NovelToon NovelToon
LINTASAN KEDUA

LINTASAN KEDUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / SPYxFAMILY / Identitas Tersembunyi / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia
Popularitas:19.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Sejak balapan berdarah itu, dunia mulai mengenal Aylin. Bukan sekadar pembalap jalanan berbakat, tapi sebagai keturunan intel legendaris yang pernah ditakuti di dunia terang dan gelap. Lelaki yang menghilang membawa rahasia besar—bukti kejahatan yang bisa meruntuhkan dua dunia sekaligus. Dan kini, hanya Aylin yang bisa membuka aksesnya.

Saat identitas Aylin terkuak, hidupnya berubah. Ia jadi target. Diburu oleh mereka yang ingin menguasai atau melenyapkannya. Dan di tengah badai itu, ia hanya bisa bergantung pada satu orang—suaminya, Akay.

Namun, bagaimana jika masa lalu keluarga Akay ternyata berperan dalam hilangnya kakek Aylin? Mampukah cinta mereka bertahan saat masa lalu yang kelam mulai menyeret mereka ke dalam lintasan berbahaya yang sama?

Aksi penuh adrenalin, intrik dunia bawah, dan cinta yang diuji.

Bersiaplah untuk menembus "LINTASAN KEDUA"—tempat di mana cinta dan bahaya berjalan beriringan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

4. Bukan Sekadar Aksesoris

Aylin menatap liontin itu tak berkedip, jantungnya berdegup kencang menunggu apa yang akan terjadi.

"Ayo... tunjukkan dirimu. Peta itu. Apapun kau."

Tapi tak ada yang terjadi. Tidak ada simbol, tidak ada garis, tidak ada pantulan bentuk di dinding atau lantai. Hanya sinar.

Hanya... sinar.

Cahaya itu perlahan meredup, kembali ke bentuk semula. Hangat. Lembut. Diam.

Aylin menunduk.

"Mungkin bukan begitu caranya. Atau mungkin... aku bukan siapa-siapa."

Ia menggenggam liontin itu erat, seolah berharap benda itu bisa bicara. Tapi liontin tetap diam.

"Atau mungkin... belum waktunya. Bukankah itu yang dia bilang? ‘Jika saatnya tiba, keturunannya akan tahu caranya.’ Tapi bagaimana aku tahu kapan saat itu tiba? Berapa banyak waktu yang harus aku habiskan hanya untuk menunggu ‘saat’ yang entah kapan datangnya?"

Ia menyeka setetes darah yang sempat menodai permukaan liontin, lalu mengembalikannya ke pouch dengan hati-hati. Napasnya berat, tapi ada seberkas tekad di sana yang belum padam.

"Kalau memang ini milik leluhurku... kalau peta itu benar-benar ada... aku akan menemukannya. Aku tidak peduli seberapa lama harus kucari."

Ia mematikan lampu meja, membiarkan cahaya bulan menggantikan peran listrik, lalu merebahkan diri. Tapi matanya tak bisa terpejam. Cahaya liontin masih berpendar samar dari dalam pouch, seolah menjanjikan sesuatu—sebuah petunjuk, atau kutukan. Aylin belum tahu.

Tapi ia akan mencari tahu.

Satu jam kemudian, pintu kamar berderit pelan. Akay berdiri di ambang pintu dengan mata yang langsung tertuju pada sosok Aylin yang tertidur lelap di atas ranjang. Wajahnya letih, tapi senyum perlahan mengembang di bibirnya.

“Aku rindu sekali padamu,” gumamnya hampir tanpa suara.

Ia melepas jas dan menggantungnya dengan tenang, lalu membuka kancing kemeja sambil melangkah ke kamar mandi. Wajah Aylin dalam tidurnya—begitu damai, begitu menenangkan—seolah menyalakan bara yang telah lama ia pendam.

Tak lama, ia keluar hanya mengenakan boxer. Langkahnya ringan tapi pasti saat mendekati ranjang. Ia membungkuk, menyentuh pipi Aylin, lalu menjatuhkan diri di sampingnya.

Aylin menggeliat. Pelan, kelopak matanya terbuka setengah. “Akay…” suaranya parau, mengabur antara kantuk dan keterkejutan. Tapi senyumnya tulus, seperti menemukan rumah setelah tersesat.

"Kapan kau pulang?" tanyanya dengan suara serak yang malah terdengar menggoda di telinga Akay.

“Baru sampai,” jawab Akay singkat, lalu menatap wajah itu dengan tatapan yang tak bisa ia sembunyikan lagi.

“Aku nyaris gila menahan rindu.”

Tanpa menunggu balasan, ia menarik tubuh Aylin ke dalam dekapannya. Sentuhannya tak terburu-buru, tapi penuh tuntutan. Setiap helai rambut, setiap tarikan napas, terasa seperti bagian dari kerinduan yang lama terpendam.

Aylin merespons, matanya kini terbuka sepenuhnya. Napasnya tertahan ketika jemari Akay menyusuri lengannya, lalu turun perlahan ke pinggangnya. Ia menggigit bibirnya pelan, mencoba menahan gejolak yang mulai menguar dari dalam dirinya.

“Aku pikir kau akan pulang besok,” bisiknya.

“Nggak tahan,” Akay menjawab di antara ciuman lembut yang ia jatuhkan di pelipis, pipi, lalu turun ke rahangnya.

Cahaya temaram dari lampu tidur membuat bayangan tubuh mereka menyatu, seperti dua siluet yang saling mengisi. Aylin mendesah pelan saat Akay menjelajahi tubuhnya seperti musafir yang menemukan oase.

Setiap sentuhan seolah ditulis dengan bahasa yang hanya mereka berdua pahami—penuh hasrat, tapi juga cinta yang tak terbantahkan.

Tangannya menggenggam lengan Akay erat saat dunia di sekeliling mereka mengabur. Saat debaran jantung menjadi satu-satunya irama yang mereka dengar.

Akay mengecup setiap jengkal tubuh Aylin penuh kerinduan dan hasrat yang menggelora.

Aylin menggelinjang pelan, jemarinya meremas seprai saat sentuhan Akay semakin dalam—mengacak-acak logikanya yang biasanya tertata.

"Akay..." Aylin hanya bisa mendesahkan nama yang telah terukir dalam hatinya itu saat ia tenggelam dalam lautan hasrat yang tak terbendung. Jemarinya mencengkram erat lengan kokoh suaminya, menggumam bahkan meneriakkan nama itu berkali-kali.

Dan sialnya hal itu malah membuat Akay semakin liar dan terbakar.

Napas Akay masih memburu saat menatap wajah istrinya yang kelelahan dalam kungkungannya.

"Kau membuatku gila," gumamnya, lalu menghujani wajah istrinya dengan ciuman. Setelah puas, ia merebahkan tubuhnya di samping Aylin.

Napas mereka masih memburu. Keringat hangat membasahi kulit, menyatu dalam keheningan malam yang hanya diisi oleh detak jantung yang belum sepenuhnya tenang. Akay memeluk Aylin dari belakang, mengusap pelan lengan wanita itu yang kini bersandar nyaman di dadanya.

“Lelah?” bisiknya, mengecup puncak kepala Aylin.

“Hm...” Aylin hanya mengangguk pelan, menikmati detik-detik tenang itu, seolah dunia bisa berhenti hanya dengan pelukan hangat dari Akay.

Dan ketika semuanya mereda, ketika napas mereka masih saling bertaut, Akay membisikkan sesuatu di telinganya.

“Kau membuatku lupa pada segalanya.”

Namun kedamaian itu retak saat mata Akay tak sengaja melirik ke arah laci. Sekilas, cahaya biru kehijauan bersinar samar dari celahnya. Hening seketika terasa menggantung.

“Sinar apa di laci itu?” tanyanya, nadanya berubah—masih tenang, tapi kini diliputi rasa penasaran.

Aylin sontak tegang, meski hanya sekejap. Ia benar-benar lupa menutup laci itu. Tapi ekspresinya cepat terkendali. Ia tersenyum lembut dan berbalik sedikit untuk menatap Akay.

"Itu? Liontin. Glow in the dark. Lucu 'kan?"

Akay menyipitkan mata, menatapnya. “Glow in the dark? Seriusan kamu beli liontin begituan?”

Aylin mengangguk pelan, menyembunyikan kegelisahan di balik tatapan tenangnya. “Aku langsung tertarik saat melihatnya. Jadi ya, aku beli aja."

Akay menatap Aylin lama, seolah ingin membaca lebih dalam dari sekadar kalimat ringan barusan. Tapi akhirnya ia hanya menarik napas dan tersenyum samar.

“Liontinmu bagus. Tapi kamu lebih bercahaya.”

Ia menarik napas dan mengecup kening Aylin.

Tak beberapa lama, Aylin telah tertidur. Napasnya tenang, membentuk irama lembut yang biasanya mampu membuat Akay ikut terlelap dalam hitungan menit. Namun malam ini berbeda.

Bahkan setelah perjalanan panjang, kelelahan fisik, dan gairah yang baru saja ia tuangkan pada tubuh wanita itu—matanya tetap terbuka. Jiwanya gelisah, seperti ada sesuatu yang belum selesai.

Pandangannya terus kembali ke arah laci. Cahaya biru kehijauan yang sempat ia lihat tadi… masih tersisa di benaknya. Samar, tapi jelas. Seolah liontin itu memanggilnya.

“Liontin glow in the dark…” gumamnya nyaris tak terdengar. Lalu, pesan masuk tanpa nama beberapa waktu lalu kembali terlintas di benaknya.

"Liontin glow in the dark adalah kuncinya."

Saat itu, ia menganggapnya hanya metafora. Tapi sekarang?

Perlahan, ia menggeser tangannya dari tubuh Aylin, berhati-hati agar tak membangunkannya. Ia duduk di tepian ranjang, membungkuk, meraih celana boxer-nya, lalu mengenakannya.

Langkahnya pelan saat mendekat ke laci. Ia membuka laci itu, dan di dalamnya, pouch beludru gelap tergeletak nyaris tak mencolok. Tapi saat ia menyentuhnya, bulu kuduknya berdiri.

Akay membuka pouch itu. Sebuah liontin kecil berbentuk bintang menggelinding ke telapak tangannya, dan tepat di tengahnya, bola kaca kecil bersinar redup—glow in the dark.

Namun sinar itu… berbeda. Bukan pantulan cahaya biasa.

Ia memiringkan kepala, menatap liontin itu dalam diam. "Ini... bukan sekadar aksesori." Napasnya melambat, seolah tubuhnya ikut menahan napas bersama pikirannya yang kini berputar liar.

“Kenapa aku belum pernah lihat desain seperti ini di pasaran?” bisiknya, sambil membolak-balik liontin itu, memerhatikan setiap ukiran kecil di sisinya. Ada simbol samar seperti tulisan kuno yang hampir tak terlihat jika tidak diperhatikan dengan seksama.

Matanya melirik ke arah Aylin—masih tertidur damai, seolah tak terganggu oleh aura aneh yang mengelilingi benda itu.

“Aku akan menanyakannya besok,” katanya lirih, lalu mengembalikan liontin itu ke tempat semula dengan hati-hati, seakan menyentuh sesuatu yang suci… atau berbahaya.

Akay meraih ponselnya dan melangkah ke balkon, membuka pintu geser dengan gerakan perlahan. Udara malam langsung menyergap kulitnya, dingin dan lembap, membawa aroma embun dan sesuatu yang tak bisa dijelaskan—entah nostalgia, entah firasat buruk.

Ia menekan nama yang sudah akrab di layar: Eagle.

Tak butuh waktu lama sebelum suara berat dari seberang menyambut.

“Ya?”

"Bagaimana perkembangan penyelidikanmu tentang liontin itu?"

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
tse
mantap ka...seru abis bab ini...puas puas puas banget banget banget...top buat kaka....lanjut kan ka...jangan ada korban nyawa dari pihak Rayyan, Neil, Andi, Zayn, Buntala, Aylin dan Akay ya ka....mereka orang2 baik.....
Mrs.Riozelino Fernandez
😳😳😳😳😳
Mrs.Riozelino Fernandez
biarawan berkorban 😔
Mrs.Riozelino Fernandez
huuuh...
untung semua data atau apa ya itu namanya simbol2 itu sudah masuk ke pikiran Aylin ya...
Mrs.Riozelino Fernandez
ternyata mereka mengikuti Aylin...
ternyata setelah dilewati Aylin dan Akay tiap ujian tidak balik seperti semula ya...jadi gampang dilewati...
Puji Hastuti
Mantab, tim yang hebat
Puji Hastuti
/Good//Good//Good//Good/
Siti Jumiati
semakin kesini semakin seru...semakin bikin dang dig dug... semakin bikin penasaran... semakin nagih... dan semakin kereeeeeeeen... semangat kak lanjut...
fri
gasss terus Thor...💪
abimasta
untung jantungku masih aman thor
Siti Jumiati
satu kata cerita kakak luar biasa, bikin deg deg kan bikin senan jantung,bikin penasaran,bikin q gk bisa tidur karena gk sabar ingin baca cerita kelanjutannya.../Heart/ kereeeeeeeen.../Good//Good//Good/
ilhmid
gila, makin epik gini
phity
mamtap thor aku suka
phity
astaga aku baca sambil teriak2....hhhh
sum mia
akhirnya bisa ngejar sampai disini lagi .
makasih kak Nana.... ceritanya bener-bener seru juga menegangkan . kita yang baca ikutan dag dig dug ser .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
durrotul aimmsh
luar biasa....kyak lg nonton film action
asih
😲😲😲😲 kakak sampai hafal nama² jenis senjata
sum mia
emang seru kak.... sangat menegangkan .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia
meski banyak jalan terjal dan banyak ujian semoga mereka tetap baik-baik saja .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
naifa Al Adlin
keren lah kak nana/Good/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!