NovelToon NovelToon
CINTA DALAM ENAM DIGIT

CINTA DALAM ENAM DIGIT

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / Mafia / CEO / Dikelilingi wanita cantik / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: reni

Aurelia Nayla, gadis pendiam yang terlihat biasa saja di mata teman-teman kampusnya, sebenarnya menyimpan misi berbahaya. Atas perintah sang ayah, ia ditugaskan untuk mendekati Leonardo—dosen muda yang terkenal dingin dan sulit disentuh. Tujuan awalnya hanya satu: membalas dendam atas kematian ibunya.

Tapi semua berubah saat Lia menyadari, kode rahasia yang ia cari tak hanya terkait kematian, tapi juga masa lalu yang jauh lebih kelam dan rumit. Apalagi ketika perasaannya mulai goyah. Antara kebencian dan cinta, antara kebenaran dan kebohongan, Lia terjebak di dunia penuh tipu daya… termasuk dari orang yang selama ini ia percaya.
Akankah Leo dan Lia tetap saling menghancurkan, atau justru saling menyelamatkan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

gambar palsu dan pelarian nyata

Jari-jari Dario menyusuri layar ponsel milik Lia. Galeri terbuka, dan matanya langsung membesar saat menemukan gambar yang selama ini ia kejar. Sebuah senyum penuh kemenangan mengembang di wajah dinginnya. Bibirnya mengulas lengkungan sinis, nyaris tak terlihat, tapi cukup menggambarkan betapa puasnya ia.

“Ah... akhirnya,” gumamnya pelan. “Akhirnya apa yang selama ini aku cari, sekarang ada di tanganku.”

Ia melirik putrinya dengan tatapan mencemooh. Matanya sempit, penuh penilaian dan kesombongan.

“Tidak menyangka, ternyata kamu bisa mendapatkannya,” lanjutnya. “Akhirnya ada gunanya juga kamu.”

Lia hanya berdiri diam. Matanya memerah, rahangnya mengeras. Jantungnya berdegup cepat, antara marah dan terluka. Ia menanti, berharap ada sedikit penghargaan dari pria yang selama ini ia panggil Papa—namun harapan itu kembali hancur.

Dario mengetuk layar ponsel, mengirimkan gambar itu ke nomornya sendiri. Setelah itu, tanpa perasaan, ia melemparkan ponsel Lia ke atas meja kayu dengan kasar.

Gedebuk!

“Sekarang kamu boleh pergi,” katanya dingin, seolah yang berdiri di depannya bukan darah daging sendiri. “Aku sudah mendapatkan apa yang aku mau. Aku tidak membutuhkanmu lagi.”

Lia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Kuku-kuku jari menancap ke telapak tangan, menahan emosi yang menggelegak di dadanya. Matanya berair, tapi ia menolak menunjukkan kelemahan. Dengan langkah cepat, ia mendekati meja, meraih ponselnya, dan langsung berjalan pergi tanpa menoleh.

Suara sepatu hak pendeknya menghentak-hentak lantai kayu, setiap langkahnya adalah dentuman kemarahan. Begitu keluar dari ruangan itu, dadanya bergetar hebat. Napasnya berat. Di balik kekuatan yang ia tunjukkan, jiwanya nyaris runtuh.

Lagi-lagi... seperti ini, pikir Lia. Aku bukan anak... aku hanya alat baginya.

Air matanya tumpah, diam-diam. Ia tak kuasa menahannya lagi. Terlalu sering disakiti, terlalu banyak luka yang belum sembuh. Dan kini semuanya mencapai batasnya.

Bayangan Leo melintas di benaknya. Sosok lelaki itu, yang anehnya selalu membuat hatinya tenang. Yang ucapannya, bahkan diamnya, menghadirkan rasa aman. Tapi... bukankah Dario bilang Leo anak dari pria yang membunuh ibunya?

Lia menggigit bibir bawahnya.

“Tidak... Leo bukan orang seperti itu,” bisiknya. “Tapi... bagaimana kalau memang benar...”

Kepalanya dipenuhi pertanyaan yang tak punya jawaban. Jantungnya sakit, bukan karena kebingungan semata, tapi karena perasaan yang makin dalam terhadap seseorang yang seharusnya ia jauhi. Perasaan yang tumbuh dari luka—dan mungkin akan membawa luka baru.

Ia menengadah ke langit-langit, mencoba menahan tangisnya yang ternyata hanya sia-sia, karena buliran air itu terus berderai melewati pipinya. “Aku harus pergi. Aku harus lepas dari ini semua.”

---

Sementara itu, Dario duduk santai di ruang kerjanya, matanya tak lepas dari gambar di ponsel. Di dalam foto itu, tertera aksara Jawa kuno yang misterius. Dario menyipitkan mata, mencoba menebak artinya. Tapi tak satu pun huruf yang ia pahami.

“Brengsek... ini bukan sekadar gambar biasa,” gumamnya.

Ia mengangkat ponsel, menghubungi seseorang. “Temui aku di kantor. Bawa ahli bahasa yang kau percaya.”

Tak butuh waktu lama, Dario tiba di tempat seorang pakar yang dikenalnya. Ia menunjukkan gambar itu dengan penuh keyakinan.

Namun reaksi sang pakar justru membuat darahnya mendidih.

“Hahaha... maaf, Pak Dario,” ujar pria paruh baya itu sambil tertawa kecil. “Gambar ini... editan. Kamu mau tahu artinya? Tidak ada artinya, karena ini buatan AI. Kombinasi huruf tanpa makna.”

Dario membeku. Dadanya naik-turun. Wajahnya berubah merah padam.

“Jangan main-main dengan aku,” desisnya, lalu maju dan mencengkeram kerah kemeja si pakar. “Tidak mungkin gambar ini palsu! Dia tidak akan berani mempermainkanku!”

Pakar itu gemetar. “Sumpah, saya tidak bohong! Saya tahu mana tulisan asli dan mana hasil editan. Ini... ini pasti rekayasa.” Wajah pria itu berubah pucat, tapi sorot matanya menunjukan tatapan yakin.

Dario melepaskannya dengan dorongan kasar. Ia berjalan cepat keluar, lalu menghubungi anak buahnya.

“Cari Lia. Sekarang juga, dan bawa dia kesini!”

Tanpa membuang waktu dan takut membuat sang tuan semakin marah, beberapa anak buah Dario langsung bergegas pergi.

Dario terus mondar-mandir, wajahnya masih terlihat merah padam. Dirinya sudah tidak sabar ingin bertemu dengan lia dan memberikan pelajaran karena sudah berani mempermainkannya.

Ponsel Dario berdering.

"Maaf tuan, Aurelia tidak ada di asrama. Saya sudah mencarinya, tapi..."

"Aku tidak perduli, yang aku mau kalian bawa dia kesini. Cari dia dimanapun keberadaanya!"

Dario memukul tembok. Napasnya memburu.

“Ternyata kamu benar-benar berani bermain denganku, Lia... Lihat saja nanti, kamu akan akan menyesali perbuatanmu.”

---

Bandara ramai sore itu, tapi dunia Lia terasa sepi. Ia berdiri sendiri, memeluk tas kecil dan mengenakan hoodie hitam. Tatapannya kosong. Ia sudah membeli tiket menuju kota lain. Ia hanya ingin pergi. Lari dari semua tekanan. Lari dari Dario. Lari dari perasaannya sendiri.

Ia melirik jam di layar ponsel. Waktu boarding tinggal sepuluh menit.

Namun saat ia melangkah menuju gerbang, dua pria bertubuh besar muncul dari arah berlawanan. Sebelum sempat bereaksi, lengan kuat menariknya dari kanan dan kiri.

“Apa—lepaskan aku!” jeritnya.

Tapi jeritannya tenggelam saat kain tebal membekap mulutnya. Lia meronta, menendang, mencoba menggigit, tapi tenaganya kalah. Ia dibawa ke mobil hitam, dilempar masuk, dan dibius.

---

Kepalanya berat saat sadar. Kelopak matanya bergerak pelan, lalu terbuka sepenuhnya. Pandangannya masih buram, tapi perlahan menjadi jelas.

Ia berbaring di atas sofa kulit cokelat tua, empuk dan mahal. Aroma kulit dan parfum ruangan yang lembut menyelimuti udara. Lia perlahan duduk, menahan pusing, dan mulai mengedarkan pandangan.

Ruangan itu... megah. Klasik, namun sangat mewah. "Aku dimana?" ucapnya pelan dengan raut wajah yang terlihat waspada.

Langit-langit tinggi dihiasi ukiran kayu jati dengan motif Jawa kuno. Lampu kristal bergantung di tengah ruangan, memancarkan cahaya hangat yang menari-nari di dinding marmer berwarna abu muda. Beberapa tiang besar menjulang ke atas, seolah menyangga atap istana.

Tirai merah marun dari beludru menutupi jendela-jendela tinggi. Di sisi kanan, ada perapian dengan bingkai marmer putih. Di atasnya, lukisan seorang pria tua berwajah keras menggantung angkuh. Meja-meja kecil dari kayu mahoni berdiri kokoh, dihiasi vas bunga mawar kering dan jam antik dari kuningan yang berdetak pelan.

Hening. Sunyi. Bahkan suara detik jam terdengar menyeramkan.

Dengan perasaan yang semakin waspada Lia berdiri perlahan. Ia menyentuh sofa, memastikan ini bukan mimpi. Matanya menyapu ruangan. Tidak ada seorangpun yang berada diruangan megah itu, hanya dirinya dengan perasaan takut yang semakin memuncak.

Pintu besar di ujung ruangan masih tertutup. Namun langkah kaki terdengar mendekat. Sepatu laki-laki. Berat dan teratur.

Lia menelan ludah. Jantungnya berdegup lebih kencang.

"Papa pasti sudah mengetahui kalau aku sudah membohonginya. Tapi apapun yang akan terjadi, aku tidak mau lagi menuruti perintahnya."

---

Like koment dong, sepi banget siih, huhuhu...

1
cowok ganteng
next gpl thor
cowok ganteng
next thor!
cowok ganteng
Next dong kak
cowok ganteng
gak sabar. next thor!
cowok ganteng
Baru donlod aplkasi ini langsung ketemu sama cerita yg mnurut gw sih seru abis. soalnya gw suka sama yg balas dendam, tegang2 tapi tetep ada romantisnya. sayang masih ongoing ya. semangat thor, jangan lama2 bikin episode barunya. gk sabar bet dah gw.
cowok ganteng
Stres banget gw kalau jdi Leo. setelah gw gituan sama cwe yg mulai gw sukai, taunya tuh cwe anak pembunuh bokapnya sendiri. gw mah bingung mau begimane. serah lu aja deh thor.
cowok ganteng
woy. belum sah
cowok ganteng
semoga next episode mereka melakukannya/Drool/
cowok ganteng
next
cowok ganteng
jalani aja Lia. gw yakin gabakal terjadi apa2 sama kamu
cowok ganteng
aku mau nganter Lia pesta ah. wkwk
cowok ganteng
Leo mulai suka tuh
cowok ganteng
Leo, orangnya m mang Dario
cowok ganteng
yahhh... Lia hati² dong
cowok ganteng
pdahl tinggal culik aja sii Leo.geledah tubuhnya. apa emang leo sekuat itu, samapi Dario gk bisa nekad?
cowok ganteng
Dario anj...
cowok ganteng
next thor!
cowok ganteng
next
cowok ganteng
capek banget jdi Lia, punya ayah macem tu
cowok ganteng
tanda apaan sih. penasaran gw
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!