NovelToon NovelToon
Pertemuan Dua Hati Yang Terluka

Pertemuan Dua Hati Yang Terluka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / CEO / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Kehidupan di Kantor / Romansa
Popularitas:50.4k
Nilai: 5
Nama Author: Favreaa

Kisah CEO dingin dan galak, memiliki sekretaris yang sedikit barbar, berani dan ceplas-ceplos. Mereka sering terlibat perdebatan. Tapi sama-sama pernah dikecewakan oleh pasangan masing-masing di masa lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Favreaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 31

Malam itu Alvaro membawa Elena ke salah satu cafe rooftop termewah dengan pemandangan megah kota dari lantai 56 sebuah tower. Mata Elena berbinar takjub. Dia tak pernah membayangkan dirinya akan berada di atas gedung pencakar langit, dikelilingi gemerlap lampu kota dengan desain interior yang elegan. Perpaduan warna-warna netral serta aksen emas, menciptakan suasana mewah yang tak terbantahkan. Deretan meja-meja marmer yang berkilau dikelilingi sofa-sofa beludru lembut, mempertegas kesan ekslusif. Tak sampai di situ, alunan menenangkan musik Jazz, menambah kesan romantis dan syahdu.

Alvaro meraih tangan Elena yang terasa dingin, lalu diajaknya ke salah satu meja marmer yang berkilau dengan pantulan cahaya lilin yang lembut. Dia menarik salah satu sofanya untuk diduduki Elena, sebelum diapun duduk di seberang gadis itu. Tentu saja Elena merasa tersanjung. Entah kemana perginya keangkuhan, sikap dingin dan galak dari pria ini.

Perasaan Elena menjadi campur aduk, antara bahagia dan rasa takut. Dia takut akan jatuh cita pada pria yang mendadak bersikap romantis ini. Apalagi diapun kehilangan kebar-barannya yang entah kemana perginya.

"Kamu mau pesan apa? Di sini best seller nya steak. Daging Wagyu nya sangat lembut dan lumer di mulut. Rasanya juga enak. Terus ada juga Spaghetti Aglio e Olio dengan tambahan cabe bubuk akan menambah citarasa pedas. Kamu suka pedas, kan?" Alvaro menyerahkan buku menu pada Elena.

"Anda"

"Mmm Lena, apa tidak sebaiknya kita hilangkan kata 'anda'? kedengarannya terlalu formal. Kita kan sedang berpacaran."

Semburat merah menjalari wajah putih Elena. cepat-cepat dia memalingkan wajahnya.

"Kita kan hanya pacaran bohongan, pak."

Jawab Elena setelah bisa menguasai keadaan.

"Tapi mereka tahunya beneran. Mulai sekarang, tidak ada anda, tapi kamu! Dan jika di luar kantor tidak ada pak atau bapak, panggil saja nama saya!" Ujar lelaki itu tegas.

"Tapi saya sudah terbiasa seperti-"

Alvaro lagsung menatapnya tajam.

"Iya oke, mas Alvaro, hehehe " ralatnya diakhiri kekehan.

"Itu terdengar lebih manusiawi di telinga!" keduanya kembali terkekeh.

"Saya pesankan spaghetti Aglio e Olio spicy dan steak, okay?"

Elena mengangguk.

"Mas Alvaro masih ingat saya suka pedas? Perhatian sekali." Ledek Elena. Tapi dia cukup terkejut, orang seperti Alvaro ternyata bisa mengingat apa yang disukainya.

Lelaki itu hanya tersenyum tipis. Lalu memesankan makanan dan minuman terbaik, selain 2 makanan yang disebutkannya tadi. Terlihat sekali jika Alvaro berusaha menciptakan suasana yang sempurna untuk malam ini. Elena, yang awalnya sedikit canggung, mulai merasa nyaman dengan sikap Alvaro yang tak lagi kaku, apalagi galak.

Tak berapa lama, makanan yang mereka pesan sudah datang. Dari tampilannya tentu saja sangat menggiurkan, mengundang selera makan. Semoga rasanya tidak mengecewakan, harap Elena. dan ternyata benar apa yang Alvaro katakan.

"Mas, ini sangat lezat!" Mata Elena berbinar. Mulutnya tak berhenti mengunyah.

"Syukurlah kalau kamu menyukainya. Nanti lain kali kalau kita ke sini lagi, saya akan pesankan yang lainnya yang tak kalah lezat dari ini."

Tapi Elena mengangkat satu tangannya di depan wajah Alvaro.

"Stop mas, tolong jangan ajak ngobrol dulu, saya tak ingin selera makan saya terganggu oleh obrolan kita. Kamu tahu mas, seumur hidup, baru kali ini saya merasakan makanan selezat ini. maaf kalau saya norak. Tapi memang ini kenyataannya, hehehe"

Alvaro ikut terkekeh. Dia tak terganggu dengan sikap norak Elena. dia justru senang, makanan pilihannya sangat disukai gadis itu.

Akhirnya merekapun sama-sama menikmati makanan dalam keheningan, seperti yang diminta Elena. Hingga beberapa menit kemudian, semua makanan sudah masuk ke dalam perut mereka.

Keduanya sama-sama kenyang dan sama-sama puas. selain karena lezat, mereka juga sama-sama sudah kelaparan dari tadi.

"Terimakasih, sudah mengajak saya ke sini." Kata Elena setelah pelayan membawa piring-piring kotor bekas makan mereka. Dia lalu berdiri dan melangkah lebih dekat ke dinding kaca yang bisa melihat view hingga 360 derajat.

"Cantik."

Elena menoleh, tiba-tiba Alvaro sudah berada di belakangnya.

"Baru tahu ya?" Elena mengedip-ngedipkan mata genit.

"Iya Lena, kamu memang cantik" tapi itu hanya diucapkan dalam hati Alvaro.

"Pemandangannya!" itulah yang terucap dari bibir lelaki itu, membuat Elena mencebik.

"Pemandangannya memang indah,"

Alvaro melanjutkan, suaranya lebih lembut kali ini, "tapi tidak seindah senyum kamu." Ia meraih tangan Elena, jemarinya menyentuh kulit halus Elena dengan lembut. Elena tidak menarik tangannya. Ia diam sejenak, menikmati sentuhan itu, sebelum akhirnya tersenyum tipis.

"Gombal," bisik Elena, pipinya merona. Namun, senyumnya tidak hilang.

Alvaro terkekeh pelan. "Saya serius. Kamu tahu, saya suka memperhatikan hal-hal kecil. Cara kamu tertawa, cara kamu berpikir, bahkan cara kamu makan-"

Elena memukul lengan Alvaro pelan.

"Masa sih, seorang CEO dingin dan galak bisa sampai segitunya?

"Jangan mulai lagi!" protes Alvaro, tapi matanya berbinar.

"Baiklah, baiklah," Elena mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah.

Alvaro dengan cepat meraih tangan itu.

"Tanganmu dingin." ujarnya. Lalu menggeser tubuhnya lebih dekat ke Elena dan membuka jasnya. Setelah itu disampirkan ke bahu terbuka gadis itu. Elena memang hanya mengenakan midi dress berlengan spaghetti.

Gadis dengan mata zamrud itu menoleh dan menatap sang pria sesaat, memberikan senyum manisnya dan mengucapkan terimakasih.

"Tapi saya ingin tahu, apa yang kamu pikirkan saat melihat pemandangan ini?"

Elena mengalihkan tatapnya ke pemandangan kota yang membentang di bawah mereka. Lampu-lampu kota berkelap-kelip seperti bintang-bintang di bumi.

"Saya memikirkan betapa kecilnya kita di dunia yang begitu luas ini," katanya, suaranya terdengar khusyuk. "Dan betapa tidak menyangkanya saya bisa berada di sini, bersama tuan CEO dingin dan galak, yang sudah berusaha bersikap romantis pada pacar gadungannya, hehehe"

Alvaro ikut terkekeh matanya menyipit. Dia sudah tidak marah lagi sekarang meski dikatain seperti itu. Malah sisi romantisnya kembali muncul dan menarik Elena lebih dekat, memeluknya dengan lembut.

"Saya juga beruntung, Lena. Sangat beruntung." Ia mencium puncak kepala Elena, aroma rambutnya yang harum membuatnya merasa tenang.

"Kau tahu," kata Elena setelah beberapa saat hening, suaranya masih sedikit berbisik, "saya selalu berpikir, kenapa kita selalu berdebat, bahkan hal sepele saja selalu kita perdebatkan?"

"Saya juga, padahal jika kamu ngambek dan tidak mau menyapa saya, seperti ada yang hilang di hidup saya." jawab Alvaro jujur. Suara mereka bercampur dengan lembutnya musik yang mengalun dari restoran mewah itu. "Tapi saat seperti ini, rasanya sangat damai."

Mereka berdiri lama dalam posisi yang lebih intim, menikmati keheningan yang dipenuhi dengan kehangatan dan kenyamanan. Pemandangan kota yang indah menjadi latar belakang yang sempurna untuk momen romantis mereka. Tidak ada kata-kata yang perlu diucapkan lagi, karena perasaan mereka sudah terucap dalam setiap sentuhan dan tatapan mata. Malam itu, di atas pemandangan kota yang gemerlap, cinta mereka terasa begitu nyata dan kuat. Seakan melupakan tujuan mereka yang sebenarnya, hanyalah pacaran bohongan!

***

Satu minggu setelah kejadian Rian tersiram air panas, ternyata ada sedikit bekasnya yang tak bisa hilang. Berhari-hari dia murka pada Nadia, meski istrinya itu sudah berkali-kali meminta maaf.

"Maafmu percuma. Lihat wajahku sudah seperti ini. Aku akan memaafkanmu kalau kamu bisa membiayai aku untuk operasi plastik." Selalu itu jawaban Rian disaat Nadia mengutarakan permintaan maafnya. Kalau sudah begitu, Nadia tak bisa berkata apa-apa lagi. Jangankan buat operasi plastik Rian, untuk skincare nya saja saat ini hanya bisa menggunakan kosmetik murahan.

"Terus aku harus apa? Gajiku saja lebih kecil dari gajimu. Aku kira menikah denganmu hidupku akan bahagia. Tapi nyatanya malah sebaliknya." Nadia menangis sesenggukkan. Andai saja dia tahu pernikahannya akan seperti ini, dia akan berpikir dua kali saat merebut Rian dari sepupunya.

"Bagaimana bisa bahagia, kamu tahu aku tidak pernah mencintai kamu. Aku menikahi kamu hanya karena tanggung jawab! Ngerti kamu?" jawaban yang lagi-lagi sangat menyakitkan. Tapi Nadia bisa apa? Bukan tak ingin bercerai, tapi dia tak ingin anaknya lahir ke dunia tanpa seorang ayah. Apalagi sekarang usia kandungannya sudah memasuki bulan ke 7. Seharusnya mereka mengadakan acara sukuran, tapi bagaimana bisa, Rian dan keluarganya sangat cuek.

Nadia sekarang bisa merasakan seperti apa hukum tabur tuai. Menyesal pun sudah tak ada gunanya lagi. Dia tidak menyangka kalau Rian dan keluarganya adalah orang-orang yang sangat egois.

"Lalu bagaimana dengan syukuran 7 bulanan anak kita?" Tanya Nadia masih dengan isak tangisnya, sambil mengusap-usap perut buncitnya.

"Dari mana uangnya Nadia? Belum lagi nanti biaya lahiran kamu. Sedangkan uang gajiku terkuras untuk bayar cicilan menggadai sertifikat rumah ini. Mikir kamu jangan mau enak sendiri! Sana minta biayanya sama orangtua kamu! Salah mereka kenapa ingkar janji, tidak membayarkan sisa biaya pernikahan kita."

Masalah sisa pembayaran itupun selalu diungkit berulang-ulang. Entah seperti apa sebenarnya kepribadian laki-laki itu. Untung saja Elena tidak jadi menikah dengannya.

"Kalau begitu, aku akan pergi ke rumah mama-papa. Aku menginap di sana, siapa tahu mereka mau membiayai syukuran 7 bulanan."

"Pergi saja sana, aku malah lebih senang tidak ada kamu di sini. Tidak merepotkan aku."

Air mata Nadia bertambah deras. Hatinya sudah terlalu sakit diperlakukan seperti ini terus. Belum lagi perlakuan Arum yang juga tak jauh beda dengan putranya. Andai waktu bisa diulang, Nadia tak akan iri pada Elena dan tak akan pernah menggunakan segala cara untuk merebut laki-laki ini darinya.

Dengan membawa luka di hatinya, saat itu juga Nadia pergi ke rumah orangtuanya. Dia sudah tidak tahan lagi, tapi tetap harus bertahan sampai anaknya lahir.

1
Siti Sa'adah
jatuh cinta jg boleh kok,, alvaro malh suka pakai bgt
Wiwin niasari
lanjuut thor...
Wiwin niasari
ok
Sri Endang
cuss
Karlina Darsih
sip
Sri Endang
lanjutt
Arbaati
mantap elena...
Arbaati
menarik dan makin seru
Ulfah Fafi
lanjut please...
Azwan Ramhan
lanjut
Meryrostiti Titi
pasti mamax elena
Pa Muhsid
nah kan nah kan😄😄😄 kira kira siapa yang akan jilat ludah sendiri duluan ya😏😏😏
Yong Chel
up lg..
Yong Chel
up lg..
echa purin
/Good/
inna
mantap
Azwan Ramhan
lanjut
A F I S ❀
lanjutt
Azwan Ramhan
lanjut
Siti Rahayu
up
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!