Sena, gadis tujuh belas tahun yang di abaikan oleh keluarganya dan di kucilkan oleh semua orang. Dia bunuh diri karena sudah tidak tahan dengan bullying yang setiap hari merampas kewarasannya.
Alih-alih mati menjadi arwah gentayangan, jiwa Sena malah tersesat dalam raga wanita dewasa yang sudah menikah, Siena Ariana Calliope, istri Tiran bisnis di kotanya.
Suami yang tidak pernah menginginkan keberadaannya membuat Sena yang sudah menempati tubuhSiena bertekad untuk melepaskan pria itu, dengan begitu dia juga akan bebas dan bisa menikmati hidup keduanya.
Akankah perceraian menjadi akhir yang membahagiakan seperti yang selama ini Siena bayangkan atau justru Tiran bisnis itu tidak akan mau melepaskan nya?
*
Ig: aca0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Setelah mengetahui semuanya, siapa Nando dan siapa Cindy serta tujuan wanita itu mendekati Erlan, Siena pagi-pagi sekali sudah pulang ke mansion Harrison.
Wanita cantik dua puluh tujuh tahun itu merubah rencananya, ia tidak akan menceraikan Erlan melainkan membuat pria itu terus berada di sisinya.
Begitu sampai di mansion, Siena langsung pergi ke kamarnya, ia akan memulai rencananya untuk mendekati Erlan dan membuat pria itu bertekuk lutut padanya. Siena akan melakukannya dengan cara yang elegan, sehingga Erlan sendiri yang akan mengusir Cindy dari kehidupannya.
Bahu Siena luruh saat membuka pintu, tidak menemukan Erlan di dalam kamarnya, sepertinya Erlan tidak pulang tadi malam.
Wanita itu membawa langkah kakinya ke dekat jendela, sejak terbangun di raga ini, ia sangat suka duduk di dekat jendela lalu melemparkan pandangan keluar. Siena menikmati melihat keadaan diluar dari balik kaca besar.
Menyalakan ponsel yang sejak tadi malam ia nonaktifkan, baru saja menyala sudah ada beberapa notif masuk. Salah satunya ada pesan dari nomor asing, Siena menekan jempolnya disana. Dan ia hampir mengumpat saat tahu kalau pemilik nomor itu Nando.
Beralih membuka room chat antara dirinya dengan Erlan. Nihil. Tidak ada satupun chat darinya. Siena menghela nafas lalu menghembuskan kearah kaca menjadikan permukaan kaca sedikit buram.
Ting!
Satu pesan masuk ke ponselnya, dari Cindy dan Siena membukanya dengan setengah hati. Foto Erlan sedang sedang tidur terpampang di ponselnya.
Ah, begitu rupanya. Pantas tidak pulang, ternyata Erlan menghabiskan malam bersama Cindy.
Siena melemparkan ponsel keatas ranjang kemudian keluar kamar, tujuannya sekarang adalah dapur. Ia akan memasak sesuatu yang sesuai seleranya.
" Aku ingin memasak, kalian bisa mengerjakan pekerjaan lain."ujar Siena kepada para maid yang memenuhi dapur pagi itu.
"Tapi, nyonya -"
"Ini perintah."potong Siena cepat, maid yang bertugas memasak hari ini pun mengangguk kaku lantas meninggalkan dapur satu persatu.
Pagi itu, Siena mulai meracik bahan-bahan untuk membuat bubur ayam. Ia sangat ingin memakan makanan yang satu ini, saat kemarin berada di Indonesia tidak sempat membeli makanan tersebut.
Memasak bukanlah keahlian Siena, ia juga tidak jago, tetapi ia cukup handal dalam membuat beberapa makanan Indonesia. Di kehidupan pertamanya, Selain suka daging dan mie, Siena juga sangat suka makanan Indonesia. Rasanya yang kuat membuat Siena tidak pernah bosan menyantapnya.
"Wahh...ini aroma yang aku rindukan."decak Siena takjub sambil terus menyiapkan satu porsi bubur ayam dengan semangat. Setelah kuah kaldu masak, ia langsung menyiramkan keatas bahan-bahan yang sudah memenuhi mangkuk. Terakhir ia memberikan bawang goreng diatasnya.
"Hmmmm..."Siena menghirup dalam asap mengepul dari mangkuk, menikmati aroma yang menguar dari dalamnya. Setelah puas, siena pun membawa nya ke meja makan.
"Erlan!" Pekik Siena kaget. Sejak kapan Erlan ada di pintu dapur? Siena tidak menyadari kedatangannya, barangkali karena terlalu fokus hingga mengabaikan sekitarnya.
"Memasak, huh!" Erlan melipat kedua tangannya di depan dada, memberikan seringaian mengejek yang nampak menyebalkan di mata Siena.
"Kenapa kalau aku masak?" Tanya Siena dengan nada tinggi. Siena kesal sekali melihat wajah Erlan, terlebih lagi setelah foto yang tadi di kirim Cindy. Ah, tidak bisakah makhluk tampan yang satu ini di musnahkan saja? Tapi, tentu tidak bisa. Siena masih membutuhkannya sebagai tameng.
"Sejak kapan?"
"Apa?" Tanya Siena berusaha menyelinap lewat di samping tubuh Erlan yang entah sengaja atau tidak, hampir menutupi pintu.
"Sejak kapan kau bisa memasak?" Tanya Erlan memperjelas, manik hazelnya menatap penuh minat pada nampan di tangan Siena.
"Aku memang bisa memasak. Kau saja yang tidak tahu karena sibuk mengejar wanita lain." Sindir Siena, kembali berusaha lewat tetapi Erlan dengan sengaja merentangkan tangannya.
"Cemburu, hm?" Erlan merundukkan kepalanya, menatap lekat iris mata Siena.
"Siapa yang cemburu? lagipula Aku sudah tidak mencintaimu lagi."
Bodoh. Kalimat itu terlontar begitu saja. Siena merutuk dalam hati, bukan itu yang seharusnya ia katakan. Ia seharusnya membuat pria ini jatuh cinta bukan malah mengibarkan perperangan dengannya.
"Mak-maksudku.."Siena ingin meralat kembali, tetapi saat mendongak ia mendapati ekspresi Erlan yang menggelap. Menakutkan. Erlan dengan wajah marah terlihat sangat mengerikan. Siena menunduk, tidak berani lagi menatap Erlan.
"Karena pria itu?" Tanya Erlan dengan suara berat dan wajah datarnya.
"Pria yang mana?" Cicit siena.
"Lupakan."
Erlan berbalik, dan pergi begitu saja. Siena melongo seperti orang bodoh.
"Dasar manusia aneh."umpat Siena dan segera pergi ke meja makan. Ia makan dengan tenang sambil menonton menggunakan ponselnya.
Baru saja hendak memasukkan satu sendok ke mulut nya, sebuah tangan besar meraih pergelangan tangannya dan menuntunnya ke depan mulut pemilik tangan itu.
"Eh!" Siena mengerjap kaget mendapati Erlan yang sudah berdiri tepat di sebelahnya, pria itu memakan bubur ayam di sendok Siena dengan lahap.
"Erl, kenapa kau makan makananku?" Kesal Siena tidak terima, ia sudah susah payah membuatnya lalu Erlan seenaknya saja datang dan ikut makan.
"Enak,"gumam Erlan di sela-sela kunyahannya.
Bajingan! Erlan selalu bertindak seenaknya. Siena mengumpat dalam hati, dengan dongkol menggeser mangkuk ke depan Erlan.
"Habiskan saja semuanya!" pekik Siena jengkel, matanya melotot marah, menggeser kursi ke belakang lalu berdiri dan hendak pergi.
"Makan bersama," Erlan dengan santai mengambil alih kursi Siena, sebelah tangannya meraih pinggang istrinya itu dan mendudukkannya di pangkuannya.
"ERLAN! BIARKAN AKU PERGI!" Marah Siena dengan dada naik-turun.
"Makan," Erlan mengarahkan sendok ke mulut Siena.
Cih! Meski kesal, Siena tetap membuka mulutnya dan melahapnya dengan cepat dan suara keras, ia tahu Erlan tidak suka dengan orang yang bersuara saat makan.
Astaga! aku harus menahan kekesalanku dan memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin.
Seakan tersadar akan rencananya, Siena mulai duduk dengan tenang dan menerima suapan dari Erlan dengan senang hati.
Erlan menatap Siena bingung, tiba-tiba saja berubah menjadi penurut setelah bertingkah seperti kucing ganas.
Mereka makan dalam diam dengan posisi yang tidak biasa. Siena duduk di pangkuan Erlan, sementara pria tampan itu dengan telaten menyuapi. Mata tajam Erlan menatap dalam ke mata Siena, mencoba membaca pikirannya. Diamnya Siena membuat Erlan curiga kalau wanita itu sedang merencanakan sesuatu dan ia harus mencari tahu.
...***...
Jangan lupa like, komen dan vote...