NovelToon NovelToon
Can We?

Can We?

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:404
Nilai: 5
Nama Author: Flaseona

Perasaan mereka seolah terlarang, padahal untuk apa mereka bersama jika tidak bersatu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Flaseona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Can We? Episode 09.

...« Terungkapnya sesuatu »...

“Jadi ini kantor Mas?” tanya Arasya ingin tahu. Ia sibuk berkeliling di dalam ruangan Gavan. Menyentuh semua furnitur yang terlihat keren di mata Arasya.

Sedangkan Gavan tengah disibukkan oleh komputer di atas mejanya. Jarinya dengan lincah menari di atas keyboard, mengetik secara cepat seperti seorang ahlinya.

“Tapi kok bisa tetangga bilang Mas itu pengangguran?” Arasya tidak menyerah melontarkan semua kata-katanya walaupun si empu yang di ajak bicara sedang fokus pada pekerjaannya.

“Apa aku pamer aja ya, Mas? Biar mereka tahu kalau Mas itu gak pengangguran kayak yang mereka pikirin.” Monolog Arasya.

Gavan melirik Arasya, “Dek. Bisa panggil Brian di depan? Suruh dia masuk.”

Arasya menganggukkan kepalanya, kemudian berjalan ke arah pintu dan membukanya sedikit.

“Pak Brian, di panggil Mas. Disuruh masuk.” Ucap Arasya setengah malu-malu.

Arasya tidak terlalu peduli jika Gavan tidak mendengarkan ocehannya. Ia tahu betapa sibuknya pria tersebut, sehingga dirinya juga di paksa untuk ikut agar tidak sendirian di rumah.

Ruangan Brian yang untungnya berada di depan pintu Gavan memudahkan Arasya memanggil asisten itu. Brian juga langsung beranjak dari duduknya dan masuk setelah Arasya membuka pintu lebih lebar dari sebelumnya.

“Bri, data bulan kemarin belum ada. Divisi marketing tadi katanya selesai semua, tapi coba lihat ini. Amburadul. Mereka semua lagi kerja atau lagi main sebenarnya?” omel Gavan setelah Brian masuk dan berdiri di sampingnya.

Pria tersebut dengan garang mengetuk layar komputer, menyuruh sang asisten untuk melihat secara teliti.

“Maaf, Pak. Saya akan menghubungi kepala divisi marketing sekarang.” Brian segera pamit undur diri. Tidak lupa menyapa Arasya yang masih mematung di tempatnya.

“Kenapa berdiri di situ, Dek? Duduk.”

Arasya reflek menggaruk pipinya. Ia baru kali ini melihat Gavan mode bekerja. Terlihat tegas dan mengerikan. Arasya jadi membayangkan jika dirinya mempunyai bos seperti Gavan, apakah masih bisa sesantai Brian?

Jawabannya jelas tidak. Mungkin dia sudah menangis dan bergetar di tempat saking ketakutannya di amuk oleh sang bos.

“Mau tidur aja, Dek? Sini Mas pangku.”

Arasya menggelengkan kepalanya, menolak tawaran dari Gavan. Gadis tersebut lebih memilih duduk di sofa panjang dengan tenang. Tidak lagi berceloteh atau pun menyentuh barang-barang milik Gavan.

“Mas kebanyakan kerja di rumah. Kemungkinan hal itu bikin tetangga berasumsi kalau Mas pengangguran. Tapi ya gapapa, Mas juga gak terlalu mikir omongan mereka.” Ujar Gavan tiba-tiba.

Arasya menatap lurus ke depan, melihat Gavan yang berbicara sembari fokus pada komputernya lagi.

“Tadi kenapa Mas pakai mobil punya Mas Devan? Motor Mas Gavan ke mana?”

Mendengar nada suara Gavan yang kembali normal seperti biasanya, membuat Arasya berani bertanya.

“Di pakai Masmu sama Kakakmu jalan-jalan. Katanya bosen naik mobil. Ya udah Mas pinjemin, toh Mas juga lagi butuh mobilnya buat ke sini.”

Arasya mengerutkan alisnya, “emang bisa gitu, ya?”

Gavan tertawa kecil melihat reaksi yang diberikan Arasya. “Bisa.”

Percakapan mereka menjadi tertunda karena terdengar suara ketukan pintu dan dua orang menyusul masuk ke dalam.

“Pak Gavan.” Sapa perempuan asing yang berada di samping Brian.

“Duduk.” Titah Gavan. Raut dan nada suaranya berubah total. Seperti dua orang berbeda.

“Jadi?” pancing Gavan pada kepala marketing yang duduk di hadapannya ini, di pisahkan oleh sebuah meja yang berisi beberapa berkas tertumpuk.

“Maaf, Pak, atas keteledoran tim saya. Ternyata file yang diberikan tertukar.” Wanita itu menyerahkan sebuah harddisk kepada Gavan sembari melanjutkan ucapannya. “Disini semua file lengkap dari awal tahun sampai akhir tahun, Pak. Semisal ada yang Pak Gavan tidak mengerti bisa panggil saya lagi.”

Nada mendayu dari bawahan Gavan membuat mata kiri Arasya berkedut. Apa Kakaknya sedang di rayu?

Gavan menghela nafas, “lebih baik untuk tidak ada kesalahan lagi setelahnya. Waktu adalah emas. Berapa lama yang dibutuhkan Brian buat panggil kamu? Lebih dari lima menit. Jika satu detik saja sudah mendapat satu gram emas, berapa gram emas yang sudah kamu lewatkan?”

Tawa Arasya seketika pecah mendengar perumpamaan Gavan yang mendetail. Membuat gadis tersebut menjadi pusat perhatian dari tiga orang yang lebih tua.

“Sudah. Kamu boleh pergi.” Usir Gavan yang kemudian kembali fokus pada pekerjaannya. Mengecek semua data yang di rangkum oleh sang karyawan.

“Halo, Dek.” Sapa wanita itu dengan senyum yang berusaha maksimal untuk terlihat ramah. Padahal saat menginjakkan kakinya ke ruangan ini, Arasya sama sekali tidak di lihat olehnya.

“Halo, hehehe... Ibu ruangannya di mana? Jauh ya dari sini?” tanya Arasya basa-basi sembari menggali informasi.

“Iya, Dek. Ruangan Kakak ada di lantai 11. Sedangkan ruangan ini ada di lantai 15. Kamu mau ikut, Dek? Kakak ajak keliling gimana?”

Bukannya segera pergi dari ruangan Gavan, kepala divisi marketing itu malah mengobrol dengan Arasya. Sampai-sampai mengajak gadis tersebut berkeliling ke perusahaan Gavan di depan si empunya langsung. Dan juga dengan sengaja menekankan panggilan Kakak agar Arasya mencontohnya.

“Tidak perlu. Kamu boleh pergi, Bu Cika. Brian, tolong antar Bu Cika ke pintu keluar.” Perintah Gavan, hampir akan membentak jika tidak ada Arasya di sekitarnya.

Brian langsung menarik wanita yang bernama Cika itu pergi. Takut-takut akan di amuk oleh sang pemimpin jika sekali lagi membuat lelaki itu naik pitam.

“Mas galak banget.” Komentar Arasya pada Gavan.

“Dibutuhkan, Dek. Kalau gak gitu, kita sebagai pemimpin gak akan di hormati. Mereka jadi kayak main-main sama temen, cuma tempatnya di kantor.”

Penjelasan Gavan terasa masuk akal di otak Arasya, sehingga gadis tersebut mengangguk-anggukkan kepalanya.

“Tapi aku pengen keliling. 15 lantai itu tinggi banget dong, ya? Mas Gavan juga ikut bangun gedung ini?”

Pertanyaan yang polos itu berhasil mengundang tawa dari Gavan. “Bisa di bilang, kantor ini yang buat desainnya itu Mas. Tapi kalau bangunnya sampai jadi gedung kantor gini ya ada pekerjanya sendiri, Dek. Mas cuma sesekali pantau aja.”

“Jadi Mas banyak uang dong?” Arasya sudah tidak lagi berbasa-basi. Biasanya ia harus mencari alasan agar Gavan tidak membelikannya barang apapun mengingat Gavan adalah pengangguran. Tetapi sekarang untuk apa?

“Cukup buat jajan Adek sehari-hari. Udah laper apa gimana, Dek? Mau makan ke kantin kantor?”

Ajakan Gavan menghasilkan binar semangat dari mata Arasya. Gadis itu segera mengangguk brutal menerima tawaran tersebut. “Hehehehe, mau!”

“Oke, lima menit lagi. Biar Mas dapat ganti emas yang hilang gara-gara nunggu orang tadi.”

Bergantian sekarang Arasya yang tertawa, merasa semakin lucu karena Gavan terasa seperti bersungguh-sungguh dengan perumpamaannya.

...« Terima kasih sudah membaca »...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!