Jika cinta pertama bagi setiap anak perempuan adalah ayah, tetapi tidak bagi Lara. Menurut Lara ayah adalah bencana pertama baginya. Jika bukan karena ayah tidak mungkin Lara terjebak, tidak mungkin Lara terluka.
Hidup mewah bergelimang harta memang tidak menjamin kebahagian.
Lara ingin menyerah
Lara benci kehidupan
Lara lebih suka dirinya mati
Di tuduh pembunuh, di usir dari kediamannya, bahkan tunangannya juga menyukai sang adik dan membenci Lara.
Lantas, apa yang terjadi? Apakah Lara mampu menyelesaikan masalahnya? Sedangkan Lara bukanlah gadis tangguh.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue.sea_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Trauma
"Sarapan yang banyak sayang." Rania menyodorkan segelas susu pada Alena. "Pak joko buah jeruknya mana? Taruh di meja makan Alena suka soalnya."
"Baik nyonya."
Rania merasakan seseorang memeluknya dari belakang. Meletakkan wajahnya di ceruk leher Rania untuk menghirup aroma khas tubuhnya. Rania tahu siapa pelakunya, siapa lagi kalau bukan Ravindra.
"Mas lepas malu di lihat sama Alena."
Tetapi Ravindra semakin mengeratkan pelukannya. Tak menghiraukan Alena yang menjadi penonton.
"Biarkan saja aku masih mau begini."
"Ayah, jangan membuat mataku sakit."
Ravindra melirik Lara sinis, anak itu benar benar menghancurkan mood bagusnya pagi ini.
"Mama ayah aku pamit soalnya udah hampir telat."
Alena segera berlari setelah ia menyambar tasnya.
"Alena susunya di minum dulu." Rania mengejar Alena sambil membawa susu yang belum sempat di sentuh putrinya.
Alena segera meminum susu tersebut kemudian berbalik untuk meletakkan gelas di meja. Tapi sayang sekali Alena menabrak Lara membuat gelas di tangan terjatuh.
"Awww sakittt."
Prang
Alena yang saat itu terduduk di lantai tak dapat menutupi rasa kagetnya. Gadis itu mulai menangis karena ketakutan.
Ravindra segera menggendong Alena membawanya ke kamar agar tangis Alena mereda.
Sedangkan Lara, gadis itu mematung. Bibirnya bergetar menahan tangisan yang hampir saja pecah. Lara menatap kaca yang tertancap di kakinya darah segar mengalir dari kaki Lara bahkan sudah mengotori lantai. Sudah, mungkin memang tidak ada yang peduli dengannya.
"Alena baik baik saja ayah, lihat aku yang terluka karena dia."
Lara tak menghiraukan rasa perih di kakinya. Gadis itu berjalan ke meja makan dengan kaki yang berlumuran darah hingga meninggalkan jejak merah di lantai.
"Nona, kakimu terluka."
"Tidak apa apa Pak Joko ini hanya luka kecil." Lara tersenyum untuk menenangkan Pak Joko. Luka ini tak seberapa dengan luka di hati Lara.
Lara hanya ingin Ravindra melihat dirinya terluka. Lara berharap masih ada kesempatan baginya untuk mendapatkan kasih sayang dari ayahnya.
Sedangkan di kamar Alena
"Hikss hikkss ayahh aku ta kutt hiks." Alena memeluk Ravindra kuat. Alena takut sangat takut.
"Tenanglah Alena ayah disini semua akan baik baik saja." Ravindra berusaha menenangkan Alena. Jujur Ravindra juga penasaran apa yang membuat Alena begitu takut pada sesuatu yang pecah.
"Sewaktu kecil Alena dulu pernah minum jus buatanku mas. Tapi, aku lalai aku meninggalkannya sendirian hingga gelas yang berisi jus untuk Alena jatuh dan mengenai kaki Alena. Sejak saat itu Alena seperti trauma mas." Rania memeluk Alena masih terlihat sangat ketakutan. "Aku minta maaf ini semua adalah salahku."
"Ayah ak aku takut tadi kak kak Lara."
Alena kembali menangis, tangisannya benar benar menyayat hati siapapun yang mendengar.
Ravindra mengepalkan tangan, ada apa ini? Kenapa Alena ketakutan menyebut nama Lara? Ravindra harus membereskan hal ini setelah Alena tenang nantinya.
~-----~
Lara menyuapkan roti bakar rasa cokelat ke dalam mulutnya. Lara bisa menikmati sarapannya dengan tenang karena tidak ada Rania dan Alena.
Lara melihat kakinya yang sudah terbalut rapi. Luka karena serpihan kaca sudah dibersihkan dan diobati oleh bik Darmi, Lara harus berterimakasih padanya.
"Lara kamu harus minta maaf pada Alena karena sudah membuatnya ketakutan."
Lara tak peduli, ia terus menikmati sarapannya sambil sesekali fokus pada i Pad. Lara tidak bersalah jadi seharusnya Alena yang meminta maaf padanya.
"Lara apa kamu tidak mendengarkan saya?"
Lara menoleh dengan tatapan sendu, Ravindra tidak menyebutnya ayah saat berbicara dengan Lara Ravindra malah menggunakan bahasa formal.
Lara menunduk, ia sadar kehadiran Alena dan Rania mengubah Ravindra menjadi lebih dari yang dulu Lara kenal.
"Aku tahu ayah, tetapi Alena tadi yang bertindak ceroboh hingga ia juga melukai kakiku."
"Saya tidak peduli dengan kamu Lara saya hanya khawatir dengan mental Alena nantinya."
"Lalu aku? Apakah ayah tidak sadar bahwa ayah sudah mengguncang mentalku?"
"Itu adalah urusanmu."
Lara mencoba menatap Ravindra tak dapat dipungkiri Lara saat ini dapat merasakan luka dihatinya. Luka itu belum sembuh, tetapi Lara sudah mendapat luka baru yang membuat luka lama menganga semakin lebar.
Suara Lara bergetar. "Ayah, aku tidak mempermasalahkan luka kecil di kakiku. Luka fisik pasti akan sembuh seiring waktu tapi luka lain yang lebih menyakitkan, dimana aku harus mencari obatnya ayah?"
Ravindra bungkam. Bukan bungkam karena tersadar tapi menahan emosi. Lara merasa hanya dirinya yang terluka padahal Alena lebih dari itu.
"Kau harus kuberi hukuman Lara. Tunggulah hukumanmu nanti malam dan jangan pernah berpikir untuk melarikan diri."
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya