Namaku Lakas, klan vampir dari darah murni, aku adalah seorang bangsawan dari raja vampir terkuat.
Adanya pemilihan pangeran pewaris tahta kerajaan vampir, menjadikanku salah satu kandidat utama sebagai penerus klan vampir darah murni.
Namun, aku harus menemukan cinta sejatiku dibawah cahaya bulan agar aku dapat mewarisi tahta kekaisaran vampir selanjutnya sebagai syarat utama yang telah ditetapkan oleh kaisar vampir untuk menggantikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 Bukan Hal Penting Tapi Menyesakkan
Nobel harus menerima pandangan semua orang terhadap dirinya yang menatapnya aneh.
Bagaimana tidak, dia berpakaian serba merah menyala dengan mantel tebal berbulu domba yang juga menyala merah warnanya bahkan dia juga memakai masker diwajahnya.
Ditambah lagi sepasang sarung tangan berwarna merah yang dia kenakan dikedua tangannya dan tak lupa sebuah topi fedora merah, yang juga dia kenakan diatas kepalanya.
Sehingga semua orang memandanginya sangat aneh.
Apa ada orang yang akan mengenakan pakaian serba merah yang tebal berlapis-lapis dipagi hari.
Mungkin iya, jika udara pagi hari ini terasa dingin menusuk tulang.
Namun, hari ini, udara tidak terasa dingin sama sekali bahkan udara amat panas jika di siang hari.
Nobel duduk tepat didekat pintu kelas karena hanya bangku itulah satu-satunya yang tersisa untuknya.
Seorang guru masuk membawa tumpukan raport ke dalam kelas, waktu pembagian raportan akan segera dimulai.
Guru kelas Cornelia langsung menoleh ke arah Nobel yang duduk paling ujung dekat pintu masuk.
Reaksi guru kelas hanya terdiam saja saat melihat ke arah Nobel.
Sedetik kemudian, acara raportan telah dimulai.
Seluruh rangkaian pengumuman tentang kegiatan belajar-mengajar dikelas dijabarkan oleh guru kelas.
Mulai dari awal kurikulum pelajaran berlangsung hingga kurikulum terakhir saat raportan dibagikan, semua dijelaskan oleh guru kelas dengan terperinci.
Nobel hanya mendengarkan semua penjelasan dari guru kelas dengan seksama tapi tubuhnya mulai gerah karena suhu udara meningkat dari tebalnya pakaian yang dia kenakan.
Penjelasan dari guru kelas sangat panjang bahkan terkesan menjemukan baginya, maklum didunia vampir, sekolah sengaja ditiadakan, lebih mengutamakan bimbingan keahlian fisik serta melatih kekuatan.
Nobel mulai merasakan kesemutan akut pada sendi-sendinya, panasnya suhu udara meningkat drastis ketika mantel tebal berbulu domba yang dia kenakan mulai terasa tidak nyaman.
"Kapan guru itu menyelesaikan penjelasannya ?" tanya Nobel bergumam pelan lalu menggaruk asal kedua tangannya yang mengenakan sarung tangan berwarna merah.
Meski demikian, Nobel masih bertahan mendengarkan penjelasan guru kelas walaupun tubuhnya mulai terasa gatal disekujur tubuhnya.
Tiba-tiba guru kelas itu mulai memanggil nama-nama murid untuk menerima raport.
Tentu saja, Nobel kebingungan harus mempersiapkan dirinya untuk maju ke depan, menerima raport milik Cornelia.
Setiap nama murid mulai disebutkan dan dipanggil oleh guru kelas, satu persatu wali murid dari para murid itu akan berjalan maju kedepan kelas untuk menerima raport dari guru tersebut.
Sebagian wali murid telah menerima raport milik anak-anak mereka, setelah raport dibagikan kepada mereka maka wali murid akan segera pulang.
"Cornelia !" panggil guru kelas dari tempatnya duduk.
Sekarang giliran Nobel untuk maju ke depan kelas, menerima raport.
Brak... ! Kursi terjatuh saat Nobel beranjak berdiri dari atas kursi.
Tampak Nobel agak kesulitan untuk bergerak dari tempatnya sekarang bahkan kedua kakinya mulai kesemutan akibat suhu panas keluar dari dalam tubuhnya.
Sebagian orang yang masih tersisa didalam kelas langsung menoleh ke arah Nobel seraya menatapnya serius.
Nobel hanya bisa menundukkan pandangannya seraya berjalan maju, tapi langkah kakinya terasa berat dengan tebalnya mantel bulu domba pada tubuhnya.
"Apa anda wali murid Cornelia ?" tanya guru kelas sembari menurunkan kacamatanya saat menatap ke arah Nobel.
Nobel mengangguk pelan sedangkan seluruh tubuhnya terasa kaku dan tegang.
"Silahkan duduk dikursi ini !" ucap guru tersebut sembari mempersilahkan kepada Nobel untuk duduk didepan meja.
Nobel kembali mengangguk pelan lalu duduk didepan meja yang disarankan oleh guru kelas padanya.
"Selamat pagi, terimakasih telah datang kemari dan mau meluangkan waktu untuk mengambil raport", ucap guru kelas ramah.
Guru kelas mengulurkan tangannya ke arah Nobel sembari tersenyum.
"Perkenalkan saya adalah wali kelas ini dan saya bertanggung jawab atas kegiatan mengajar dikelas selama kurikulum berlangsung", terang guru kelas saat Nobel duduk dihadapannya.
Nobel hanya mengangguk karena mulutnya tertutup oleh masker.
"Apa ada yang hendak diutarakan mengenai kurikulum atau masalah dalam pelajaran Cornelia ?" tanya guru kelas.
Nobel hanya menggeleng pelan tanpa berkata-kata.
"Baiklah, jika tidak ada komplain mengenai pelajaran Cornelia maka saya akan membagikan raport ini untuk anda sebagai wali murid", ucap guru kelas.
Guru kelas itu menyerahkan buku raport kepada Nobel sembari tersenyum lembut.
"Semoga anda berkenan selama Cornelia belajar dikelas ini, jika ada kekurangannya, saya selaku wali kelas meminta maaf", lanjut guru kelas.
Nobel mengangguk pelan lalu membawa serta raport milik Cornelia dan segera pergi dari kelas dengan langkah cepat.
Diluar kelas tampak Cornelia sedang berdiri menunggu Nobel.
Nobel segera menghampiri Cornelia.
"Aku tidak tahu harus berbuat apa untukmu tapi kuharap aku tidak mengecewakanmu", ucap Nobel seraya memberikan buku raport kepada Cornelia.
Cornelia hanya berdiri diam saat Nobel memberinya buku raport miliknya.
Terlihat Nobel mendongakkan kepalanya ke atas sambil menghela nafas panjang lalu menurunkan masker dari wajahnya.
"Hufh..., rasanya sesak sekali...", ucap Nobel.
Cornelia bergeming diam, tidak memperhatikan Nobel tapi dia melihat buku raport miliknya dengan wajah murung.
"Kenapa kau berwajah semurung itu ? Apakah nilaimu sangat buruk ?" tanya Nobel.
"Tidak...", sahut Cornelia seraya menggeleng pelan.
"Lalu ?" tanya Nobel selidik.
"Aku hanya ingin menunjukkan raportku pada tuanku Lakas", sahut Cornelia seraya memperlihatkan daftar nilainya yang semuanya seratus sempurna.
Nobel agak terkejut kaget ketika dia melihat deretan angka seratus disetiap raport Cornelia.
"Gadis yang luar biasa, mungkin ini kelebihan gadis dibawah cahaya bulan itu, sempurna", ucap Nobel tertegun.
Cornelia memperhatikan ke arah buku raportnya lalu terdiam.
"Apa kau tidak suka karena Lakas tidak hadir bersamamu ?" tanya Nobel.
Cornelia mengangguk pelan lalu menatap sendu ke arah Nobel yang berdiri dihadapannya.
"Aku hanya ingin tuanku Lakas hidup kembali seperti dulu, dan kenapa dia pergi tanpa memberitahu padaku", ucap Cornelia.
Nobel hanya menatap sendu tapi dia tidak dapat berbuat apa-apa.
"Apa aku berbuat salah padanya ?" tanya Cornelia.
Nobel segera duduk berjongkok didepan Cornelia lalu diusapnya pelan kedua bahu gadis kecil itu.
"Tidak, tidak ada yang salah darimu sebab kita tahu kalau Lakas sangat menyayangimu", sahut Nobel.
"Tapi dia pergi meninggalkanku", kata Cornelia yang menggenggam erat-erat buku raport ditangannya.
"Tidak, dia tidak pergi darimu, karena suatu hari nanti, dia pasti akan kembali lagi ke sisi kita", ucap Nobel yang berusaha menenangkan Cornelia.
"Uhu... Hu... Hu... Hu..., tapi dia telah pergi dan tidak kembali lagi...", sahut Cornelia sembari terisak-isak.
"Jangan menangis, Cornelia !" ucap Nobel dengan suara lembut.
"Dia pergi dariku...", kata Cornelia dengan air mata menetes dari kedua matanya.
"Tidak, Cornelia ! Dia tidak pergi kemana-mana, percayalah padaku !" sahut Nobel lalu menyeka air mata yang menetes keluar dari kedua mata Cornelia.
Nobel tersentuh hatinya ketika melihat kesedihan yang dialami oleh Cornelia saat ini.
Dan Nobel juga tahu kalau Lakas pasti akan merasakan kesedihan yang sama dengan Cornelia seperti dirinya.
"Kita pergi dari sini, ada yang ingin aku beritahukan kepadamu, Cornelia", ucap Nobel.
Nobel beranjak berdiri lalu meraih tangan Cornelia.
"Kuharap kau akan mengerti setelah aku memberitahukan padamu rahasia ini", kata Nobel.
Nobel menuntun langkah kaki Cornelia agar berjalan bersamanya keluar sekolah.
Suasana sekolah mulai terasa sepi saat acara penerimaan raport selesai siang ini.
Nobel masih mengenakan seluruh pakaian tebalnya yang berwarna merah menyala itu serta mantel berbulu domba yang terasa gatal ditubuhnya.
Namun, Nobel bertahan untuk tetap mengenakan seluruh atribut pakaiannya yang menyesakkan itu selama dia menemani Cornelia, meski ada beberapa orang memperhatikan dirinya saat dia berjalan. Tapi Nobel tidak memperdulikan hal itu, dan terus melenggang pergi.
Saat Nobel dan Cornelia sampai dipintu gerbang sekolah.
Nobel segera angkat kaki dari halaman sekolah sembari membawa pergi Cornelia dengan sekali hentakan kaki lalu menghilang sekejap mata.
Hembusan angin kembali bertiup kencang ketika mengiringi kepergian Nobel bersama Cornelia.
Debu beterbangan pelan meniup dedaunan kering yang berserakan jatuh ke halaman sekolah yang tampak sepi.