Cerita seorang laki-laki yang terpikat karena aroma yang mirip dengan seseorang di masa lalunya.
Kisah seorang laki-laki yang jatuh cinta pada pandangan pertama setelah bertemu dengannya. Aroma yang menenangkan, aroma yang mengingatkannya bahwa bahagia itu sederhana tapi terasa mewah.
Lalu bagaimana kisah laki-laki itu? apakah berakhir bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anyelir 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8
Marcel yang melihat latihan para junior di sana. Ada satu titik yang membuatnya fokus saat melihat para junior itu berlatih. Bukan cara mereka berlatih, namun seseorang yang melatih mereka.
Ya, dirinya melihat Luna yang membantu mereka berlatih. Dirinya terkejut, melihat Luna berada di dojo tempat dirinya berlatih dulu.
'Apakah dia adik juniorku di sini?'
Yudi yang melihat Marcel fokus dengan Luna yang sedang mengajar tersenyum kecil. Dirinya mengingat masa lalu, di mana anak didiknya ini masih bisa tersenyum. Bukan seperti yang ia lihat saat ini. Meskipun tak pernah bertemu, dirinya masih mampu melihat dirinya melalui berita. Terlihat sama namun berbeda, itulah yang ia lihat dari anak didik kesayangannya ini.
"Kau ternyata mampu mengenali gadis kecil yang kau berikan bunga ya?" gurau Yudi
Marcel menatap gurunya, "Apa maksud guru?" Dirinya bingung dengan perkataan gurunya.
"Kau lupa dengan gadis kecil yang berkuncir dua dan kau memberikan gadis kecil itu sebuah bunga yang kau petik di halaman ini," Yudi menceritakan singkat mengenai masa lalu. Namun melihat Marcel yang hanya diam saja, kemungkinan Marcel sudah melupakan kejadian itu.
"Ya, saat itu kau masih kecil. Saat itu kau berusia 12 tahun dan Luna berusia 6 tahun, tentu saja pasti kalian sudah melupakannya," Yudi memandang ke depan, mengenang masa lalu.
Marcel terdiam, kemudian melihat ke arah Luna. Dirinya ingat, dulu memang pernah memberikan sebuah bunga rumput kepada gadis kecil. Gadis itu yang membuatnya semangat berlatih di dojo ini.
'Gadis kecil itu, Luna?'
"Kau, saat itu begitu malas berlatih. Namun, setelah bertemu Luna, kau jadi semangat bahkan berlatih dengan sangat keras,"
"Karena gadis itu berkata bahwa anak laki-laki yang bisa karate adalah anak yang keren, guru." Marcel mengungkapkan rahasia dirinya. Rahasia yang membuatnya semangat berlatih karate di dojo ini.
"Jadi begitu, ya!" Yudi sudah menduganya. Namun, entah kenapa dirinya merasa bahwa Luna dan Marcel seperti terikat akan takdir.
...****************...
Kantor P&LuBel
Marcel masih merasa tak percaya bahwa dirinya begitu terhubung dengan Luna. Luna kecil memberikan dirinya semangat berlatih karate saat mamanya sendiri tak mendukungnya. dan Luna yang sama memberikan semangat saat dirinya putus asa karena tak ada yang menyayanginya dengan tulus saat dirinya buta.
Mengingat Luna, membuat Marcel merasa hidupnya begitu manis. Setiap dirinya mengingat aroma mawar, Marcel akan teringat dengan Luna. Baginya Luna adalah bunga mawar, bunga yang begitu indah baginya.
Sean yang melihat bosnya merasa bahagia, dirinya tersenyum dengan tulus. Dirinya mengingat saat pertama kali bertemu dengannya. Tak ada senyum, tak ada tawa. Hidupnya begitu datar dan monoton.
Namun, akhir-akhir ini dapat dilihatnya sebuah senyum yang terpatri, senyum yang tak pernah ia lihat. Bekerja dengannya saat perusahaan ini masih belum sebesar saat ini. Membuatnya hampir tau seluk beluk kehidupan bosnya.
"Sean, bisakah kau mencari tau dimana tempat Luna magang?"
"Tentu, tuan. Akan saya carikan untuk anda,"
Sean segera pergi dan mencari informasi yang diinginkan tuannya.
"Aku tak sabar menjadikanmu milikku, Luna," ujar Marcel sambil membelai helaian kelopak bunga mawar seolah-olah sedang membelai lembut wajah Luna.
...****************...
Langit sore hari ini begitu cantik. Suhu udara yang dingin dengan angin berhembus dengan kencang, membuat suasana sangatlah cocok bermalas-malasan di tempat tidur.
Begitulah yang dilakukan Luna untuk menghabiskan waktu untuk hari ini.
Di bawah selimut hangatnya, di temani sepiring kue dan secangkir coklat hangat. Luna menghabiskan waktu di tempat tidur dengan TV yang menyiarkan sebuah kartun kesukaannya.
"LUNAA...!"
Terdengar suara teriakan yang begitu kencang dari luar kamarnya. Luna sangat yakin bahwa itu suara milik sepupunya yang baru saja datang
BRAKK....!
Pintu kamar Luna terbuka dengan kerasnya. Terpampanglah sosok yang baru saja membuka pintu dengan kencang itu.
Karina Harziva Janendra, putri dari kakak ibunya yang bernama Julia Amara. Karina terkenal dengan keceriaannya. Meskipun Luna juga termasuk anak periang, maka Karina anak yang terlalu periang.
"Rina, bisakah kau membuka pintu dengan lebih lembut."
"Hehehe, sorry!"
Luna hanya bisa menghela nafasnya melihat tingkah Karina yang tak pernah berubah. Sejak dulu, saat dirinya berkunjung akan selalu seperti ini. Masuk dengan cara mendobrak pintu dan langsung meloncat ke kasur miliknya.
"Emang paling enak itu kamarnya Luna," Karina memeluk guling yang ada di kamar Luna dan memejamkan matanya.
"Rina, pergi ke kamar mandi duku baru ke kasur!" Luna sangat kesal dengan tingkah Karina yang seperti ini. Dengan cepat menarik Karina untuk bangun dan mendorongnya ke kamar mandi.
"Hufft... lelah sekali," Luna merasa energi terkuras melihat sikap Karina yang energinya tak ada habisnya.
"Luna, bagaimana kuliahmu sekarang?" Karina yang baru saja selesai membersihkan diri, langsung duduk di samping Luna yang sedang duduk di sofa kamarnya.
"Ya begitu, memang kenapa?"
"Kau ini, sebagai kakak yang baik tentu saja aku menanyakan kabar adikku tercinta," Karina mencubit pipi chubby milik Luna karena merasa gemas.
Luna yang kesal karena merasakan sakit di pipinya, melototkan matanya dan menatap Karina dengan kesal.
Menyadari emosi milik Luna, Karina melepaskan tangannya dan duduk diam di samping Luna.
"Sebenernya gue ke sini ada pekerjaan buat lo," Karina menyesap minumannya yang sudah disajikan oleh Luna.
Luna diam, dirinya ingin tau apa yang diinginkan kakak sepupunya saat ini. Apalagi saat kakak sepupunya ini memberikan dirinya sebuah tugas.
"Tolong bantu gue desain kantor kafe gue. Gue tau selama ini juga lo selalu bantu Om Theo, kan?"
Luna menaikkan satu alisnya, dirinya merasa bingung.
'Darimana dia tau?' batin Luna
"Kak, maaf aja nih. Luna ini belajar desain busana bukan bangunan," Luna menyesap minuman coklat hangatnya dengan anggun.
"Dan kau pikir kakakmu ini tidak tau kau selalu membantu Om Theo saat mendesain interior ruangan," balas Karina dengan cepat
"Ayolah! Bantu kafe baru kakak, ya?" Karina memohon agar Luna luluh dan mau membantunya. Dirinya tau selera Luna itu sangatlah tinggi. Dapat dilihat dengan penataan di kamarnya saat ini. Begitu cantik dan elegan.
"Baiklah, kakak serahkan detailnya. Biar nanti Luna bantu,"
"Ah...! Luna memang yang terbaik," Karina memeluk Luna dengan erat. Kemudian mereka berpelukan dan tertawa bersama.
Jangan lupa follback dan saling dukung ya.
mmpir punyaku juga kakk😻😻