Adinda Aisyah Zakirah adalah gadis berusia 19 tahun.
"Kakak Adinda menikahlah dengan papaku," pintanya Nadira.
Tak ada angin tak ada hujan permintaan dari anak SMA yang kerapkali membeli barang jualannya membuatnya kebingungan sekaligus ingin tertawa karena menganggap itu adalah sebuah lelucon.
Tetapi, Kejadian yang tak terduga mengharuskannya mempertimbangkan permintaan Nadhira untuk menikah dengan papanya yang berusia 40 tahun.
Adinda dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit. Apakah Adinda menerima dengan mudah permintaan dari gadis berusia 18 tahun itu ataukah Adinda akan menolak mentah-mentah keinginannya Nadhira untuk menikah dengan papanya yang seorang duda yang berprofesi sebagai seorang Kapolsek.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 28
“Syukur Alhamdulillah Engkau menolongku ya Allah, tanpaMu mungkin aku sudah dilece**hkan oleh pria bajingan itu,” gumamnya.
Perempuan harus memiliki kemampuan untuk bertahan hidup dan berjuang keras untuk melawan orang yang berniat jahat. Apalagi dalam keadaan sulit seperti yang dihadapi oleh Adinda.
“Alhamdillilah untungnya gue dikit-dikit bisa karate tapi gue minta diajarin lagi oleh Om Baruna bela diri agar lebih kuat lah,” gumamnya Adinda.
Adinda mengunci rapat pintu toilet yang di dalamnya adalah anak salah satu dosen di kampusnya. Dia tersenyum smirk melihat ke arah benda penyelamatnya.
“Alhamdulillah untungnya ada semprotan mini ini kecil-kecil tapi kemampuannya badas, kalau tidak ada si imut ini pasti agak sulit hadapi pria brengsek itu,” gumamnya sambil memasukkan kembali ke sakunya alat keselamatannya tersebut.
Pepper spray adalah alat yang baru-baru ini dibelinya, ketika ia dengan Nadhira ke mall beberapa hari yang lalu.
Adinda sampai-sampai mencium alat kecil yang kegunaannya sungguh sangat besar manfaatnya.
"Makasih banyak sudah berfungsi baik,"
Adinda berjalan ke arah ruangan kelasnya berada dia tidak peduli dengan arti tatapan dari orang-orang kepadanya.
Cahaya dan Elyna yang melihat kedatangan Adinda membuat keduanya langsung berlari berhamburan ke arah Adinda. Untungnya di jam ketiga dosennya berhalangan datang sehingga Adinda sedikit tertolong.
“Ya Allah Adinda kamu dari mana saja? Lo tau gak kami sungguh mengkhawatirkan kamu,” ucapnya Cahaya yang bisa bernafas lega.
“Kami sangat mencemaskan keadaanmu, bahkan kami sudah ketakutan setengah hidup mencari Lo kemana-mana,” ujarnya Elyna sambil menyeka air matanya.
"Asal bukan kesana kemari mencari alamat palsu," candanya Adinda yang masih sempat-sempatnya bercanda.
"Kamu yah kita ini sangat mengkhawatirkan keadaanmu malah bercanda gak lucu tau," protes Elyna.
"Jangan merajuk gue bakal laporin Lo ke adik ipar gue kalau Lo suka marah-marah," guraunya Adinda.
Adinda sudah mengetahui kalau polisi yang diceritakan oleh Elyna adalah adik iparnya siapa lagi kalau bukan Bisma.
Adinda terharu mendengar semua ucapan dari kedua sohibnya yang dikenalnya sejak awal mulai mendaftar di kampus itu.
Adinda memeluk tubuh kedua sahabatnya itu,” Alhamdulillah makasih banyak ya Allah Engkau mengirimkan aku teman-teman yang sangat tulus dan setia kepadaku.”
Cahaya memegangi kedua lengannya Adinda kemudian memutar-mutarnya,” lo baik-baik saja kan? Lo tidak kekurangan apapun kan?” Cahaya malah memberondong pertanyaan.
“Iya bebs, kami mencari Kamu dari ujung pukul ujung kampus loh, sudah berfikiran aneh-aneh juga. Kami mengira kamu kenapa-kenapa,” Elynaterisak sambil berbicara.
"Jangan nangis karena gue selamat seperti yang kamu lihat saat ini," Adinda bahagia karena selalu dikelilingi oleh orang-orang baik.
"Sudah jangan melow gitu ahh, gue entar ikutan nangis juga. Adinda baik-baik saja," Cahaya ikut menimpali.
“Ceritanya panjang banget sepanjang jalan kenangan, kalian bakal terheran-heran kalau gue ceritain tapi, kalian harus ikut gue ke suatu tempat,” ajaknya Adinda.
Kening Elyna berkerut, “Kita mau kemana?” Tanyanya Elyna.
Adinda berjalan ke arah Rio sang ketua tingkat di kelasnya, “Pak ketua tingkat bisa ikut kami dan beberapa orang ikut yah,”
“Baik kami akan ikut, tapi dalam rangka apa nih? Ajakan makan-makan boleh lah,” candanya Rio.
“Gue bakal traktir kalian makan sepuasnya asalkan kalian membantuku, terserah di resto mana,” imbuhnya Adinda.
“Kayaknya bakal seru nih! Siapkan kamera kalian,” celetuk Arfi.
Adinda melirik ke arah temannya,” Cahaya cepat panggil security untuk datang ke toilet ujung selatan kampus sekarang! Jangan lupa kak Zihan beserta antek-anteknya!” titahnya Adinda.
Semua orang menjalankan apa yang diperintah oleh Adinda. Mereka berbondong-bondong ke arah toilet yang dimaksudkan oleh Adinda.
“Lah bukannya ini toilet yang sudah gak dipakai! Kita mau ngapain di sini?” Tanyanya Arfi yang kebingungan dengan tujuannya Adinda mengajak mereka ke tempat itu.
“Kita akan mencari keributan,” canda Adinda.
“Dinda! Lo ngajak mojok kok ke tempat ini sih! Gak ada romantis-romantisnya,” candanya Arfi.
Adinda menatap jengah ke arah Arfi,” Kita akan mancing huru hara!”
“Woo ini baru hebat! Very good lah!” Sahutnya Arfi yang memang orangnya rada-rada bawel banyak komentar.
Adinda menunggu security dan Zihan sebelum membuka pintu toilet kosong itu.
“Apa yang terjadi kenapa kalian harus beramai-ramai ke tempat ini!?” Tanyanya Pak Abdi sang security.
Zihan menatap intens ke arah Adinda,” Dek kenapa pakaianmu kotor gini? Apa yang terjadi padamu? Kamu baik-baik saja kan?”
Zihan nyerocos ditujukan untuk Adinda saja, karena ia cemas melihat pakaiannya Adinda yang sudah kotor terkena noda minuman berwarna merah.
Perhatian semua orang-orang tertuju kepada Adinda gadis cantik, pintar dan supel serta humble itu.
“Ada insiden kecil tadi sewaktu kami di kantin, tapi ini gak ada apa-apanya dibandingkan apa yang terjadi di dalam sana,”
“Pak Abdi cepat buka pintunya tidak perlu menundanya lebih lama!” Pintanya Rio.
Semua orang harap-harap cemas sekaligus penasaran apa yang ada di dalam sana.
“Bebs kayaknya ada hal besar yang telah terjadi?” Bisiknya Elyna.
“Kenapa main rahasia segala sih Sista,” sahutnya Cahaya.
“Cekidot bersiap-siap yah,” candanya Adinda yang tersenyum aneh.
Pak Abdi dan Zihan langsung membuka pintu itu setelah Adinda memberikan kunci yang sempat diambilnya.
Semua pandangan tertuju kepada seseorang yang tergeletak di atas lantai sambil meringis menahan perih di matanya.
“What's! Bukannya dia adalah Aldo anaknya Pak Dekan fakultas Ekonomi,” tebaknya Arfi.
“Yes betul banget anaknya Pak Harto!” Fatur ikut menjawab.
“Apa yang terjadi padanya! Gue yakin ada sesuatu hal besar yang telah terjadi di dalam sini!” terka Rio.
Zihan menatap ke arah Adinda,” katakan kepada kakak apa yang telah diperbuat oleh manusia baji**ngan itu!?”
“Kakak tanyakan langsung padanya dan kalian aktifkan kamera ponsel kalian untuk merekamnya!” Pintanya Adinda.
Adinda sama sekali tidak gentar ataupun takut kalau Aldo adalah anak salah satu dari orang penting di kampusnya. Baginya kalau salah dan berniat jahat harus dilawan.
Zihan langsung menarik kerah kemejanya Aldo,” katakan padaku apa yang sudah Lo perbuat ha!? Lo benar-benar pecundang!”
“Tolong gue dulu, pasti gue bakal berkata jujur kepada kalian,” ratap Aldo yang mengemis pertolongan.
“Nggak boleh! Kamu ceritakan terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi!” Tolak Adinda.
Aldo dibantu oleh Arfi dan Rio untuk duduk dan melepaskan ikatan tali di tangannya. Semua orang memasang telinga dan hp mereka masing-masing.
Aldo pun mulai menceritakan rentetan peristiwa yang dialami oleh Adinda yang didalami oleh dia dan Viona.
“Gue mengaku bersalah karena sudah coba-coba melecehkan Adinda, gue melakukannya karena gue dipaksa oleh Viona. Kalau kalian tidak percaya cek langsung buktinya di hpku,” jelas Aldo.
Aldo tidak berdaya dan sesekali meringis menahan sakit di daerah intinya dan juga matanya yang perih.
“OMG!! Kamu memang manusia tak ber*guna!” hinanya Elyna.
“Astaganaga! Tega loh dengan teman sendiri!” Cahaya melempar tissue bekas lap ingusnya ke wajah Aldo.
“Bulshit loh! Gue akan buat perhitungan padamu!” geramnya Zihan yang hampir saja memukul wajahnya Aldo tapi dicegah oleh Fatur.
"Adinda badas juga ternyata karena sanggup menghadapi pria seperti Aldo,” pujinya Arfi.
“Teman kita satu ini jagoan rupanya bisa melumpuhkan pria segede Ade Rai itu," ujarnya Fatur.
"Itu pujian atau sindiran sih bestie?" guraunya Adinda yang geleng-geleng kepala melihat teman-temannya.
“Astaghfirullahaladzim, kami tidak menyangka putranya Pak Dekan kita ternyata sebejat ini kelakuannya!” Sarkas yang lain.
“Stop! Jangan main hakim sendiri! Itu sama saja menambah rumit masalah ini!” Fatur memegangi kedua tangannya Zihan.
“Tenanglah jangan emosi kalau Kamu emosi masalah semakin membesar!” Cegahnya Pak Abdi yang sudah mengantongi bukti kejahatan Viona dan Aldo.
“Hati Lo dan Viona terbuat dari apa!? Kalian tidak punya perasaan tega ingin menghancurkan kehidupan orang lain,”
“Kalian simpan baik-baik bukti-buktinya, Aldo harus secepatnya di bawah ke klinik sebelum semakin parah kondisinya dan kamu Adinda harus menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi!” perintah Pak Abdi.
“Baik Pak!”
“Kamu tenang saja kami akan mendukungmu dan menemani kamu untuk melaporkan kejahatannya,” ucapnya Elyna.
“Ini tidak boleh dibiarkan begitu saja! Siapapun yang melakukannya harus mendapat hukuman yang setimpal bahkan ini bisa dilaporkan ke polisi!” geramnya Zihan.
“Yoi ini tindakan kriminal sudah,” celetuk Fatur.
“Fatur, Rio kalian cari mahasiswi yang bernama Viona itu. Cepat!!”
“Baik Pak!” Keduanya gegas pergi meninggalkan toilet itu.
Semua orang berjalan ke arah ruangan rektor universitas X dan ingin melihat apa selanjutnya yang bakal terjadi.
Adinda berjalan ke arah atas tangga tapi, langkahnya terhenti ketika melihat suaminya datang dengan berpakaian seragam polisi bersama dengan beberapa anggota kepolisian lainnya.
Adinda menepuk keningnya,” gawat kalau gini ceritanya! Kenapa bisa Om Baruna tahu.”
Adinda melirik ke arah kedua temannya, Cahaya dan Elyna saling pandang dan tersenyum cengengesan.
“Hehe! Maaf kami terpaksa ngomong jujur kepada suamimu,” cicitnya Cahaya.
“Kami ketakutan soalnya jadi mau tidak mau kami akhirnya berbicara jujur kepada suamimu,” timpal Elyna.
Baruna tanpa sengaja mengetahuinya karena kebetulan ia menghubungi nomor ponsel istrinya. Alasannya karena dia tiba-tiba gelisah dan mencemaskan kondisi istri kecilnya, jadi dia menelpon nomornya Adinda yang hpnya dipegang oleh kedua sahabatnya. Terpaksa mereka berkata jujur dan menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi kalau Adinda menghilang.
Adinda menepuk dahinya, “OMG! Pasti Om Baruna malu karena perbuatanku! Gue bakal dikuliti hidup-hidup nih,” monolog Adinda yang berfikir aneh-aneh
Pepper spray adalah semprotan merica yang mengandung zat pengikat lachrymatory yang membuat mata perih dan mengeluarkan air mata. Bahan dasar dari semprotan merica adalah minyak cabai yang dikenal sebagai oleoresin capsicum.