Dilahirkan sebagai salah satu tokoh yang ditakdirkan mati muda dan hanya namanya yang muncul dalam prologue sebuah novel, Axillion memutuskan untuk mengubah hidupnya.
Dunia ini memiliki sihir?—oh, luar biasa.
Dunia ini luas dan indah?—bagus sekali.
Dunia ini punya Gate dan monster?—wah, berbahaya juga.
Dia adalah Pangeran Pertama Kekaisaran terbesar di dunia ini?—Ini masalahnya!! Dia tidak ingin menghabiskan hidupnya menjadi seorang Kaisar yang bertangung jawab akan hidup semua orang, menghadapi para rubah. licik dalam politik berbahaya serta tidak bisa ke mana-mana.
Axillion hanya ingin menjadi seorang Pangeran yang hidup santai, mewah dan bebas. Tapi, kenapa itu begitu sulit??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razux Tian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8
Para bangsawan yang ada membungkuk memberi hormat pada Kaisar Kekaisaran Agung Alexandria Owen yang berjalan masuk sambil mengenggam tangan Ratu Ketiga Lilia. Namun, mata mereka mencuri lihat pada sosok pemuda berambut pirang panjang yang berjalan dibelakang mereka—sang tokoh utama pesta, Pangeran Pertama Kekaisaran Agung Alexandria; Axillion.
Dua belas tahun telah berlalu sejak Axillion mengurung diri dalam kamar. Para bangsawan yang pernah melihatnya saat kecil masih dapat menemukan persamaan sosok anak laki-laki itu dengan pemuda berusia tujuh belas tahun di depan mereka—masih sama indahnya.
Axillion saat kecil seperti malaikat kecil. Berambut pirang emas dengan mata hijau cemerlang, dan Axillion sekarang juga tidak jauh beda, dia seperti gambaran sempurna malaikat dewasa yang ada dalam lukisan maha karya pelukis terkenal. Namun, yang sangat mencolok adalah pembawaan dan kharismanya. Berjalan dengan wajah tersenyum, tubuh tinggi dan proposionalnya memancarkan aura tidak biasa—seorang bangsawan tinggi; seorang Pangeran.
Edgar menatap lekat sosok Axillion yang berjalan di belakang Owen dan Lilia saat mendekat. Tangannya terkepal erat, dan perasaan benci serta kesal memenuhi matanya. Bagaimana bisa dia datang bersama dengan Kaisar? Seumur hidupnya, dia telah menghadiri pesta Kekaisaran berkali-kali, namun tidak pernah dia memasuki ruangan bersama Owen. Terlebih lagi, kenapa dia memiliki penampilan dan pembawaan seperti itu?—bukankah selama ini rumor mengatakan bahwa dia itu jelek, gemuk dan obesitas?
Hugh dan Hebe yang melihat sosok kakak pertama mereka sangat terkejut. Mereka berdua tidak memiliki ingatan akan sosok Axillion sama sekali karena ini adalah pertemuan pertama mereka. Tapi, mereka mengakui, dia sangat menawan. Daripada tampan, dia justru terlihat cantik, namun dia tidak kehilangan maskulin seorang laki-laki—mereka tidak tahu kata paling tepat untuk menjelaskan penampilannya.
Cedric juga memperlihat ekspresi wajah yang sama saat melihat Axillion. Dia juga tidak mengingat wajah kakak pertama dengan jelas. Tapi, dia bisa melihat jelas kemiripannya dengan Ratu Ketiga Lilia—kecantikan yang membekas dalam pikiran siapapun juga yang melihatnya.
Ailara, Olivia dan Elizabeth tidak memperlihatkan reaksi sedikitpun di wajah mereka. Mereka berdiri dengan anggun dan tersenyum kepada Owen, Lilia serta Axillion yang mendekat. Sikap mereka lugas dan elegan sebagai mana seorang Permaisuri dan Ratu.
Owen sendiri tidak mempedulikan anggota keluarganya yang segera memberikan salam hormat saat dia tiba di tempat utama khusus anggota Kekaisaran. Sedangkan untuk Lilia dan Axillion, mereka membalas salam sesuai dengan tata krama Kekaisaran. Tidak ada seorangpun dari mereka yang mengeluarkan sepatah katapun kecuali senyum di wajah—mereka terlihat bagaikan keluarga yang hamonis.
Setelah melihat setiap anggota keluarganya berdiri di tempat mereka masing-masing, Owen kemudian menatap para hadirin yang ada di depan. Kedua mata hijaunya bersinar penuh arogan. "Kekaisaran Agung Alexandria selalu berjaya! Pesta dimulai!!"
Owen tidak ingin merangkai kata pembuka, dari begitu banyak tamu di depan mata, berapa banyak yang melarikan diri saat Kekaisaran membutuhkan mereka? Berapa banyak utusan negara lain yang mengharapkan kejatuhan Kekaisaran?—dia hanya ingin memberitahu mereka, Kekaisaran Agung Alexandria tidak akan pernah runtuh.
Plok-plok-plok.
Suara tepuk tangan memenuhi ballroom. Musik yang sempat terhenti kembali mengalun, menandakan pesta benar-benar telah dimulai. Axillion yang berdiri di belakang Owen dan Lilia hanya tersenyum melihatnya. Ballroom yang megah dan indah, musik merdu di udara, makanan dan minuman enak, suara canda tawa para hadirin—pesta ini benar meriah. Tapi jika bisa, dirinya lebih memilih kembali ke kamarnya, karena sesungguhnya, dia tidak menyukai keramaian.
Menoleh ke kiri, pandangan mata Axillion kemudian jatuh pada Hugh dan Hebe yang juga sedang menatapnya penuh rasa ingin tahu. Terkejut, si kembar segera menoleh ke arah lain. Namun, tidak untuk Axillion. Senyum di wajahnya hanya semakin melebar. Dipikir-pikir lucu sekali, meskipun mereka adalah saudara seayah, pertemuan ini adalah pertemuan pertama mereka.
Dalam keluarga Kekaisaran Agung Alexandria, anak dari Kaisar akan hidup bersama dengan ibu kandung mereka dan pindah ke istana masing-masing saat berusia tujuh tahun. Karena itulah, Axillion yang mulai mengurung dirinya saat berusia lima tahun tidak pernah bertemu saudara seayahnya.
Menoleh ke kiri, mata Axillion kemudian menatap sosok Edgar dan Cedric yang juga menatapnya. Tidak seperti Cedric yang segera menundukkan wajah karena malu ketahuan, Edgar membalas tatapannya penuh permusuhan.
Tersenyum tidak mempedulikan, Axillion kembali menatap ke depan. Saudara seayahnya kelihatannya cukup unik. Edgar yang penuh permusuhan, Cedric yang pemalu dan Hugh dan Hebe yang penuh rasa ingin tahu—hanya saja, dia tetap tidak memiliki keinginan mengakrabkan diri.
Hugh dan Hebe kembali menoleh menatap Axillion. Pertama kali melihat kakak pertama mereka, mereka sungguh penuh rasa ingin tahu. Penampilan dan pembawaannya sungguh tidak biasa, tapi—benarkah dia adalah seorang Mage sehebat itu? Cerita bagaikan legenda akan Pangeran Pertama Kekaisaran Agung Alexandria telah mereka dengar. Seorang diri melawan ribuan monster dan menutup Gate. Andaikan Gate yang memenuhi langit timur laut Ibukota Agresia masih ada, mereka pasti tidak akan mempercayai apa yang mereka dengar.
Edgar yang terus menatap Axillion merasa perasaan kesal, benci dan juga—gugup dalam hatinya semakin membesar. Penampilan dan pembawaan bagaikan seorang bangsawan sejati berdarah biru sempurna Axillion membuatnya takjub. Tapi, dari pada itu, berani sekali Axillion mengabaikan dirinya?
Berbeda dengan saudara dan saudarinya, Cedric tidak menatap Axillion lagi. Pangeran ketiga tersebut masih menundukkan wajah ke bawah hingga tidak ada seorangpun yang bisa melihat ekspresinya.
Sesungguhnya, bukan hanya saudara dan saudarinya, pandangan semua yang ada dalam ballroom tertuju pada sosok Axillion. Mereka yang berani akan menatapnya langsung, dan yang kurang berani akan mencuri-curi melihatnya, terutama para gadis muda dan wanita lajang yang tidak bisa menyembunyikan kekaguman mereka. Sosok Pangeran Pertama yang menjadi berita terhangat di Benua Avelon sungguh berbeda dengan rumor-rumor yang beredar selama ini.
"Kau tahu, Xion?" panggil Lilia pelan. Menoleh menatap Axillion yang ada di belakangnya, dia tersenyum. "Kau tidak perlu berdiri di belakangku terus seperti saat kau berusia lima tahun. Berbaurlah dengan para muda-mudi di depan—carilah teman sebaya."
"Saya tidak butuh teman, Ibunda." Jawab Axillion sambil tersenyum. Dengan statusnya sekarang, mencari teman yang tulus tidak mudah. Mereka yang mendekatinya kebanyak memiliki maksud tersembunyi. Jadi, dia tidak mau membuang waktu untuk itu.
"Jika begitu," timpa Owen tiba-tiba. Dia tidak menoleh menatap Axillion maupun Lilia, kedua matanya masih terarah ke depan. "Carilah istri."
"Ayahanda," Axillion tertawa mendengar ucapan Owen. Hari ini, sudah dua kali dia mendengar kalimat itu dua kali. "Saya sudah bilang; saya tidak mau menikah cepat. Apakah anda begitu ingin mengendong cucu?"
Owen menoleh menatap Axillion. "Ibumu yang ingin."
"Yang Mulia," sela Lilia cepat. Senyum-tawa memenuhi wajah cantiknya. "Hamba tidak pernah mengatakan itu."
Tersenyum penuh kemenangan, Axillion menatap Owen. "Anda dengar, Ayahanda?—Ibunda tidak seperti itu. Kurasa, andalah yang ingin cepat-cepat mengendong cucu."
"Hm," mendengus pelan, Owen kembali menoleh ke depan. "Jika cucuku kelak mirip dengan neneknya, semuanya akan baik-baik saja. Tapi, jika dia kelak seperti dirimu, ayahnya—aku tidak ingin menambah masalah."
Axillion dan Lilia tertawa mendengar ucapan Owen.
Edgar, Cedric, Hugh dan Hebe sangat terkejut melihat interaksi antara Owen dan Axillion. Ayah mereka adalah seorang Kaisar yang terkenal tidak mempedulikan anaknya. Beliau selalu tegas dan sangat displin. Saat berhadapan dengannya, mereka selalu merasa hubungan mereka adalah Kaisar dan bawahan bukan ayah dan anak. Jadi, mengapa interaksinya dengan Axillion begitu berbeda?
Edgar mengepal jari-jemarinya kuat. Rasa iri memenuhi hatinya. Bagaimana bisa seperti ini? Kenapa ayahnya terlihat jelas lebih memilih Axillion daripada dirinya yang merupakan putra dari Permaisuri?
Cedric kembali menurunkan wajahnya ke bawah. Dia tidak berani menatap lebih lanjut lagi. Begitu juga dengan Hugh dan Hebe yang memilih menatap ke depan. Ayah mereka sangat menyanyangi Ratu Ketiga Lilia, jadi, jika Axillion menjadi anak favoritnya, itu tidaklah salah—mereka tidak perlu iri.
Permaisuri Ailara, Ratu Kedua Olivia dan Ratu Keempat Elizabeth tidak memperlihatkan perubahan ekspresi sedikitpun meski mereka mendengar jelas pembicaraan Owen, Lilia dan Axillion. Pengendalian diri mereka yang hebat membuat tidak ada seorangpun yang dapat menebak apa yang mereka pikirkan.
Namun, tidak untuk para hadirin. Seperti halnya para Pangeran dan Putri, mereka juga bisa melihat interaksi antara Kaisar, Ratu Ketiga dan Pangeran Pertama. Mereka bertiga terlihat jelas seperti sebuah keluarga kecil yang hangat dan bahagia dalam cerita, sedangkan anggota keluarga Kekaisaran yang lainnya seakan seperti orang luar.
Para bangswan mulai membuat perhitungan. Politik Kekaisaran Agung Alexandria sepertinya akan berubah. Axillion sekarang begitu dicintai rakyat Kekaisaran, dan sikap Kaisar Owen juga terlihat jelas sangat menyayanginya. Jadi, meski telah mengundurkan diri dari hak susksesi tahta, peluang Pangeran Pertama menjadi Kaisar tetaplah yang paling besar.
"Salam pada Matahari Kekaisaran."
Suara seorang pria tiba-tiba terdengar dan membuat Axillion menoleh menatapnya. Seulas senyum memenuhi segera wajah Axiilion saat melihat sosok pria tersebut. Dia adalah seorang pria tua bermata biru dengan wajah penuh keriput, dan rambut putih pendek. Badannya terlihat masih sangat tegap dan penuh semangat. Memang mereka tidak pernah bertemu, tapi dia pernah melihat fotonya—sang Pemimpin Magic Tower; Auro Helbarth.
Akhirnya!!!
Axillion sangat senang Auro akhirnya muncul. Kenapa?—karena dia tahu, jika dia menyelesaikan masalah kedatangan sang Pemimpin Menara Sihir, maka dia bisa meninggalkan pesta ini dan kembali ke kamarnya dan—tidur.
...****************...