NovelToon NovelToon
Endless Legacy

Endless Legacy

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Cinta Beda Dunia / Teen School/College / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Elf
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Rivelle

Kathleen tidak pernah menyangka bahwa rasa penasaran bisa menyeret hidupnya ke dalam bahaya besar!

Semua berawal dari kehadiran seorang cowok misterius di kelas barunya yang bernama William Anderson. Will memang selalu terkesan cuek, dingin, dan suka menyendiri. Namun, ia tidak sadar kalau sikap antisosialnya yang justru telah menarik perhatian dan membuat gadis itu terlanjur jatuh hati padanya.

Hingga suatu hari, rentetan peristiwa menakutkan pun mulai datang ketika Kathleen tak sengaja mengetahui rahasia siapa William sebenarnya.

Terjebak dalam rantai takdir yang mengerikan, membuat mereka berdua harus siap terlibat dalam pertarungan sesungguhnya. Tidak ada yang dapat mereka lakukan lagi, selain mengakhiri semua mimpi buruk ini sebelum terlambat!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rivelle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

06 - Tipe cowok ideal?

Begitu tiba di trotoar depan sekolah, aku pun cepat-cepat melompat turun dari bus dan berjalan mendahuluinya masuk ke dalam kelas. Terserah. Dia mau menganggapku gadis aneh, absurd, atau apapun itu. Aku tidak peduli. Harga diriku jauh lebih penting sekarang.

Di dekat area loker-loker siswa tingkat senior kulihat Chloris dan Rowena tengah mengobrol sesuatu sambil tertawa terbahak-bahak. Entah lelucon konyol apa yang sedang mereka bicarakan kali ini.

“Yuhu! Howdy, Jill!” sapa Chloris seraya beralih menghalangi Jillian yang baru keluar dari gedung teater.

“Oh, Jilly ... ke mana saja kau dari kemarin? Aku benar-benar merindukanmu,” sambung Rowena sambil berpura-pura memasang tampang melankolis. Seringaian jail mencuat di sudut bibirnya.

“Sayang sekali kita sudah tidak sekelas lagi sekarang. Tapi, kau tenang saja, Jillian. Kita masih tetap bisa bertemu dan bersenang-senang bersama setiap hari. Is that right, Babe?”

“Yeah, of course!” sorak Rowena.

Terkadang, aku sering kali merasa kasihan dengan Jillian. Ia sudah menjadi bulan-bulanan Chloris dan kedua temannya itu sejak tahun pertamanya masuk ke high school. Aku tidak bisa banyak membantu karena Jillian juga tampaknya patuh pada mereka bertiga. Sebetulnya, ia bisa saja melawan, tetapi entah mengapa ia tidak pernah berani melakukannya.

Maggie tak lama kemudian datang menyusul sembari membawa dua kaleng cat minyak yang disembunyikan di belakang tangannya. Kelihatannya Jillian masih belum sadar dengan apa yang akan dilakukan oleh Chloris and the gank itu terhadap dirinya. Kali ini aku tidak mungkin diam saja karena lelucon mereka sudah di luar batas, alias sangat keterlaluan.

Maggie lalu beringsut mundur ke belakang Jillian, memberi kode pada Chloris dan Rowena kalau ia akan segera menumpahkan cat yang dibawanya ke gadis itu.

“One ... two ... three!”

Aku segera berlari untuk menarik Jillian dari sana. Namun, apalah dayaku yang masih kurang beruntung.

Byur!

Dua kaleng cat minyak yang awalnya ditujukan pada Jillian tersebut sekarang malah tumpah melumuri sekujur tubuhku. Bau tajam yang tidak sedap pun seketika menyeruak di udara.

“Hei, kau ini punya masalah apa, sih?” Maggie memelototiku sambil bertolak pinggang sementara Rowena langsung menutup hidungnya dengan gerakan mau muntah.

“Ew! Lihat dia. Bau sekali.”

Chloris ikut mendengkus sinis. “Dasar pengacau! Come on, Guys. Let's get out of here!” sambungnya dengan suara yang manja jelita. Mereka bertiga langsung menyingkir dari sana sambil menatapku dengan sorot jijik.

Sial. Aku betul-betul ingin mendorong ketiga manusia menyebalkan itu hingga tersungkur-kalau perlu sampai masuk ke dalam tanah.

“Kathleen, kau tidak apa-apa?” Jillian mengeluarkan sapu tangan dari sakunya dan berusaha membantu membersihkan pakaianku. “Aku sungguh minta maaf. Ini semua salahku. Pakaianmu malah jadi kotor begini gara-gara kau menolongku ....”

“Tak apa, Jill. Ini bukan salahmu,” kataku sambil tersenyum tipis. “Hm, kalau boleh kusarankan ... harusnya kau jangan diam saja jika diperlakukan seperti itu. Mereka memang golongan anak populer, tapi bukan berarti mereka bisa memperlakukanmu dengan seenaknya.”

Jillian menganggukkan kepala dan menunduk sedih. “Ya, yang kau katakan barusan memang benar. Terima kasih banyak, Kathleen.”

“Sama-sama.”

“Sebagai wujud permintaan maaf dariku, bagaimana kalau aku saja yang mencuci pakaianmu?”

“Ah, tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri.”

“Kau serius?” tanyanya meyakinkan.

“Yeah, tidak masalah.”

“Kalau begitu biar aku yang nanti akan membersihkan lantainya. Lebih baik, sekarang kau segera cuci pakaianmu dengan air panas. Setahuku itu bisa membuatnya jadi lebih mudah bersih.”

“Baiklah,” balasku mengerti. Walaupun harus tertimpa musibah lain lagi, bisa membantu Jillian terhindar dari keisengan cewek-cewek resek itu membuat perasaanku lebih lega.

Aku pergi menuju loker, mengambil baju ganti dan mencuci pakaian kotor di wastafel toilet. Nodanya memang agak susah hilang karena mengandung banyak minyak.

Selagi menggosok bagian lengan jaket yang terkena tumpahan cat tadi, aku merasakan ada sesuatu yang janggal-seperti, telah melupakan sebuah hal penting. Aku berhenti sebentar untuk berpikir dan mendadak panik waktu teringat tidak membawa jaket cadangan lagi. Gawat! Bisa mati kedinginan aku nanti.

Sehabis selesai mencuci dan meratapi bagaimana nasibku hari ini, aku berjalan menuju koridor gedung utama. Tanganku ngilu dan kakiku tak henti-hentinya gemetar akibat kedinginan, padahal sudah tiga lapis baju yang kukenakan. Namun, tetap saja. Embusan angin yang menerpa serasa menusuk sampai ke dalam tulang.

Aku terkejut dan spontan menoleh ke belakang ketika ada seseorang yang tiba-tiba meletakkan sesuatu benda hangat di pundakku.

“K-kau?” Aku tergagap kala melihat orang itu adalah William.

“Cepat pakai. Nanti kau bisa terkena hipotermia,” katanya seraya merapatkan jaketnya padaku.

Aku bengong tak percaya. “Apa ini?”

“Kau tidak lihat itu apa?”

“Uh-oh, ya ... jaket,” gumamku karena dibalas ketus olehnya. “Ngomong-ngomong, memangnya kau membawa jaket cadangan lagi?”

“Tidak.”

“Lalu bagaimana denganmu? Bisa-bisa nanti malah kau yang bakal kedinginan.”

“Sudah pakai saja, jangan banyak memprotes. Aku tahan dengan udara dingin.” William memasukkan satu tangannya ke dalam saku celana kemudian menyingkir dari hadapanku dengan gestur tak acuh.

Hei, kesambet apa dia? Aku tidak sedang berkhayal, 'kan? Sungguh sulit dipercaya seorang cowok apatis yang bernama William Anderson itu bisa peduli pada cewek biasa sepertiku. Betul-betul peristiwa aneh sekaligus langka!

***

Bel pergantian kelas periode keenam terdengar sudah berbunyi memekakkan telinga. Sekarang adalah waktunya kelas biologi. Seperti biasa, mata pelajaran favoritku ini lebih banyak menghabiskan waktu di laboratorium daripada di ruangan kelas. Kegiatan kali ini diawali dengan tugas praktikum yang cukup menarik, yaitu pengamatan pada struktur sel bawang merah.

Aku masih mengenakan jaket milik William hingga sepanjang hari. Dan, apa kalian tahu? Aroma parfumnya ternyata cukup unik. Biasanya kebanyakan cowok menggunakan wewangian yang berbau tajam dan menyengat. Tapi, William berbeda. Jaketnya mempunyai aroma Gourmand yang lebih ke arah manis seperti permen.

Sewaktu Mr. Walter melangkah masuk ke dalam laboratorium, ia langsung menyuruh kami semua untuk berpasangan karena jumlah mikroskop yang terbatas. Ajaibnya aku dan William malah menjadi pasangan pertama saat proses pembagian kelompok. Kami berdua sama-sama mendapat kertas undian nomor satu. Itu semua berkat kemurahan hati Mr. Walter. Bukan karena kemauanku.

Di depan meja tempat kami duduk, sudah tersedia lengkap berbagai macam peralatan yang akan dibutuhkan. Mulai dari mikroskop, kaca preparat, pipet, dan benda-benda penting lainnya.

“Segera atur posisi kalian masing-masing untuk memulai pengamatan pada hari ini. Buat laporannya dan kumpulkan sekarang juga!” perintah Mr. Walter yang memberikan tugas untuk dua jam ke depan.

“Apa? Dikumpulkan sekarang? Yang benar saja!” Aku terperanjat lalu buru-buru mengambil kertas untuk membuat laporan praktikum. “Umm, William ... apakah kau bisa atur posisi mikroskopnya?” tanyaku dengan suara yang kedengaran gugup. “Kurasa aku harus mengisi identitas kelompok kita terlebih dahulu agar bisa lebih menghemat waktu.”

“Ya, baiklah. Kau lakukan saja tugasmu,” jawabnya lantas menggeser mikroskop ke depan lampu supaya bisa mendapatkan sumber penerangan yang cukup. Ia memutar revolver untuk mengatur pembesaran lensa objektif agar segaris dengan arah masuknya cahaya.

Setelah selesai mengisi identitas kelompok, aku pun ikut membantunya memotong bawang menjadi ukuran kecil-kecil dan tipis. William mengambil kaca preparat lalu menaruh potongan bawang tadi ke sana. Tak lupa juga, kuteteskan sedikit air menggunakan pipet. Ia kemudian meletakkan benda yang akan diamati tersebut ke mikroskop.

“Apa sudah bisa terlihat?” tanyaku ingin tahu.

“Sebentar, sepertinya ini masih agak kurang fokus.” William hendak kembali mengintip ke lubang lensa untuk membenarkan posisinya.

Tapi karena sifat keingintahuanku yang tidak sabaran ini sulit dicegah, aku pun ikut-ikutan mengintip, alhasil kecerobohanku itu malah membuat kepalaku dan William tak sengaja saling bertabrakan saat menunduk.

“Aw!”

Ia langsung sigap mengulurkan tangannya untuk meraih badanku yang hampir limbung karena kliyengan. “Kau baik-baik saja?”

Aku meringis pelan dan meliriknya dengan kikuk. “Y-ya, sori ... aku benar-benar tidak sengaja tadi.”

William mengangguk paham. “Aku tahu. Kau tidak perlu meminta maaf,” balas cowok itu lalu segera melepaskan genggaman tangannya dariku. “Lain kali kau harus lebih berhati-hati.”

“Yeah, thank's ....”

“It's okey.” Ia menatapku sebentar. Dan yang paling mengejutkan, kedua sudut bibirnya tiba-tiba menyunggingkan sebuah senyuman manis yang begitu menawan.

Aku terpana dengan wajah yang seperti baru diterpa angin topan. Pendirianku goyah. Jantungku rasanya lebur dan merembes ke lantai. Di kepalaku, mendadak terngiang-ngiang ucapan Kevin yang mengatakan, Jadi, apakah dia termasuk tipe cowok idealmu?

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ceritanya bagus, tulisannya rapih banget 😍😍😍😍
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐: punya ku berantakan, ya ampun 🙈
𝓡𝓲𝓿𝓮𝓵𝓵𝓮 ᯓᡣ𐭩: makasih kaa~/Rose/
total 2 replies
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
/Scare//Scare//Scare/
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ya ampun serem banget
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
. jadi ikut panik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!