Terpaksa menggantikan sang kakak untuk menikahi pria yang tidak diinginkan kakaknya. Menjalani pernikahan lebih dari 3 tahun, pernikahan yang terasa hambar, tidak pernah disentuh dan selalu mendapatkan perlakuan yang sangat dingin.
Bagaimana mungkin pasangan suami istri yang hidup satu atap dan tidak pernah berkomunikasi satu sama lain. Berbicara hanya sekedar saja dan bahkan tidak saling menyapa
Pada akhirnya Vanisa menyerah dalam pernikahannya yang merasa diabaikan yang membuatnya mengajukan permohonan perceraian.
Tetapi justru menjelang perceraian, keduanya malah semakin dekat.
Apakah setelah bertahun-tahun menikah dan pada akhirnya pasangan itu memutuskan untuk berpisah atau justru saling memperbaiki satu sama lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9 Rencana Perceraian.
Vanisa yang memang sangat menyukai anak kecil, sudah hampir 2 tahun dia menjadi guru di salah satu TK. Dia bahkan mengambil psikolog anak. Vanisa sangat nyaman melakukan pekerjaan itu dan walau tidak banyak yang menyukai pekerjaannya.
Bertemu dengan anak-anak membuatnya begitu semangat dan melupakan semua masalah yang terjadi di dalam hidupnya. Vanisa hanya menghabiskan waktunya dengan anak-anak dan setelah semua pekerjaannya selesai maka dia akan pulang.
Dia dan Arvin bukanlah pasangan suami istri pada umumnya yang sering bertemu dan sering berkomunikasi. Walau tinggal satu rumah tetapi pasangan suami istri itu pisah kamar, seperti orang asing yang hanya berbicara seperlunya dan bahkan paling panjang hanya satu paragraf saja.
Vanisa tersenyum lebar saat melihat anak-anak tersebut mengerumuni dirinya yang merebut agar Vanisa melihat hasil gambaran mereka. Hal-hal seperti itu yang sangat disenangi Vanisa dan tidak tahu bagaimana kalau benar-benar dia tidak diizinkan bekerja lagi.
Vanisa mungkin bisa menjadi stress, bagaimana tidak hal yang membuatnya bertahan saat ini hanya bisa melakukan hobinya dan berusaha melupakan bagaimana pernikahan. Tetapi tetap saja itu justru menjadi masalah bagi Lara Ibu mertuanya.
"Pelan-pelan sayang. Mis akan lihat satu-satu," ucapnya yang sedikit kesulitan menghadapi anak-anak itu.
"Mis, punya saya dulu di lihat," sahut yang satunya.
"Tidak, Mis, saya dulu,"
"Iya-iya. Mis lihat satu persatu punya kalian. Sudah ya, jangan merebut lagi," ucap Vanisa yang akhirnya membuat murid-muridnya menganggukkan kepala.
Setelah Vanisa selesai melakukan kegiatannya hari ini Vanisa yang langsung pulang. Karena mobilnya yang rusak membuat Vanisa harus menaiki Taxi untuk pulang kerumah.
Di tengah-tengah perjalanan Vanisa yang melihat keluar jendela. Gadis cantik itu mengerutkan dahinya.
"Arvin!" ucapnya yang melihat suaminya berbicara dengan seorang wanita di pinggir mobil.
Pembicaraan itu terlihat manis. Wanita itu yang terlihat asik sendiri yang tertawa-tawa sembari memukul manja lengan Arvin.
"Perselingkuhan!" ucapnya tiba-tiba.
"Pak berhenti!" titah Vanisa yang membuat supir taksi kaget yang akhirnya pak sopir harus mendadak dan untung saja Vanisa tidak menjungkal kedepan.
"Maaf, Pak!" ucap Vanisa yang merasa bersalah.
"Nona pelan-pelan kalau mau berhenti," protes supir Taxi itu.
"Maaf, Pak! Soalnya saya terburu-buru. Saya turun di sini saja!" Vanisa yang terlihat tergesa-gesa langsung mengeluarkan uang dari dompetnya dan memberikan kepada sopir taksi itu asal-asalan. Vanisa yang tidak membuang-buang waktu langsung keluar dari taxi. Supir itu hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Vanisa.
Vanisa yang masih melihat Arvin dengan wanita yang sama sekali tidak dia ketahui. Vanisa mencari tempat untuk bersembunyi di balik pohon yang ternyata membuat jarak mereka Vanisa semakin dekat dan semakin jelas melihat Arvin.
"Ini bisa aku jadikan alasan untuk perpisahan kami," ucapnya yang tiba-tiba saja memiliki ide.
Vanisa yang tidak membuang-buang waktu langsung mengambil ponselnya dan mengambil foto Arvin dan wanita itu secara diam-diam.
Foto-foto itu cukup mesra dan ditambah lagi ketika wanita itu sepertinya ingin berjalan dan tiba-tiba saja heels-nya yang tergelincir membuat Arvin dengan sigap menahan pinggang wanita itu dan sangat dekat foto yang begitu mesra diambil Vanisa.
Vanisa terus saja memotret sampai Arvin membuka pintu mobil untuk wanita itu. Arvin yang sepertinya menyadari jika ada yang mengikutinya melihat ke arah Vanisa dan Vanisa dengan cepat langsung bersembunyi.
"Untung saja aku tidak ketahuan," batinnya dengan memegang dadanya yang jantungnya berdebar begitu kencang.
Vanisa kembali mengintip dan ternyata mobil Arvin sudah berjalan.
"Syukurlah aku tidak ketahuan," ucapnya menghela nafas.
Vanisa memeriksa foto-foto yang dia ambil, "siapa wanita itu? mereka berdua tampak dekat?" Wajahnya terlihat begitu sangat penasaran.
"Sudahlah itu sama sekali tidak penting. Ini bisa aku gunakan sebagai bukti adanya perselingkuhan di dalam rumah tangga kami dan pihak pengadilan akan menerima gugatan perceraian ku. Arvin tidak akan bisa menolak. Karena sekarang dia juga sedang dalam masa pemilihan," batin Vanisa dengan membuang nafas perlahan ke depan.
***
Di rumahnya Vanisa yang berada di dalam kamar yang tampak tengkurap dengan bantal berada di bawah dadanya. Vanisa benar-benar sibuk di atas tempat tidur tersebut dengan beberapa lembar foto yang sudah dia cetak. Vanisa yang mulai menyiapkan berkas-berkas perceraiannya.
"Besok aku akan ke pengadilan dan akan mengajukan gugatan cerai padanya. Mungkin apa yang aku lakukan justru meringankan bebannya. Karena dia sama sekali tidak pernah ingin mengungkapkan siapa aku kepada publik. Dia masih mengharapkan pengantin yang sebenarnya dan terus menyembunyikan ku," ucap Vanisa yang sudah yakin dengan tindakan yang akan diambil.
"Jadi untuk apa aku tetap berada di lingkungan ini. Aku tidak ingin terus-terusan mendapatkan tekanan dari sana dan sini," ucapnya dengan menghela nafas.
Mata Vanisa melihat ke arah pintu, dia mendengar suara pintu rumahnya yang sepertinya tanda-tanda Arvin sudah pulang.
Vanisa yang buru-buru menyusun semua berkas-berkas tersebut yang sangat takut jika tiba-tiba saja Arvin datang dan padahal selama pernikahan tidak pernah sekalipun Arvin memasuki kamarnya.
Tetapi tetap saja Vanisa tidak ingin jika rencananya ketahuan dan lebih baik mencari aman saja. Vanisa menghela nafas yang sudah memasukkan semua berkas-berkas tersebut ke dalam laci.
Tok-tok-tok-tok.
Vanisa dengan cepat langsung terkejut mendengar suara pintu yang diketuk yang pasti untuk pertama kali.
"Kamu sudah tidur?" suara Arvin yang terdengar begitu berat.
"Tumben dia bertanya?" tanya Vanisa dengan dahi mengkerut.
"Keluarlah sebentar aku ingin bicara!" sahut Arvin. Vanisa masih saja sibuk dengan lamunannya.
Dia kembali dikejutkan dengan pintu kamar yang terbuka. Vanisa mendadak begitu takut yang mendorong pelan laci yang masih terbuka dan tampak menutupi laci itu dengan tubuhnya. Arvin menautkan kedua alisnya melihat istrinya tersebut yang sejak tadi tidak merespon ucapannya yang padahal masih bangun.
"Kau tidak mendengarkanku?" tanya Arvin.
"Ada apa?" tanya Vanisa sedikit gugup.
"Keluarlah!" titah Arvin dengan kepalanya mengarahkan keluar.
Vanisa membuang nafas perlahan ke depan lalu berjalan yang melewati Arvin yang sejak tadi kepala Vanisa menunduk ke bawah. Arvin yang melihat ke dalam kamar yang mungkin saja ada perasaan yang tidak enak, tetapi tanpa dia peduli yang langsung menutup pintu kamar kembali dan menyusul Vanisa.
Vanisa yang duduk di sofa dan kemudian disusul Arvin yang duduk di depannya.
"Besok pagi kamu ikut denganku ke puncak," ucap Arvin. Vanisa menatap Arvin serius.
"Jangan salah paham," sahut Arvin.
"Kakek akan berulang tahun dan akan dirayakan di puncak bersama dengan keluarga dan juga keluarga kamu akan datang. Jadi besok pagi-pagi sekali bersiaplah dan jangan membuatku menunggu," ucap Arvin mengingatkan.
"Kenapa harus besok pagi. Bukankah aku harus menyerahkan data-data perceraian itu ke pengadilan. aku tidak mungkin menggunakan pengacara untuk mengurus semua ini yang ada aku bisa ketahuan," batin Vanisa.
"Ada apa?" tanya Arvin.
"Tidak ada apa-apa?" jawab Vanisa dengan menggelengkan kepala.
"Aku hanya ingin menyampaikan itu saja. Istirahatlah," ucap Arvin.
Vanisa yang tidak merespon dan Arvin berdiri dari tempat duduknya yang terlihat memasuki area dapur.
"Aku harus menunda sampai pulang dari puncak. Mungkin saja aku akan mendapatkan bukti yang lebih banyak lagi untuk memperkuat proses perceraian ini," batin Vanisa dengan menghela nafas.
Bersambung.......
apa motifnya hingga vanisa yg di culik?
jd makin penasaran aku
ketegasan dari Vanisa 👍👍
ternyata vanisa sdh mendengar dan bisa bicara