"Tidak perlu Lautan dalam upaya menenggelamkanku. Cukup matamu."
-
Alice, gadis cantik dari keluarga kaya. Hidup dibawah bayang-bayang kakaknya. Tinggal di mansion mewah yang lebih terasa seperti sangkar emas.
Ia bahkan tidak bisa mengatakan apa yang benar-benar diinginkannya.
Bertanya-tanya kapankah kehidupan sesungguhnya dimulai?
Kehidupannya mulai berubah saat ia diam-diam menggantikan kakaknya disebuah kencan buta.
Ayo baca "Mind-blowing" by Nona Lavenderoof.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lavenderoof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Membujuk Si Keras Kepala
Aku menatapnya dengan bingung. “Bantuan apa?”
“Kakakmu masih marah padaku. Aku tidak pernah berniat untuk mempermainkannya. Aku tidak mau hubungan kami hancur seperti ini. Kau jelas lebih tau bagaimana dia. Tolong bantu aku bicara padanya. Tolong, Al.”
Ketika Kevin memohon bantuanku untuk mendamaikan mereka, aku setuju karena melihat ketulusannya. Tapi sebelum aku membantunya, aku merasa perlu memberi sedikit nasihat.
“Kevin,” Alice mulai dengan nada serius, “Kau memang pria yang baik, dan aku tahu kau tidak berniat mempermainkan kakakku. Tapi kau harus berhati-hati dengan cara kau bersikap. Kadang, kebaikanmu itu bisa disalahartikan. Perempuan-perempuan itu merasa kau memberi mereka harapan, padahal kau tidak bermaksud begitu.”
Kevin terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab. “You are right, Al. Aku hanya tidak ingin bersikap kasar pada siapa pun. Tapi kalau itu membuat Cindy terluka, aku harus belajar lebih menjaga sikap.”
Aku tersenyum kecil. “Itu keputusan yang tepat. Kau tahu Cindy, dia tidak suka berbagi, terutama dengan perempuan-perempuan yang mencoba mendekatimu.”
Kevin tertawa kecil, lalu mengangguk, ”Sepertinya kemarin memang kesalahanku. Aku akan lebih hati-hati."
“Baiklah,” Alice akhirnya setuju.
“Aku akan mencoba. Tapi aku tidak bisa memastikan apakah dia akan memberimu kesempatan atau menerimamu kembali. Kau tahu, ini Cindy. Semuanya kembali lagi tergantung keputusannya. Kau harus menerima kenyataan, saat keputusan dia adalah tidak.”
Kevin yang awalnya tersenyum lemah, kini memudar setelah mendengar itu.
Beberapa hari berikutnya, aku mencoba berbicara dengan Cindy. Membujuknya untuk setidaknya mendengarkan Kevin, memberikan dia kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Awalnya, Cindy tetap keras kepala seperti biasanya.
Aku menepati janjiku pada Kevin, yaitu terus berusaha membantunya membujuk Cindy. Aku terus memberinya pandangan bahwa Kevin benar-benar tulus, dan tidak berniat untuk mempermainkannya.
Tapi sekuat apapun aku membujuknya, jelas aku tidak bisa memaksa. Aku menyerah dengan sifat keras kepalanya. Lagipula semua itu memang terserah pada pilihannya.
Cindy bahkan berpikir kalau aku memihak Kevin daripada dia, kakakku sendiri. Mendapati itu, aku tidak lagi membantu Kevin dan memilih mendukung apapun keputusan Cindy.
Setelah mengetahui itu Kevin tetap tidak putus asa dan memilih menghadapi Cindy langsung. Hampir satu bulan waktu berjalan, meski penolakan yang Kevin dapatkan, ia tidak menyerah, ia terus mencoba meyakinkan kakakku.
Selama itu kehidupan kampusku semakin bewarna. Saat aku tau kalau Kevin ingin berbicara pada Cindy, aku langsung meninggalkan mereka berdua. Dan memilih menyaksikan mereka dari jauh.
Cindy yang keras kepala dan galak. Kevin yang sangat sabar dan lembut. Sementara aku sangat terhibur melihat interaksi mereka yang terasa seperti menonton film bergenre Horor - Romance.
*
Keesokan harinya, aku sedang duduk di kursi taman bersama Cindy. Kevin kembali datang, ia berjalan dari seberang dan membelakangi Cindy.
"Beraninya kau terus mendatangiku!"
"Cindy, aku mohon..." Ucap Kevin dengan lembut.
Aku tidak ingin ikut campur secara langsung dan memilih pergi, berdiri dibawah pohon yang tidak terlalu jauh dari mereka.
"Menyaksikan mereka dari jauh terasa lebih seru, haha..."
Kevin memberanikan diri duduk di samping Cindy, tempat dudukku tadi.
"Sepertinya kau tidak mengerti juga, ya? Berulangkali aku katakan padamu, jangan menemuiku atau bicara padaku lagi! Atau kau lihat kuku yang cantik ini?" Geram Cindy.
Ia mengangkat tangan kanannya. Memainkan jemarinya yang lentik, menunjukkan kuku-kukunya yang panjang dan indah. "Kuku ini akan menancap dan menggores wajahmu! Kau mau aku melakukannya padamu, ha?"
"Lakukanlah!" Jawab Kevin, dengan lembut menarik tangan Cindy dan meletakkannya tepat ke wajahnya.
Dengan tatapan teduh ia menepuk-nepuk wajahnya dengan tangan Cindy. Lalu berkata dengan suara yang semakin lembut, "Jika itu adalah satu-satunya cara agar kau mau memberikan aku kesempatan lagi. Aku akan menerimanya dengan senang hati."
“Percayalah, aku tidak pernah berniat untuk melukaimu. Aku mencintaimu, Nona Swan. Tolong maafkan aku.” Kevin kembali meyakinkan Cindy.
“Hmm...” Cindy yang tadinya keras, kini mengangguk. Nada suaranya mulai rendah.
"Benarkah?" Tanya Kevin, mencoba memastikan.
“Tapi jika kau mengacau sekali lagi, aku tidak akan memaafkanmu!”
...
Melihat Cindy dan Kevin akhirnya berbaikan adalah kebahagiaan tersendiri bagiku. Aku senang melihat mereka saling peduli, dan itu membuatku merasa cukup puas dengan hidupku.
Aku tidak pernah merasa butuh kekasih, meskipun Kevin berkali-kali mencoba memperkenalkan beberapa teman tampannya padaku.
“Dia cocok untukmu, Al.” katanya suatu hari sambil menunjuk seorang pria tampan yang sedang bermain basket di lapangan kampus.
Aku hanya tertawa. “Aku sudah cukup bahagia melihat kalian berdua. Itu lebih dari cukup bagiku.”
ig : lavenderoof