Anna harus terjebak dengan dua orang laki-laki yang membuatnya harus terpaksa berakhir dengan Maxim yang ternyata adalah teman masa kecilnya dulu.
Ternyata Maxim dan Dexter adalah mantan rekan yang memiliki sifat berbeda jauh.
Akankah Luna menerima cinta Maxim atau malah pergi bersama Dexter.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tessa Amelia Wahyudi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 09
Anna tidak menyangka jika dia bisa berada di posisi ini. Setelah pulang dari kapal pesiar tadi, dia tidak bisa melakukan apapun selain berdiam diri di dalam kamarnya.
Tiba-tiba di saat dia sedang duduk di atas tempat tidurnya, pintu kamar yang dia tempati terbuka dan itu Maxim.
Ya, Maxim masuk ke dalam kamarnya lalu menatap Anna disana. Melihat wajah Anna yang biasa saja membuat Maxim kesal.
Dia langsung menghampiri wanita itu lalu bertanya padanya.
"Kau senang bukan bertemu dengannya?" tuduhnya pada Anna tanpa bertanya lebih dulu.
"Apa maksud Anda mengatakan hal seperti itu?" tanya Anna yang tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Maxim.
Maxim terlihat semakin kesal ketika Anna menjawab seperti itu. Dia merasa bahwa wanita ini benar-benar masih memiliki perasaan terhadap mantan kekasihnya. Terbukti bahwa dia terlihat tidak melawan ketika dia mencarinya. Seharusnya dia bisa menghubungi tadi, tapi Anna tidak melakukannya sama sekali.
"Katakan saja jika kau memang masih mencintainya! Aku bisa melihat dari matamu bahwa kau masih memiliki perasaan terhadapnya. Kau senang bisa bertemu dengannya bukan? Apa kau ingin kembali padanya dan mengulang apa yang pernah kalian lakukan bersama?" Maxim terus saja mencecar Anna dengan pertanyaan-pertanyaan bodohnya yang membuat Anna juga merasa kesel dengannya.
"Berhenti menuduhku seperti itu! tahu dari mana Anda aku masih memiliki perasaan terhadapnya atau tidak. Lagi pula jika memang aku masih memiliki perasaan terhadapnya itu bukan urusan Anda! kita tidak memiliki hubungan apapun dan tidak seharusnya Anda melakukan hal ini padaku!" mendengar jawaban dari Anna membuat darah Maxim semakin mendidih.
Dia sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi, hingga membuatnya bersikap kasar pada wanita itu.
Maxim menarik tangan Anna dalam membawanya ke kamar mandi. Tidak hanya itu saja, dia membasahi tubuh wanita itu dengan air yang keluar dari shower dan membiarkan tubuhnya kedinginan. Maxim juga mengambil sabun dan menggosok lengan Anna sampai lecet.
"Hentikan Tuan, ini sakit. Tanganku perih ..." keluh Anna kerena Maxim terus-terusan melakukan hal itu padanya.
Dia sengaja menggosok tubuhnya dengan kuat hingga membuat kulitnya mau merah dan lecet. Sadar dengan apa yang dilakukannya membuat Maxim menghentikan perbuatannya terhadap Anna.
Apalagi ketika melihat tubuh wanita itu menggigil dan kulitnya memerah. Maxim merasa sangat bersalah atas kejadian itu. Tapi karena tidak tahu bagaimana caranya meminta maaf, akhirnya dia memilih pergi dan meninggalkan Anna sendirian di dalam kamar mandi dengan keadaan yang cukup mengenaskan.
Anna menangisi keadaannya saat ini. Dia benar-benar tidak percaya bahwa dia bisa mengalami hal seperti ini. Apa salahnya hingga disakiti dan dikhianati oleh kekasih yang dicintainya. Lalu dia kembali mendapatkan perlakuan buruk, dan Maxim yang melakukan hal itu.
"Kenapa takdirku seperti ini Tuhan? apa salahku hingga aku mengalami hal ini? aku juga ingin bahagia seperti mereka di luar sana. Aku tidak membutuhkan kebahagiaanmu Tuhan, aku hanya ingin hidup dengan tenang. Aku ingin hidupku yang dulu lagi, hiks ...hiks ..." Anna benar-benar menangis karena dia tidak tahu harus melakukan apalagi.
Bahkan dari dalam kamar mandi tadi, dia bisa mendengar suara dentuman pintu yang dibanting dengan keras dan Anna sendiri tahu betul siapa yang melakukannya.
"Sebenarnya apa arti aku dalam hidupnya? kenapa dia datang padaku dan membawaku seolah-olah Dia sangat mencintaiku. Tapi perlakuannya terhadapku tadi membuatku berpikir, bahwa dia tidak mencintaiku Tuhan," ucap Anna dengan berlinang air mata.
***
Sedangkan disisi lain, Maxim langsung melajukan mobilnya ke sebuah tempat tempat dimana dia bisa melampiaskan semua rasa kesalnya.
Maxim pergi ke klub miliknya dan dia menghabiskan begitu banyak minuman disana berharap bahwa penyesalannya hilang.
"Are oke dude?" tanya salah satu rekannya, ketika melihat laki-laki yang memiliki kekuasaan besar itu terlihat frustasi.
Untuk pertama kalinya dia melihat Maxim mabuk-mabukan seperti ini karena biasanya dia hanya akan minum untuk bersenang-senang saja. Tapi kali ini sepertinya dia ingin melampiaskan banyak hal.
Seperti ada sesuatu yang ingin dia lampiaskan. Tapi apa yang dirasakan laki-laki ini hingga membuatnya terlihat begitu frustasi?
"Max, are you okay?" tanya seorang wanita yang datang menghampirinya.
Dia adalah Isabel, salah satu orang kepercayaannya juga. Saat ini dia sedang bersama orang-orang terdekatnya. Maxim jarang sekali berkumpul dengan orang-orang ini. Tapi saat dia sedang membutuhkan, mereka langsung datang untuk menemaninya.
"I'm fine!" jawab Maxim tanpa melihat ke arah teman-temannya sedikitpun.
Fix! sudah jelas bahwa laki-laki itu sedang frustasi saat ini. Dia tidak pernah seperti ini, menghabiskan begitu banyak alkohol dari botolnya langsung.
"Aku yakin bahwa kau sedang tidak baik-baik saja saat ini. Katakan wanita mana yang menyakitimu?" tanya Bruno hingga membuat laki-laki yang sedang menghembuskan kepulan asap nikotin miliknya langsung melihat pada temannya itu.
Dia bahkan langsung mematikan sebatang rokok miliknya, lalu kembali menenggak alkohol tersebut dari botolnya langsung.
"Fix! ini pasti karena seorang wanita. Katakan wanita mana yang menyakitimu. Aku akan menghabisinya!" ujar Isabel.
Dia tidak ingin bos sekaligus teman baiknya ini merasa sakit hati dan disakiti oleh seorang wanita. Tidak ada yang boleh menyakiti laki-laki ini. Baik pria ataupun wanita, Isabel akan menghabisinya jika memang itu perlu.
"Tidak perlu! karena tidak ada wanita manapun yang menyakitiku. Aku sudah bilang bahwa aku baik-baik saja maka itu yang terjadi!" sentak Maxim hingga membuat kedua temannya itu langsung diam dan mereka tidak berani mengatakan apa-apa lagi.
Jika sudah seperti ini, artinya Maxim sudah tidak bisa di ganggu lagi. Kalau sampai mereka berani mengganggunya, maka mereka harus siap dengan segala konsekuensinya.
Dia masih memikirkan bagaimana bisa dia tersulut emosi hingga membuat wanita itu kesakitan. Bahkan tadi dia tidak memperdulikan rintihan Anna yang memintanya untuk berhenti. Maxim melihat kulit tangan Anna yang memerah dan lecet.
"Hah!" desahan nafasnya terasa begitu berat, hingga membuatnya tidak terlihat baik-baik saja seperti apa yang dia katakan.
Kedua temannya juga tahu, seperti apa perasaan Maxim saat ini. Tapi karena mereka menghargainya, mereka memilih untuk diam dan tidak ingin tahu. Apalagi Maxim sendiri juga sudah mengatakannya, bahwa dia baik-baik saja. Jadi lebih baik mereka diam dan tidak mempertanyakan apapun lagi.
Saat Maxim tengah memikirkan Anna, yang di pikirkan masih saja menangis sambil terisak. Dia masih memikirkan apa yang terjadi dalam hidupnya saat ini benar-benar tragis lagi.
Baru saja kemarin dia merasakan kehancuran hubungannya dengan Stefani, kini dia kembali merasakan sakit. Tapi bukan di hatinya.
Semua ini terjadi karena Maxim. Dia mendapatkan perlakuan buruk dari laki-laki itu hingga membuatnya terus saja menangis sampai tertidur.
Bersambung