Harap bijak dalam membaca.
kesamaan nama keadaan atau apapun tidak berkaitan dalam kehidupan nyata hanya imajinasi penulis saja.
Seorang wanita muda kembali ke tanah kelahirannya setelah memilih pergi akibat insiden kecelakaan yang menimpanya dan merenggut nyawa sang Kakek.
Setelah tiba ia malah terlibat cinta yang rumit dengan sang Manager yang sudah seperti Pria Kutub baginya. Belum lagi sang Uncle dan mantan kekasih yang terus mengusik kehidupan asmaranya.
Lalu di mana hati Alice akan berlabuh? Dapatkah Alice menemukan pelaku pembunuh sang kakek..
Yuk ikutin kisahnya...
jangan Lupa Like Vote Komentar maupun Follow terimakasih..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kanian June, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 9
TING TONG
Suara bel menggema di seisi rumah menghantarkan seseorang berjalan menuju pintu depan untuk membukakan pintu.
Sosok seseorang wanita cantik berdiri di balik pintu, dengan senyuman ramah yang selalu ia pancarkan terlihat di dunia nyata maupun di social media.
Dia adalah Moza yang sesekali berkunjung untuk menemui neneknya, dengan membawa beberapa paper bag di tangannya ia menyapa seseorang yang telah membukakan pintu.
"Hallo Bi apa kabar?" Sapanya sambil memberikan satu paper bag besar kepada Bi Mirah.
"Ah Non Moza, Alhamdulillah kabar baik Non. Non Moza sendiri? Mana Nyonya Berlian?" Jawab Bi Mirah dengan sopan
"Hem Moza juga happy bi, Moza sendiri aja tadi dari Lokasi mampir bentar kesini sebelum pulang. Oiya itu ada sedikit oleh-oleh tolong bagi-bagi sama yang lain ya bi." Pinta Moza
"Wah Non Moza repot-repot bawain kita oleh-oleh segala. Malah nambahin beban berat, terimakasih non.? Eh ayo masuk non, saya panggilkan Nyonya Besar dulu ya. Ayo non?" Ajak Bi Mirah mempersilahkan masuk
"It's okay Bi Moza seneng kok." Jawab Moza lalu mereka melangkah menuju ruang tengah.
Setelah Moza duduk Bi Mirah lalu bergegas menaiki tangga menuju kamar Oma Rochelle.
Di dalam kamar Oma hanya duduk di ranjang sambil memainkan gawainya menjelajah social media untuk mengisi rasa bosannya.
Lalu tiba-tiba terdengar suara ketukan dari balik pintu kamarnya.
"Iya ada apa bi." Jawab Oma dari dalam kamar menghentikan aktivitas nya sejenak.
"Maaf nyonya ada non Moza di bawah menunggu nyonya." Ucap Bi Mirah menyampaikan maksudnya.
"Oh kapan datang bi, suruh tunggu sebentar ya saya segera turun." Pinta Oma Rochelle.
Lalu ia segera turun dari ranjangnya dan berjalan menuju ruang tengah.
Baru saja aku ingin menelpon kapan dia akan mampir, panjang umur anak itu.
Gumam Oma dalam hati
Melihat sang nenek turun dari tangga Moza pun yang semula duduk langsung berdiri untuk menyambut Omanya yang datang.
"Oma... Moza mampir bawain Oma oleh-oleh?" Tutur Moza dengan semangat, iapun lalu berlari menghampiri sang nenek.
"Wah.. cucu Oma yang cantik, kapan dateng nya?" Ucap Oma sambil membentangkan tangannya ingin memeluk.
"Hm.. Moza baru aja sampai Oma ini baru aja dari Bandara terus mampir dulu kesini, ini Moza bawain oleh-oleh kesukaan Oma." Lantas Moza menyodorkan paper bag yang ia bawa.
"Wah kamu selalu saja ingat kesukaan Oma. Kenapa gak pulang dulu pasti kamu capek ya. Istirahat disini dulu aja ya, apa mau nginep disini aja Oma bakal seneng banget." Bujuk Oma sambil mengurai pelukannya.
"Hm.. sebenarnya capek banget Oma, Moza gak sempet tidur di pesawat aja Moza masih take Vidio buat endorse. Tapi gak apa-apa Moza happy kok Oma." Ucap Moza "ya nanti boleh deh Moza nginep Oma kalo habis ini gak ada jadwal"
"Yah kamu atur jadwal sebaik mungkin ya jangan lupa juga kasih waktu buat happy di usiamu sekarang ini loh. Jaga kesehatan juga jangan lupa, buat apa kerja mati-matian kalo ujungnya uang buat seneng malah buat berobat." Tutur Oma menasihati.
"Iya siap Oma, nanti ada waktunya Moza bakal longgarin jadwal. Sekarang Moza lagi happy banget jalani peran Moza di kehidupan ini." Jelas Moza dengan mantap
Sebenarnya Dahulu sebelum Moza naik daun Oma Rochelle sempat memberikan tawaran Moza untuk duduk di kursi manager pada perusahaan nya.
Namun Moza yang tidak terlalu suka dengan dunia bisnis seperti perusahaan sang Oma maka ia menolak dengan sopan, dia beralasan ingin menggeluti dunia hiburan sesuai dengan cita-citanya sejak kecil.
Meski saat mamanya mengetahui bahwa Moza menolak permintaan emas Omanya , namun Moza tetap kekeh pada pendiriannya.
Mama Berlian menginginkan Moza bisa masuk di perusahaan Oma Rochelle, dengan begitu dia bisa sedikit berkuasa lewat anaknya.
Namun harapannya harus sedikit ia kubur dulu, mengingat Moza tidak berminat sama sekali.
Merekapun masih sibuk bercengkrama tentang kegiatan Moza sampai satu pertanyaan Oma yang membuat Moza diam seketika.
"Ah Oma... Biarlah dulu nanti kalo Moza bisa sukses siapapun dia yang Tuhan kirimkan untuk jadi pendamping Moza pasti datang tepat pada waktunya." Jawab Oma dengan tersipu
"Yah masa iya cucu sama anak Oma satupun belum ada yang menemukan pujaan hatinya. Oma kan udah kebelet punya cucu Moza." Rengek Oma yang hanya di tanggapi Moza dengan tawa ringan.
***
Langit sudah kembali cerah saat waktu hampir memasuki jam makan siang. Hujan yang turun sedari pagi mengguyur seisi kota tinggal menyisakan genangan di beberapa sudut jalan.
Berbeda dengan para staf lain yang sudah berhenti melakukan perkejaan nya dan bersiap untuk makan siang. Ada dua orang yang masih setia dengan setumpuk berkas di meja, sesekali mengetik pada layar komputer didepannya.
Wah tidak sia-sia aku menyatukan mereka dalam sebuah pekerjaan, sama-sama gila kerja.
Gumam William dari depan pintu ruangan Steven.
William tau jika kedua orang tersebut belum keluar untuk makan siang karena jika mereka sudah keluar pasti terlihat dari dalam ruangan William.
Karena ruangan Steven berada paling ujung, jadi harus melewati ruangan Direktur dahulu sebelum akhirnya sampai di ruangan manager.
"Awas saja kamu Kutub, berani sekali mengerjaiku. Baru juga tadi pagi baik hati sekarang lihat? Ah menyebalkan!" Maki Alice dari tempat dudukku nya, menatap lekat pada Steven yang bisa ia lihat dari balik jendela sebelahnya.
William pun geli melihat tingkah Alice yang ngomel-ngomel sendiri. Dia sudah berdiri dari beberapa menit yang lalu namun kehadirannya tidak di sadari oleh Alice.
PLETAK
"Aw! Sakit!" Ringis Alice merengek, mengusap bekas tangan yang melayang menjitak dahinya.
Iapun segera memasang wajah marahnya, melirik dengan sinis.
"Makanya jangan suka marah gak jelas, awas jangan terlalu benci bisa-bisa tumbuh nya cintah." Goda William sambil menahan tawa.
"Ih! Awas Ya!" Ancam Alice dengan wajah manyunnya.
"Lagian ini sudah jam istirahat kenapa masih disini bukannya makan?" Tegur William.
Bukannya Alice tidak mau namun ia sungkan untuk pergi dahulu karena melihat Steven masih sibuk dengan pekerjaannya.
Tadi Okta sekertaris William sempat mengunjungi nya menawarkan untuk makan siang bersama, namun Alice tolak dengan alasan yang sama.
Akhirnya Okta kembali ke ruangan nya menceritakan pada William.
"Ah Pak William tidak lihat betapa pak Kutub masih sibuk dengan pekerjaannya, ya saya sungkan mau makan siang duluan. Lagian ini juga pekerjaan yang di berikan pada saya sebanyak ini, jangankan ya pak saya mau makan siang nafas aja ngap banget." Keluh Alice dengan jengah, bahunya merosot seolah jiwa raganya benar-benar lelah untuk beberapa hari ini karena ulah Steven.