Pinky, gadis rusuh dan ceplas-ceplos, tergila-gila pada Dev Jaycolin meski cintanya selalu ditolak. Suatu kejadian menghancurkan hati Pinky, membuatnya menyerah dan menjauh.
Tanpa disadari, Dev diam-diam menyukai Pinky, tapi rahasia kelam yang menghubungkan keluarga mereka menjadi penghalang. Pinky juga harus menghadapi perselingkuhan ayahnya dan anak dari hubungan gelap tersebut, membuat hubungannya dengan keluarga semakin rumit.
Akankah cinta mereka bertahan di tengah konflik keluarga dan rahasia yang belum terungkap? Cinta Gadis Rusuh & Konglomerat adalah kisah penuh emosi, perjuangan, dan cinta yang diuji oleh takdir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Tidak lama kemudian, Pinky kembali ke rumahnya. Udara dingin malam itu seakan mencerminkan suasana hati yang tegang. Langkah kakinya terhenti di depan pintu ketika ia mendengar suara pertengkaran orang tuanya dari dalam.
“Untuk apa kau datang? Apakah masih ingin menghakimiku?” tanya Pinky, suaranya dingin dan tajam. Ia berdiri tegap di belakang Mark, melipat tangan seolah mengisyaratkan bahwa ia sudah muak dengan semua ini.
Mark menoleh dengan cepat, tatapannya menusuk. “Lihatlah dirimu seperti apa sekarang? Bersikap kasar di hadapan orang. Apakah kamu tidak malu?” bentaknya dengan nada tinggi, seolah ingin menunjukkan otoritasnya sebagai seorang ayah.
Pinky tersenyum sinis, lalu melangkah mendekat dengan santai. “Malu? Kenapa aku harus malu? Yang seharusnya malu itu simpananmu dan anak luar nikahmu. Aku tidak berselingkuh dengan suami orang. Kenapa aku harus malu?” jawabnya tajam, tak menunjukkan sedikitpun rasa gentar.
Mark terlihat semakin kesal. Rahangnya mengeras, napasnya memburu, tapi ia tetap mencoba menguasai dirinya. “Jangan selalu bicara seperti itu! Kenapa tidak cari pekerjaan yang lebih bagus? Dan kenapa harus menjadi pelayan restoran?” tanyanya dengan nada meninggi, seolah pekerjaan Pinky adalah noda dalam keluarganya.
Pinky mendengus kecil. Matanya menatap ayahnya penuh kebencian. “Harus bagaimana lagi? Bekerja di perusahaan besar? Aku tidak sekolah tinggi, Itu semua karena nasib burukku memiliki seorang ayah yang tidak mampu!” jawabnya sambil memiringkan kepala, ekspresinya penuh sindiran.
“Apa maksudmu?” tanya Mark, suaranya bergetar, lebih karena rasa tersinggung daripada penasaran.
Pinky mendekat lebih jauh, kali ini suaranya terdengar getir. “Ayahku,” katanya dengan penekanan tajam, “ sudah miskin masih tidak sadar diri. hanya fokus pada anak luar nikahnya, sehingga berhenti membiayai sekolahku. Tentu saja aku harus berhenti sekolah dan mencari pekerjaan. Daripada mati kelaparan, apa salahnya bekerja di restoran? Bagiku itu sama sekali tidak memalukan.”
Ia berhenti sejenak, menatap Mark dengan tatapan penuh luka yang sudah lama ia pendam. “Aku hanya aneh saja. Kenapa kau masih tidak tahu malu membanggakan selingkuhanmu dan anakmu itu? Anakmu bisa sekolah tinggi karena kau yang menanggung semuanya, sementara aku dilupakan begitu saja. Jadi, siapa yang seharusnya disalahkan di sini?” lanjutnya, suaranya bergetar penuh emosi.
"Pergi! Di sini tidak ada ruang untukmu. Jangan setiap kali datang ke sini hanya mencari masalah dengan kami," kata Ruby dengan nada tegas, matanya penuh dengan amarah yang selama ini ia pendam.
Mark mendesah panjang, berusaha menenangkan dirinya. "Tujuanku sebenarnya adalah ingin membawa Sania dan Jenny tinggal di sini. Ini adalah permintaan mereka supaya bisa menjalin hubungan dekat dengan kalian berdua," ujarnya, mencoba terdengar bijaksana meskipun kata-katanya malah memperburuk situasi.
Ruby terdiam sejenak, lalu tatapannya berubah tajam. Ia mengangkat tangan, menunjuk Mark dengan gemetar karena emosi. "Mark, apakah kau masih punya perasaan? Teganya kau bicara seperti itu! Membawa dua wanita itu pulang ke sini hanya untuk menyakiti kami lagi? Sudah cukup kau mengecewakan kami karena mereka. Sekarang kau malah ingin membawa mereka tinggal di sini?" bentaknya, suaranya pecah penuh kemarahan dan kekecewaan.
Mark menggeleng pelan, mencoba mempertahankan argumennya. "Selama ini kalian yang bermasalah dengan mereka. Seharusnya kalian bersikap dewasa dan jangan kekanak-kanakan," jawabnya dengan nada menekan, seperti menyalahkan Ruby dan Pinky atas semua konflik yang terjadi.
Ruby menatap Mark dengan tatapan tak percaya.
"Dan kau... Pinky," ujar Mark dengan suara berat,"jaga sikapmu. Hormati bibimu. Dia sangat baik padamu. Walaupun kau menamparnya, dia juga tidak marah padamu. Malah ingin berbaikan denganmu dan mamamu," lanjutnya dengan nada memperingatkan.
Pinky mendengus sinis, lalu mengangkat dagunya dengan penuh keberanian. "Baiklah," katanya, suaranya dingin dan tajam, "bawa mereka berdua datang ke sini. Aku akan menunggu. Dan aku pasti akan menyambut kedatangan mereka dengan senang hati," tambahnya sambil menatap lurus ke mata ayahnya, membuat suasana semakin mencekam.
Mark terdiam. Keteguhan dalam tatapan Pinky membuatnya ragu, sementara Ruby hanya bisa menggelengkan kepala, merasa tak percaya bahwa Mark masih berharap pada sesuatu yang jelas-jelas menghancurkan keluarga mereka.