NovelToon NovelToon
Cinta 1 Atap Bareng Senior

Cinta 1 Atap Bareng Senior

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Galuh yang baru saja diterima di universitas impiannya harus menerima kenyataan bahwa ia akan tinggal di kos campur karena kesalahan administratif. Tidak tanggung-tanggung, ia harus tinggal serumah dengan seorang senior wanita bernama Saras yang terkenal akan sikap misterius dan sulit didekati.

Awalnya, kehidupan serumah terasa canggung dan serba salah bagi Galuh. Saras yang dingin tak banyak bicara, sementara Galuh selalu penasaran dengan sisi lain dari Saras. Namun seiring waktu, perlahan-lahan jarak di antara mereka mulai memudar. Percakapan kecil di dapur, momen-momen kepergok saat bangun kesiangan, hingga kebersamaan dalam perjalanan ke kampus menjadi jembatan emosional yang tak terhindarkan.

Tapi, saat Galuh mulai merasa nyaman dan merasakan sesuatu lebih dari sekadar pertemanan, rahasia masa lalu Saras mulai terungkap satu per satu. Kedekatan mereka pun diuji antara masa lalu Saras yang kelam, rasa takut untuk percaya, dan batasan status mereka sebagai penghuni kos yang sama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 35 Jejak Luka dan Nyala Harapan

Hujan sudah reda sejak pagi, namun sisa-sisanya masih membekas di udara yang dingin. Embun tipis menempel di jendela kamar kos, dan aroma tanah basah memenuhi udara. Galuh membuka matanya lebih awal dari biasanya. Entah kenapa, perasaannya campur aduk. Ada beban yang belum selesai, tapi juga ada semangat baru yang tumbuh. Seperti benih harapan yang disiram hujan semalam.

Saras masih terlelap di kamarnya. Galuh tak ingin membangunkannya. Ia tahu Saras butuh istirahat. Luka di lengannya mungkin sudah dibalut, tapi luka di dalam hatinya belum tentu sembuh.

Galuh duduk di meja belajarnya, membuka laptop, dan mulai menyusun file bukti yang dikumpulkan Saras semalam. Chat, voice note, bahkan foto-foto lama yang menunjukkan kedekatan mereka. Semuanya akan jadi bagian dari laporan yang akan ia serahkan ke Tito. Namun, sebelum itu, Galuh ingin memastikan semuanya tersimpan aman. Ia mengenkripsi file-nya dan mengunggah salinan ke cloud.

Menjelang siang, Saras bangun dengan wajah letih namun sedikit lebih tenang. Galuh menyodorkan segelas teh hangat, dan mereka duduk di meja makan kecil sambil berbincang ringan.

"Kamu yakin mau terusin ini?" tanya Saras pelan, matanya menatap ke luar jendela.

"Yakin. Kamu sendiri?" balas Galuh.

Saras diam sejenak, lalu mengangguk. "Aku nggak mau lari lagi. Aku capek jadi pengecut."

Keduanya bertukar pandang. Tidak ada yang terlalu dramatis dalam momen itu, tapi ada janji yang tidak terucap. Janji bahwa mereka akan bersama menghadapi apa pun yang terjadi.

Siangnya, Galuh menemui Tito di perpustakaan kampus. Di salah satu pojok sunyi yang jarang dilewati orang, mereka berbicara serius.

"Ini semua file-nya," ujar Galuh, menyerahkan flashdisk. "Gue udah enkripsi juga, jaga-jaga."

Tito menyambut dengan ekspresi serius. "Gue bakal terusin ke senior gue di media lokal. Tapi Gal, lo harus siap. Begitu ini tayang, semuanya bakal terbuka. Bukan cuma buat Rangga, tapi Saras juga."

Galuh mengangguk. "Gue udah siap. Kami udah siap."

Tito tersenyum tipis. "Lo cowok baik, Gal. Gue salut."

Beberapa hari kemudian, artikel tentang kekerasan yang dilakukan oleh seorang mantan mahasiswa fakultas hukum terhadap mantan pacarnya muncul di salah satu situs media mahasiswa. Meski tidak menyebutkan nama, ciri-ciri dan kasusnya sudah cukup jelas. Netizen mulai berspekulasi. Komentar-komentar membanjiri laman media sosial. Beberapa membela, tapi banyak juga yang membuka kisah lama mereka yang ternyata mengalami hal serupa dari orang yang sama.

Saras membacanya dengan tangan gemetar. Galuh memegang tangannya erat. "Kamu nggak sendiri. Lihat, banyak yang akhirnya berani bicara."

Tapi tak semua reaksi positif. Malamnya, telepon Saras kembali berdering. Nomor tak dikenal. Galuh merebut ponsel itu dan mengangkatnya.

"Dengar, kamu nyentuh dia lagi, gue pastikan semua nama kamu gue seret keluar. Gue udah punya cadangan file di mana-mana. Lo pikir dua kali sebelum bertindak," suara Galuh terdengar dingin dan tegas.

Telepon terputus.

Saras menatap Galuh dengan mata berkaca-kaca. "Terima kasih... Aku nggak nyangka kamu akan sejauh ini buat aku."

Galuh mengangkat bahu. "Aku cuma lakuin yang seharusnya dilakukan seseorang yang peduli."

Malam itu, di bawah cahaya lampu kamar kos yang redup, Saras menulis sesuatu di buku jurnalnya. Satu kalimat yang akhirnya bisa ia tulis dengan penuh keyakinan:

"Aku tidak sendiri lagi."

Dan di sampingnya, Galuh masih terjaga, memastikan bahwa untuk setiap luka yang pernah Saras derita, akan ada harapan baru yang menyertainya.

...

Sore harinya, suasana kos mulai ramai kembali. Penghuni lainnya mulai berdatangan setelah seharian aktivitas di luar. Namun, suasana di kamar Galuh dan Saras tetap tenang. Mereka memilih untuk tidak keluar malam ini. Rasanya, dunia luar terlalu bising untuk mereka yang sedang berusaha menyembuhkan luka.

Galuh menyeduh dua cangkir cokelat panas, lalu duduk di dekat jendela yang menghadap ke halaman belakang. Suara jangkrik mulai terdengar, menandakan malam yang datang dengan pelan. Saras ikut duduk di sebelahnya, membawa selimut tipis dan menyelimuti tubuh mereka berdua.

"Aku dulu suka banget sama hujan," Saras membuka percakapan. "Tapi sejak kejadian itu, aku jadi takut. Hujan selalu bikin aku teringat waktu dia... waktu Rangga..." suara Saras mulai bergetar.

Galuh tak berkata apa-apa. Ia hanya menggenggam tangan Saras, memberikan kehangatan lewat sentuhan.

"Tapi malam ini... rasanya beda. Ada kamu di sini. Ada rasa aman yang selama ini hilang," lanjut Saras pelan.

Galuh menatap wajah Saras yang menunduk. Gadis itu kuat, meskipun berkali-kali remuk. Dan keberaniannya untuk bangkit kembali adalah hal yang paling Galuh kagumi.

"Kamu tahu," kata Galuh akhirnya, "menjadi kuat itu bukan berarti nggak pernah jatuh. Tapi berani berdiri lagi setelah jatuh. Dan kamu, Saras... kamu adalah perempuan terkuat yang pernah aku temui."

Saras tak kuasa menahan air matanya. Ia bersandar di bahu Galuh, membiarkan semua emosi yang tertahan mengalir malam itu. Bukan karena sedih, tapi karena untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa benar-benar dilihat dan dipahami.

Malam terus bergulir, dan ketika akhirnya Saras tertidur di sofa kecil itu, Galuh tetap di tempatnya. Ia memandangi wajah Saras yang damai, dan di dalam hati ia bersumpah: apa pun yang terjadi nanti, ia tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti Saras lagi.

---

Keesokan harinya, suasana kampus berubah drastis. Isu tentang artikel yang diterbitkan oleh media mahasiswa menyebar seperti api. Fakultas mulai menyelidiki, dan meskipun nama pelaku belum disebutkan, semua orang mulai menerka-nerka.

Rangga terlihat datang ke kampus dengan wajah kusut. Beberapa teman menjauh, beberapa lain berbisik-bisik sambil menatapnya dengan tatapan tidak bersahabat. Di matanya ada kemarahan yang tak bisa disembunyikan.

Saat Galuh melintas di depan kantin, ia dan Rangga sempat beradu pandang. Sorot mata Rangga tajam, penuh ancaman. Tapi Galuh hanya menatap balik tanpa gentar. Ia tahu, sejak hari itu, tidak ada jalan kembali. Pertarungan mereka sudah dimulai.

Namun, Galuh tidak sendiri. Selain Saras dan Tito, beberapa mahasiswa lain mulai menghubunginya secara pribadi. Mereka mengaku punya cerita serupa. Korban-korban yang dulunya takut, sekarang mulai berbicara. Beberapa bahkan bersedia memberikan kesaksian bila kasus ini dibawa ke jalur hukum.

Di sisi lain, Saras kembali menjalani rutinitas kuliah dengan perlahan. Ia masih trauma, tapi sekarang ia punya pegangan. Ia kembali menulis, kembali aktif di kelas, dan mulai membuka diri pada teman-teman yang dulu ia jauhi.

Suatu malam, saat mereka duduk di balkon kos, Saras memeluk Galuh dari samping. Hening, tanpa kata.

"Aku tahu semuanya belum selesai," bisik Saras. "Tapi terima kasih sudah jadi rumah buat aku."

Galuh menoleh dan tersenyum. "Aku akan selalu jadi rumah buat kamu, Saras."

Malam itu, di bawah langit bertabur bintang, dua dunia yang awalnya bertabrakan perlahan mulai menyatu. Bukan karena sempurna, tapi karena mereka saling menerima dengan luka, masa lalu, dan semua kekacauan yang ada.

Dan dari sanalah harapan benar-benar tumbuh.

1
Esti Purwanti Sajidin
waaahhhhhhhh keren galuh nya,laki bgt
kalea rizuky
bagus lo ceritanya
Irhamul Fikri: Terima kasih kak
total 1 replies
kalea rizuky
Galuh witing tresno soko kulino yeee
ⁱˡˢ ᵈʸᵈᶻᵘ💻💐
ceritanya bagus👌🏻
Irhamul Fikri: terimakasih kak🙏
total 1 replies
lontongletoi
awal cerita yang bagus 💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!