Persahabatan Audi, Rani dan Bimo terjalin begitu kuat bahkan hingga Rani menikah dengan Bimo, sampai akhirnya ketika Rani hamil besar ia mengalami kecelakaan yang membuat nyawanya tak tertolong tapi bayinya bisa diselamatkan.
Beberapa bulan berlalu, anak itu tumbuh tanpa sosok ibu, Mertua Bimo—Ibu Rani akhirnya meminta Audi untuk menikah dengan Bimo untuk menjadi ibu pengganti.
Tapi bagaimana jadinya jika setelah pernikahan itu, Bimo tidak sekalipun ingin menyentuh, bersikap lembut dan berbicara panjang dengannya seperti saat mereka bersahabat dulu, bahkan Audi diperlakukan sebagai pembantu di kamar terpisah, sampai akhirnya Audi merasa tidak tahan lagi, apakah yang akan dia lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tujuh
Setelah merasa Ghita telah terlelap, Audi keluar dari kamar. Dia tersenyum dengan Mama Susi. Gadis itu mengambil tas miliknya yang tadi diletakan di sofa. Sepertinya dia ingin pamit pulang.
"Tante, aku pulang dulu. Ghita sudah tidur. Jika butuh bantuanku lagi, tinggal telepon aja," ucap Audi. Gadis itu lalu menyalami Mama Susi dan mencium tangannya.
"Terima kasih, Audi. Maaf jika selalu saja merepotkan kamu. Tante tak tau lagi mau minta tolong siapa, hanya kamu yang bisa buat Ghita tenang. Kamu seperti ibu baginya," balas Mama Susi.
"Aku tak merasa direpotkan, Tante. Aku menyayangi Ghita. Jadi bagiku menyenangkan saja saat bersamanya," jawab Audi.
Gadis itu bicara sambil menunduk. Sepertinya takut menatap wajah Bimo.
Bimo yang dari tadi mencuri pandang, tampak menarik napas berat. Seperti ada beban yang sedang dipikul. Dia beberapa terdengar menghela napasnya.
"Aku ingin bicara denganmu. Apa bisa kita bertemu di kafe X besok malam jam tujuh!" seru Bimo dengan suara datar. Setelah mengucapkan itu terdengar tarikan napas lega dari Bimo. Seperti baru saja melepaskan beban hidup yang sangat berat.
"Boleh, besok aku tunggu di sana sepulang kerja. Aku pamit dulu," ucap Audi sedikit canggung.
Padahal dulunya, Audi dan Bimo sangat akrab. Sejak mereka duduk di Sekolah Menengah Pertama. Masuk kejenjang lebih tinggi mereka masih sangat akrab. Hingga lulus Sekolah Menengah Atas. Kuliah di fakultas yang sama, mereka akhirnya berkenalan dengan Rani.
Mereka akrab bertiga, hingga Rani meminta bantuan Audi untuk mendekatkan dirinya dengan Bimo. Sahabatnya itu mengatakan sangat mencintai Rani.
Audi lalu mengatakan hal itu pada Bimo. Mereka berdua akhirnya jadian. Sejak keduanya pacaran itulah, hubungan mereka agak renggang. Audi tak mau menjadi pengganggu saat mereka kencan sehingga memilih jalan sendiri. Akrab lagi sejak mereka memutuskan menikah.
**
Setelah jam pulang kantor, Audi tampak gelisah. Dia penasaran dengan apa yang akan Bimo katakan. Kenapa sahabatnya itu mau menemuinya.
Audi masuk ke kamar mandi. Berdandan sedikit. Dia memang sedikit tomboy. Sejak bekerja baru dia bisa sedikit berdandan. Dia ingat Bimo pernah berkata, "Bagaimana cowok mau suka denganmu, melihat lenganmu yang kekar saja mereka takut. Tak ada seorang pria pun yang mau pacaran denganmu. Bedakin wajahmu sedikit, seperti Rani. Dia wanita sesungguhnya yang diimpikan semua cowok!" seru Bimo.
Walau mereka sering bercanda, kata-kata itu selalu ingat di dalam pikirannya. Dalam hati Audi berkata, apa dia begitu jeleknya sehingga Bimo mengatakan jika tak ada satu pria pun yang mau dengannya.
Audi kembali mematut dirinya di cermin. Rasanya tak ada yang salah pada dirinya. Kenapa Bimo selalu meledeknya dan mengatakan dirinya jelek dan jauh berbeda dari Rani. Diakui, Rani memang suka dandan. Setelah mandi, dia bisa berdandan satu jam.
"Kenapa aku memikirkan ucapan Bimo. Aku yakin jika suatu hari nanti akan ada seorang pria yang mau menerima aku apa adanya," gumam Audi pada dirinya sendiri.
Setelah berdandan sedikit, Audi lalu keluar. Dia mengendarai sepeda motor menuju kafe yang dijanjikan. Kafe itu terletak tak jauh dari kantornya sehingga tak membutuhkan waktu lama sampai ke sana.
Audi masuk ke kafe dan mengitari sekeliling ruangan mencari keberadaan Bimo. Sepertinya pria itu belum sampai. Tak ada bayangan dirinya dalam kafe.
Dengan langkah pelan, Audi berjalan menuju ke ruang VIP. Dia tahu persis kalau Bimo tak suka keramaian apa lagi jika ada yang akan dia ungkapkan. Gadis itu memilih duduk setelah memesan minuman. Dia membuka ponselnya dan melihat kembali foto saat dia dan Bimo waktu SMA, sebelum mengenal Rani.
"Dulu kamu tak akan membiarkan pria manapun menyakiti hatimu, Bimo. Kamu akan menjadi garda terdepan bagiku. Tapi semenjak kehadiran Rani, semua perhatian itu pindah ke dia. Aku tak iri. Aku juga tak sakit hati. Aku bahagia melihat kamu yang selalu tersenyum jika berada di dekatnya. Tapi, jika mau jujur, sejak kamu dan Rani memutuskan berpacaran, aku sangat kehilangan kamu," gumam Audi dengan dirinya sendiri.
Audi kembali melihat foto saat mereka lulus Sekolah Menengah Atas. Mereka tampak sangat bahagia.
"Dulu kau tak akan membiarkan pria manapun menyakiti hatiku. Tapi saat ini justru kau yang menyakiti hatiku, kau yang memberikan luka itu. Puluhan tahun kau mengenalku, apa kau tak juga paham pribadiku, Bimo. Aku tak mungkin dengan sengaja membuat kecelakaan itu terjadi. Membunuh semut aja aku masih berpikir, tapi dengan lantangnya kau menuduh aku pembu'nuh Rani. Jika saja aku tak berjanji untuk menjaga putri kalian, pasti aku tak akan mau menginjak rumahmu," ucap Audi pada dirinya sendiri.
Air mata tanpa bisa di cegah jatuh membasahi pipinya. Dia tak menyangka orang yang dia anggap paling mengerti dirinya ternyata dengan teganya menuduh sesuatu yang tak mungkin dia lakukan.
Saat Audi menghapus air matanya, tanpa dia sadari kalau Bimo telah berdiri di samping gadis itu. Pria itu tampak menarik napas beberapa kali saat melihat sahabatnya menangis dengan terisak.
"Apa yang kau tangisi?" tanya Bimo akhirnya. Audi cukup terkejut mendengar suara pria itu. Dia langsung menoleh dan mencoba tersenyum.
"Siapa yang menangis. Mataku tadi kelilipan," jawab Audi berbohong.
"Kau tak berbakat berbohong. Seperti aku baru mengenalmu saja," ucap Bimo selanjutnya. Dia lalu memilih duduk di hadapan gadis itu. Audi tak menjawab lagi ucapan sahabatnya itu. Dia kembali menunduk.
"Aku minta maaf ...," ucap Bimo.
"Untuk apa ...?" tanya Audi. Dia ingin tahu bagian mana yang membuat Bimo mau minta maaf.
"Minta maaf karena beberapa waktu ini aku tak bertegur sapa," ucap Bimo.
Audi menarik napas. Dia pikir Bimo akan meminta maaf karena menuduh dirinya penyebab kematian Rani. Meminta maaf karena menuduhnya seorang pembu'nuh, tapi ternyata dugaannya salah. Bimo hanya minta maaf karena tak menegurnya.
"Audi, apa kamu tak merasa bersalah atas kepergian Rani?" tanya Bimo.
Pertanyaan Bimo membuat Audi mengangkat wajah dan menatap intens sahabatnya itu. Dia tersenyum sinis mendengar ucapan pria itu.
"Kau pikir hatiku terbuat dari batu. Tentu saja aku merasa bersalah, walau bukan aku penyebab semua ini. Aku bersamanya saat kecelakaan, itu sudah pasti membuat aku merasa bersalah. Dan aku membuat trauma tersendiri bagiku!" seru Audi.
"Jika kau memang merasa bersalah atas kepergian Rani, aku mau memintamu menggantikan dirinya sebagai ibu sambung buat Ghita. Dia sepertinya sangat nyaman jika berada di dekatmu," ujar Bimo lagi.
"Aku tak mengerti apa maksud ucapanmu!" seru Audi.
"Aku ingin melamar'mu. Maukah kau menjadi istriku dan ibu bagi Ghita?" tanya Bimo. Audi tampak terkejut mendengar pertanyaan Bimo yang spontan itu. Dia terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Apakah menerima atau menolaknya.
dri kue brownis lngsung turun ke hati .../Facepalm//Facepalm//Kiss/
Bu Dewi seperti bisa jadi mama mertua yang baik untuk menantunya... Dan Daniel juga tipe suami yang hangat untuk keluarga nya...
😆😆😆😆
selamat bahagia ya Bimo karena telah membuang batu berlian untuk Daniel...