendekat dan suara gaung obrolan mereka nampak terdengar sayup-sayup.
"Siapa itu!?" Tanya salah satu murid dan teman nya segera menjawab nya sambil mengangkat bahu.
"Entahlah aku juga tidak tahu siapa orang itu."
"Bagaimana kita tolong saja wanita itu, aku merasa kasihan sekali melihat keadaan nya."
"Jangan gegabah Hasti! Nyai Guru melarang kita untuk menolong orang yang tak kita kenal! takut orang itu adalah mata-mata yang sedang menyamar!"
"Betul juga!" Ujar salah satu murid Perguruan lain nya dan obrolan para murid lain nya nampak riuh membuat pemilik pondok Pesanggrahan yang masih ada di dalam menjadi penasaran.
Semua murid Perguruan Mawar Seroja tak ada yang berani membantu Perempuan yang masih berjalan tertatih-tatih menuju Perguruan itu. Mereka takut perempuan itu adalah musuh yang sedang menyamar dan hal itu memang tak di perbolehkan di Perguruan tersebut karena aturan yang dibuat oleh Guru mereka.
Tapi tak selang beberapa waktu, ada suara Perempuan tanda menyuruh.
"Cepat tolong Perempuan itu! Bawa dia ke dalam Perguruan!" Semua mata memandang ke belakang.
"Apa maksud mu berkata se enak nya begitu Rindurini...!?" Ujar salah satu murid yang berbeda warna pakaian dengan para murid lain nya.
Pakaian yang ia kenakan berwarna kuning gading mirip jubah panjang sampai betis dan didalam nya memakai angkin warna merah. Terlihat jelas belahan dada nya yang terlihat putih sekal itu. Perempuan itu diperkirakan berumur dua puluh lima tahun berkulit kuning langsat dan wajah nya cantik tapi berkesan lebih dewasa dari Rindurini.
"Aku di suruh oleh Nyai Guru Ajeng Lestari, Inggarwati!" Jawab Rindurini yang memakai pakaian berwarna merah dadu seraya menegaskan. Raut wajah Rindurini yang selalu kalem itu menoleh ke arah samping nya menatap Inggarwati.
"Benarkah!? Mana mungkin Nyai Guru menyuruh mu? Aku tak percaya! Jangan dekati Perempuan itu! Siapa tahu dia itu musuh kita!"
Para murid rendahan yang tadi nya akan menolong Perempuan tadi menjadi undur diri karena mereka takut akan perintah Inggarwati.
Rindurini menatap wajah Inggarwati yang sinis itu, tak selang beberapa lama ada suara Perempuan berkata.
"Cepat tolong Perempuan itu! Dia temanku! Mengapa dari tadi kalian hanya bengong diam saja...???" Semua orang memalingkan wajah nya karena mereka hapal siapa pemilik suara perempuan itu.
"Nyai Guru!" Ucap mereka serentak antara kaget dan takut. Tanpa pikir panjang para murid segera menolong Perempuan itu dan membawa nya masuk ke dalam Perguruan tersebut.
Perempuan yang mereka sebut Nyai Guru itu hanya geleng-geleng kepala saja melihat dua murid kepercayaan nya itu. Rindurini dan Inggarwati sama-sama menunduk malu di hadapan guru nya. Nyai Guru Ajeng Lestari segera masuk ke dalam Pesanggrahan setelah berkata menyuruh kedua murid kepercayaan nya membantu murid lain nya.
Setelah kepergian Sang Guru, Rindurini tersenyum sinis penuh kemenangan kepada Inggarwati dan yang ditatap hanya mendengus kesal sambil berkata.
"Lain kali nanti aku yang menang!" Setelah berkata begitu Inggarwati segera masuk mengikuti para murid yang membawa perempuan yang terluka parah itu.