Seperti artinya, Nur adalah cahaya. Dia adalah pelita untuk keluarganya. Pelita untuk suami dan anaknya.
Seharusnya ...
Namun, Nur di anggap terlalu menyilaukan hingga membuat mereka buta dan tak melihat kebaikannya.
Nur tetaplah Nur, di mana pun dia berada dia akan selalu bersinar, meski di buang oleh orang-orang yang telah di sinarinya.
Ikuti kisah Nur, wanita paruh baya yang di sia-siakan oleh suami dan anak-anaknya.
Di selingkuhi suami dan sahabatnya sudahlah berat, di tambah anak-anaknya yang justru membela mereka, membuat cahaya Nur hampir meredup.
Tapi kemudian dia sadar, akan arti namanya dan perlahan mulai bangkit dan mengembalikan sinarnya.
Apa yang akan Nur lakukan hingga membuat orang-orang yang dulu menyia-nyiakannya akhirnya menyesal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Nur benar-benar merasakan sesak di dadanya makin dalam tatkala sang anak justru menyalahkannya atas apa yang terjadi.
Salahkah jika dia berpikir bahwa semua ini kesalahan sang suami dan selingkuhannya itu?
Namun Nur tak menampik jika ucapan sang sulung memang benar adanya, dirinya yang selalu mengabaikan penampilan ternyata akan berdampak sangat besar saat ini.
Bagaimana tidak, putrinya sendiri mengatakan jika penampilannya yang sederhana menjadi penyebab suaminya berpaling, meski Pamungkas tak pernah mengatakan dengan jelas apa kekurangannya.
Melihat sang ibu yang terdiam, Amanda kembali menggenggam tangannya.
"Mah?"
"Pulanglah Ka, mamah ingin sendiri dulu, terima kasih atas nasihat kamu," jawab Nur datar.
Amanda menarik napas panjang dan berlalu pergi, dia membiarkan sang ibu merenungi ucapannya.
Setelah Amanda pergi, Nur menghela napas panjang, dia tengah menimang jalan apa yang harus dia pilih.
Berpisah dengan Pamungkas, tapi dengan pilihan dirinya akan kehilangan anak sulungnya, karena entah kenapa, hati kecil Nur meyakini jika Amanda akan memilih tinggal bersama suaminya kelak.
Bisma— hanya putra bungsunya yang ia harapkan mau ikut bersamanya. Namun harapan itu juga sangat tipis, menurut Nur, Bisma juga tak jauh berbeda dnegan Amanda yang pasti tak mau begitu saja melepas segala kenyaman hidup yang selalu Pamungkas berikan.
Jika dirinya bertahan, Nur yakin kalau itu juga hanya sementara, karena Nur merasa kehidupan mereka pasti tak akan lagi sama.
Apalagi mengenai keadilan yang Pamungkas janjikan, ia yakin hal itu tak semudah ucapannya.
Entah kenapa, mengamati sifat Sisil yang cukup ambisius menurut Nur, ia yakin lambat laun Sisil pasti akan menuntut lebih.
Lalu jalan apa yang bisa ia pilih? Semuanya tak ada yang berpihak padanya.
.
.
Benar saja Pamungkas tengah sibuk memadu kasih dengan Sisil di kediaman wanita itu hingga tak menyadari panggilan Amanda.
Usai menenangkan pikirannya lewat sentuhan sang kekasih Pamungkas lantas menengok ponselnya.
Tujuannya hanya satu, dia takut ada pekerjaan yang di laporkan sekretarisnya.
Sayangnya panggilan Amanda-lah yang membuatnya mengernyit heran.
Pamungkas lantas segera menghubungi sang putri.
"Papah?" jawab Amanda begitu panggilannya terhubung.
"Maaf ka, tadi papah sibuk," kilah Pamungkas yang tetap tak berani jujur pada putrinya meski Amanda mengetahui hubungannya dengan Sisil.
"Mamah pah, mamah di rawat di rumah sakit," jelas Amanda yang seketika membuat Pamungkas terkejut.
"Apa?! mamah masuk rumah sakit? Di mana? Memang mamahmu kenapa? Coba ceritakan!" jawab Pamungkas panik
Amanda lantas menceritakan seluruh kejadian yang mereka alami sepeninggal Pamungkas pagi tadi.
Pamungkas tiba-tiba merasa bersalah. Karena merasa harga dirinya di jatuhkan oleh Nur yang memilih berpisah, dia mengabaikan kesehatan sang istri hingga menyebabkan Nur masuk ke rumah sakit.
"Baiklah Ka, maafkan papah ya, papah akan segera menyusul mamahmu ke rumah sakit," ujarnya.
"Ada apa Mas?" tanya Sisil manja sembari bergelayut manja di lengan kekar kekasihnya.
"Nur, dia masuk rumah sakit" jelasnya sendu.
"Nur masuk rumah sakit, kenapa?" jawab Sisil yang juga ikut khawatir.
"Semua gara-gara aku, tadi kami bertengkar, aku ngga sangka dia malah milih berpisah dari aku Sil," jelas Pamungkas.
"Apa? Berpisah? Maksud kamu, Nur meminta cerai dari kamu Mas?"
Pamungkas menarik napas panjang dan menceritakan pertengkaran mereka pagi tadi.
Karena pikirannya yang kacau dia kembali mendatangi kediaman Sisil. Lagi pula dia sudah izin cuti hari ini.
Sesampainya di kediaman Sisil, dirinya belum sempat bercerita sebab Sisil sudah memberikan suguhan yang bisa membuatnya lupa segalanya, termasuk istrinya.
"Ya ampun, kenapa kamu tega mas? Aku udah pernah bilang bukan? Aku ngga mau kamu menceraikan Nur mas! Aku rela jadi yang kedua, tapi aku ngga mau kamu berpisah darinya. Kalau seperti itu aku merasa sama jahatnya dengan selingkuhan mantan suamiku!"
"Lagi pula Nur akan semakin membenciku. Aku ngga mau, aku bisa-bisa tak punya muka lagi," keluhnya sembari terisak.
Pamungkas lantas memeluk tubuh polos kekasihnya. Dirinya merasa bangga karena ternyata Sisil juga sama baiknya dengan Nur dan memiliki hati yang lembut.
"Maafkan Mas Sil, saat itu mas cuma menggertak, mas ngga mengira kalau Nur menanggapinya dengan sungguh-sungguh."
"Kamu jangan khawatir, mas yakin kalau dia sudah tenang dia enggak akan meminta pilihan itu."
Sisil menggeleng, "berarti kamu belum mengenal istrimu Mas. Nur yang aku tahu berpendirian kuat, sejak dulu dia tak pernah menarik kembali ucapannya."
Bukannya membuat dirinya tenang, penjelasan Sisil tentang sifat sang istri justru semakin membuat dirinya cemas.
"Aku enggak mau tahu mas, pokoknya mas jangan sampai cerai. Kalau kalian berpisah, maka aku ngga mau menikah sama mas. Aku ngga mau merebut kebahagiannya mas," ancam Sisil yang membuat Pamungkas semakin tertekan.
.
.
.
Lanjut