Seorang perempuan bernama Zainab Rahayu Fadillah memutuskan menikah dengan seorang pria bernama Hasan Bahri. Dia menerima pinangan itu, dikarenakan keluarga sang suami adalah keluarga dari turunan turunan seorang tuan guru di sebuah kota.
Zainab dan keluarga, jika mereka adalah dari keturunan baik, maka sikapnya juga akan baik. Namun kenyataannya bertolak belakang. Dunia telah menghukum Zainab dalam sebuah pernikahan yang penuh neraka.
Tidak seperti yang mereka pikirkan, justru suami selalu membuat huru hara. Mereka hampir setiap hari bertengkar. Zainab selalu dipandang rendah oleh keluarga suami. Suami tidak mau bekerja, kerjanya makan tidur dirumah. Namun penderitaan itu belum selesai, adik ipar dan juga ponakannya juga sering numpang makan di rumah mereka, tanpa mau membantu dari segi uang dan tenaga. Zainab harus berjuang sendiri mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miftahur Rahmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Utamakan ketenangan, jangan ego
“Ummi, lapar...” Fatur merengek duduk disamping sang ibu.
Mel juga duduk disamping dan ibu. Ia juga merengek karena lapar.
“Ini, sebentar lagi nasinya akan masak...” ujar Zainab menghela napas lelah.
Dalam diam, Zainab mengeluh. Sampai kapan kehidupannya begini.
Ia harus melihat kedua anak-anaknya kelaparan dan terus makan bubur. Selang beberapa menit, bubur yang dibuat Zainab telah siap. Fatur dan Mel duduk bersila diatas tikar anyaman.
Saat melihat sang ibu menyendok bubur, keduanya serentak menghela napas. Mereka sudah bosan makan bubur, tapi hanya itulah yang ada dirumah mereka.
Keduanya tidak berani protes pada sang ibu, memberitahu jika mereka sudah bosan makan bubur.
“Enak, Ummi...” ucap Fatur dengan wajah berseri, dengan suara bergetar.
“Ya, enak...” tambah Mel, mengikuti abangnya. Ingin sekali keduanya tidak memakan bubur itu, tapi perut mereka sudah lapar.
Zainab hanya mengelus kepala sang anak, dan tersenyum. Tidak lama kemudian, Hasan pulang.
“Panas...” Hasan masuk kedalam rumah mengeluh kepanasan, habis dari luar. Ia mengibas-ngibaskan kausnya.
“Capek...” keluhnya lagi.
“Abang, yuk makan...” ajak Zainab menyendok bubur kemulutnya.
“Saya tadi sudah makan di rumah Kakak Imah...” jawabnya dengan tanpa bersalah dan memikirkan perasaan sang istri.
Ia enak-enak makan dirumah Kakaknya, anak dan istrinya malah makan bubur. Kejadian ini sering kali terjadi dirumah itu. Saat dirumah terlambat memasak karena tidak ada beras, ia akan makan dirumah saudaranya.
Terkadang kalau bawa pulang lauk, lauknya pasti berjumlah 3 ekor, sedangkan dirumah itu ada empat orang.
Begitulah nasib Zainab, memang tidak pernah dianggap ada oleh keluarga suaminya.
Zainab hanya menghela napas saat mendengar kata sang suami. Hasan langsung merebahkan tubuhnya pada tikar anyaman, pada tempat tidur.
Sedangkan Fatur, dan Mel, setelah makan keduanya segera bermain dengan teman-temannya.
Hari itu, Fatur main gambar- gambaran sama teman-temannya. Cukup lama Fatur main dengan teman-temannya, namun hanya beberapa kali ia menang, dan berakhir gambar-gambarannya habis.
Ia sedih sekali, karena nggak bisa menang. Namun ia memang selalu tidak pernah menang dalam permainan apapun.
Akhirnya ia duduk termenung didepan rumah sang nenek. Dihadapannya ia melihat banyak teman-temannya yang sedang bermain gambar-gambaran. Fatur kembali menciptakan dunia khayalnya.
Disana ia selalu menang. Disana ia selalu disayang dan hidup bahagia dengan keluarganya.
Dunia khayalnya Fatur sangat bahagia, bahkan tidak memiliki kekurangan sedikit pun, namun didunia nyata ia adalah seorang Fatur yang memendam segela kesedihannya sendiri.
Saat malam telah tiba, keluarga itu makan dengan nasi berlauk ikan asin. Sore tadi, Mel pergi main kerumah nenek orang tuanya ibunya, dan ia pulang dikasi beras oleh sang nenek.
Mel sangat senang, ia membawa sekantong beras itu dengan rasa bahagia. Sesekali ia melompat dengan kegirangan. Sesampainya dirumah, ia memamerkan beras yang ia dapat pada sang ibu.
Zainab tersenyum bahagia. Ia senang anaknya membawa beras, bisa untuk dimasak untuk malam nanti. Ikan asin didapat dari tetangga yang baru saja pulang dari kelaut, ia memberikan sedikit ikan asin pada Zainab.
Zainab menerima dengan tangan bergetar. Seharian hanya bubur saja yang masuk kedalam perut. Sedangkan ia sangat sibuk seharian bekerja. Mengurusi rumah dan juga membelah pinang disamping rumah.
“Terima kasih...” ujar Zainab tersenyum.
“Sama-sama...” ucap pria itu, lalu berjalan meninggalkan Zainab.
Zainab bukannya tidak mau meminta kepada ibunya, namun ia terlalu malu melakukannya, apalagi sang suami suka bercakap kasar pada keluarganya dan sering memaki keluarganya.
“Dikasi nenek Ummi...” ujar Mel dengan wajah sumringah, pada siang itu.
Zainab mengambil beras itu dengan pelan.
“Dimana abang Fatur, Mi?” tanya Mel melihat disekitar rumahnya, tidak melihat abangnya.
“Mungkin main kerumah nenek Minah...” ucap Zainab memeluk Mel dengan sayang.
“Mel, mau kerumah nenek Minah ya Mi...” Zainab hanya menganguk.
Mel segera berlari kerumah nenek, ibu ayahnya. Disana ia melihat sang abang duduk termenung di depan rumah sang nenek. Air matanya mengenang. Mel segera mendekati sang abang.
“Abang kenapa?” tanya Mel pada sang abang duduk disamping abangnya.
“Abang, kalah terus main gambar-gambaran...” ujarnya pelan.
“Nggak apa-apa bang, nanti pasti abang akan menang. Tidak usah sedih, nanti biarkan Mel yang kalahkan mereka...” jawab Mel sumringah.
“Tapi, abang sudah tidak punya gambar-gambaran lagi...” ucap Fatur menundukkan kepalanya.
Mel tersenyum, “Ini, Mel punya... Nanti kalau Mel menang, Mel kasi abang ya...”
Seketika wajah Fatur menjadi sumringah. Keduanya, masuk kedalam rumah sang nenek. Lalu, masuk kedalam kelambu sang nenek.
Keduanya bercerita, berakhir dikasi duit oleh sang nenek. Uang yang dikasi oleh sang nenek, dibelikan gambar-gambaran oleh keduanya.
Keduanya pulang dengan wajah sumringah...
Sedangkan dirumah, sudah terdengar suara teriakan dari ibunya. Ya, ibu dan ayahnya berantem lagi.
Kali ini lebih parah dari biasanya. Mel dan Fatur segera berlari mendekati rumah.
Keduanya melihat ayahnya sudah memegang parang panjang, sedangkan sang ibu memegang kapak. Tidak tahu awal mula keduanya berantem. Fatur berteriak memanggil kakak dari ayahnya.
Mereka memanggilnya dengan sebutan makyung. Makyung itu singkatan dari kata emak atau ibu, yung itu adalah uyung, ulung, panggilan untuk anak yang paling tua.
Namun tidak ada satu pun dari keluarga ayahnya yang datang. Mendengar teriakan anaknya, bukannya kedua diam dan berhenti bertengkar, malah semakin menjadi-jadi.
Harusnya, jika memiliki pikirannya yang waras, seharusnya memikirkan malu daripada ego. Harusnya mereka sejenak bisa diam, demi ketenangan anak-anak mereka.
Namun apa yang mereka dapat? Hanya ketidak tenangan...
Setelah beberapa saat, barulah beberapa tetangga datang melerai keduanya. Itu pun keduanya masih beradu mulut. Tidak ada yang mau kalah dari keduanya.
Mel duduk disudut rumah, ia sangat takut jika melihat kedua orang tuanya bertengkar. Sedangkan Fatur menatap tajam kearah orang tuanya. Ia menahan marah dalam diam, yang sewaktu-waktu akan meledak kapan saja.
Sore itu hingga malam tiba, Zainab terus saja berbicara, terkadang menangis dan menyindir suaminya. Terkadang telinga Mel dan Fatur terasa panas, setiap kali mendengar ibunya terus saja berbicara.
Terkadang, ia juga menceritakan bagaimana susahnya ia hidup bersama ibunya, yang ia anggap pilih kasih padanya.
Zainab masih ingat pada suatu siang. Sang ibu memarahinya, lalu membiarkannya duduk dibawah, sedangkan ia bersama anak-ananya yang lain malah makan kue yang dijajakan oleh teman-teman Zainab waktu sekolah.
“Lihat ini, kami makan... Kami habiskan semuanya...” ujarnya, dengan wajah penuh amarah dan dendam pada sang anak.
Waktu itu, sang ayah sudah meninggal dunia karena baru saja operasi gagal ginjal. Namun, tidak lama setelah operasi, sang ayah malah kembali bekerja mencari ikan dilaut.
Tidak lama setelah itu, sang ayah menghembuskan napas terakhir.
Setelah kematian yang ayah, semuanya berubah. Hidup Zainab tidak seindah saat sang ayah masih hidup. Ia diperlakukan seperti anak tiri, apalagi sang ibu lebih sayang pada anak yang suka memberikanya. Sedangkan Zainab jarang memberinya setelah menikah, karena kesulitan ekonomi.
...****************...
Jangan lupa subscribe, like, komen, beri hadiah, dan vote bintang 5 ya teman-teman😘 sebelumnya, terimakasih udah mampir.
salam kenal ya, jgn lupa mampir di 'aku akan mencintaimu suamiku' 🤗🤗
aku akan datang kalo udh UP lagi 😉
jangan lupa untuk mampir juga yaaa makasihhh