NovelToon NovelToon
Takhta Terakhir Endalast Ganfera

Takhta Terakhir Endalast Ganfera

Status: tamat
Genre:Action / Tamat / Balas Dendam / Mengubah Takdir
Popularitas:11.1k
Nilai: 5
Nama Author: Nabilla Apriditha

— END 30 BAB —

Endalast Ganfera duduk di depan cermin besar di kamarnya, memandangi bayangannya sendiri. Usianya baru menginjak 15 tahun, tetapi di balik mata dan rambut merahnya, ada kedewasaan yang tumbuh terlalu cepat. Malam ini adalah ulang tahunnya, dan istana penuh dengan sorak-sorai perayaan.

Endalast tersenyum, tetapi matanya masih mengamati kerumunan. Di sudut ruangan, dia melihat pamannya, Lurian. Ada sesuatu dalam sikap dan tatapan Lurian yang membuat Endalast tidak nyaman. Lurian selalu tampak ambisius, dan ada desas-desus tentang ketidakpuasannya terhadap kepemimpinan Thalion.

Lurian berpaling dan berbicara dengan bangsawan lain, meninggalkan Endalast dengan perasaan tidak enak. Dia mencoba menikmati perayaan, tetapi kecemasan terus mengganggunya. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras dari luar, oh tidak apa yang akan terjadi??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nabilla Apriditha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 9: Penyusupan Ke Istana

.......

.......

.......

...——————————...

Endalast sedang sibuk mempersiapkan pasukannya ketika Jenderal Draven datang dengan wajah penuh kekhawatiran. "Pangeran Endalast, ada sesuatu yang penting yang harus saya jelaskan," kata Draven, suaranya penuh urgensi.

Endalast menghentikan pekerjaannya sejenak, menatap Draven dengan tatapan serius. "Apa yang terjadi, Jenderal?"

Draven menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. "Saya harus mengakui sesuatu. Raja kami, Raja Thaloria, sebenarnya mungkin tidak dibunuh seperti yang saya katakan sebelumnya. Saya tidak tahu pasti apakah dia dibunuh atau hanya ditahan oleh pihak Nereval untuk mencegah perlawanan kami."

Endalast terkejut. "Apa maksudmu? Mengapa kau berbohong tentang hal ini?"

Draven menundukkan kepala. "Saya khawatir jika saya tidak memberi tahu yang sebenarnya, tidak ada yang akan percaya bahwa kita perlu bertindak cepat. Sekarang saya yakin bahwa Raja Thaloria mungkin masih hidup, dan kita harus menyelamatkannya sebelum Nereval atau Lurian memanfaatkan situasi ini untuk memperkuat kekuasaan mereka."

Endalast terdiam sejenak, memikirkan kata-kata Draven. "Ini adalah risiko besar, Draven. Pihak Nereval pasti sudah memperketat penjagaan setelah upaya penyusupan terakhir kita."

Draven mengangguk. "Saya tahu. Tapi saya siap mengambil risiko itu. Saya akan menyelamatkan raja saya, apapun yang terjadi. Dan saya butuh bantuanmu untuk melakukannya."

Endalast menatap mata Draven dengan tajam, mencari kejujuran dan tekad di sana. "Baiklah, kita akan menyusun rencana. Tapi ini harus dipikirkan dengan sangat matang. Kita tidak bisa gagal kali ini."

Mereka memanggil Sir Cedric, Sir Alven, Arlon, Eron, Sir Galen dari pihak Ethoria, dan Lady Selene dari pihak Rirval untuk berdiskusi. Mereka berkumpul di ruang pertemuan, di mana peta besar istana Nereval terbentang di meja.

Endalast membuka diskusi. "Jenderal Draven baru saja memberi tahu saya bahwa Raja Thaloria mungkin masih hidup dan ditahan oleh pihak Nereval. Kita harus menyusun rencana penyusupan untuk menyelamatkannya."

Sir Cedric berbicara pertama. "Ini adalah tugas yang sangat berbahaya. Mereka pasti sudah memperketat penjagaan setelah penyusupan terakhir kita."

Sir Alven mengangguk setuju. "Kita harus mempertimbangkan semua kemungkinan dan mencari cara untuk menyusup tanpa terdeteksi."

Lady Selene, yang terkenal dengan kecerdasannya, menambahkan, "Kita harus memanfaatkan informasi intelijen sebanyak mungkin. Mungkin ada celah yang bisa kita manfaatkan."

Eron yang selalu penuh semangat, berkata, "Kita harus mempersiapkan pasukan cadangan untuk membantu kita jika terjadi keadaan darurat. Kita tidak bisa pergi ke sana tanpa rencana cadangan."

Arlon yang biasanya pendiam, akhirnya berbicara. "Kita juga harus mempertimbangkan jalan keluar setelah kita menyelamatkan raja. Kita tidak bisa terperangkap di dalam istana."

Sir Galen dari Ethoria mengangguk. "Benar. Kita harus merencanakan semuanya dengan sangat hati-hati."

Endalast mengangguk setuju. "Baik, mari kita susun rencana ini dengan detail. Kita harus memastikan bahwa setiap langkah kita diperhitungkan dengan baik."

Diskusi berlangsung berjam-jam. Mereka menganalisis peta, memikirkan kemungkinan jalur penyusupan, dan merencanakan strategi untuk menghadapi segala kemungkinan.

Setelah melalui banyak perdebatan dan pertimbangan, mereka akhirnya mencapai kesepakatan akhir. Endalast berbicara dengan suara tegas.

"Kita akan membagi tim menjadi dua. Tim pertama, yang terdiri dari Sir Alven, Arlon, dan beberapa prajurit terbaik kita, akan menyusup ke dalam istana melalui jalur rahasia yang ditemukan oleh intelijen kita."

"Tim kedua, yang dipimpin oleh Eron dan Sir Galen, akan berada di luar sebagai pasukan cadangan. Draven dan aku akan memimpin misi penyelamatan raja." lanjutkan Endalast.

Lady Selene menambahkan, "Kita juga akan menyiapkan tim medis di luar istana untuk berjaga-jaga jika ada yang terluka. Kita harus siap menghadapi segala kemungkinan."

Dengan rencana yang sudah disusun matang, mereka bersiap untuk misi berbahaya ini. Malam itu, mereka berkumpul di perkemahan, mempersiapkan peralatan dan senjata mereka.

Endalast berjalan di antara prajuritnya, memberikan semangat dan memastikan semuanya siap. Ketika malam semakin larut, mereka bergerak menuju istana Nereval.

Dengan penuh kehati-hatian, mereka menyusup melalui jalur rahasia yang ditemukan oleh intelijen. Jalan itu sempit dan gelap, namun mereka terus maju dengan tekad yang kuat.

Setelah beberapa saat, mereka akhirnya mencapai bagian dalam istana. Sir Alven dan Arlon memimpin jalan, memastikan bahwa tidak ada penjaga yang melihat mereka.

Mereka bergerak dengan cepat dan senyap, mengikuti peta yang telah mereka pelajari dengan cermat. Di dalam istana, suasana sangat tegang.

Mereka tahu bahwa sedikit saja kesalahan bisa berarti bencana. Endalast memberi isyarat kepada Draven untuk maju. "Kau tahu di mana raja mungkin ditahan?"

Draven mengangguk. "Di ruang bawah tanah, di bagian paling terdalam istana."

Mereka bergerak dengan cepat, menghindari penjaga dan bergerak menuju ruang bawah tanah. Setelah beberapa saat, mereka menemukan pintu yang terkunci. Endalast memberi isyarat kepada Arlon untuk membuka pintu dengan keahliannya sebagai ahli kunci.

Dengan cepat, Arlon berhasil membuka pintu. Mereka masuk ke dalam dan menemukan Raja Thaloria yang terikat dan lemah di dalam sel. Draven berlari ke arahnya, melepaskan ikatan dan memeluknya. "Raja, kami datang untuk menyelamatkanmu."

Raja Thaloria terlihat lemah namun penuh semangat. "Terima kasih, Draven. Aku tahu kau akan datang."

Mereka dengan cepat membawa Raja Thaloria keluar dari sel dan mulai bergerak kembali ke jalur penyusupan. Namun, alarm berbunyi, dan mereka tahu bahwa waktu mereka hampir habis.

"Bergerak cepat!" seru Endalast. "Kita harus keluar dari sini sekarang!"

Mereka berlari melalui koridor, menghindari penjaga yang mulai berkumpul. Sir Alven dan Arlon memastikan bahwa jalan tetap aman, sementara Eron dan Sir Galen mempersiapkan pasukan cadangan di luar untuk membantu mereka keluar.

Ketika mereka akhirnya mencapai pintu keluar, pasukan Nereval sudah menunggu di luar. Pertempuran sengit pun terjadi. Pasukan Endalast berjuang dengan gigih untuk melindungi Raja Thaloria dan memastikan bahwa mereka bisa keluar dengan selamat.

Endalast memimpin pertempuran dengan keberanian dan strategi yang brilian. "Pertahankan posisi kita! Jangan biarkan mereka mendekat!"

Draven dan Raja Thaloria bergerak di tengah perlindungan pasukan Endalast, sementara Sir Cedric dan Lady Selene memberikan dukungan dari belakang. Pasukan Nereval mulai terdesak oleh serangan balik yang kuat dari pasukan Endalast.

Dengan koordinasi yang sempurna, mereka berhasil membuka jalan keluar dan membawa Raja Thaloria ke tempat aman di luar istana. Eron dan Sir Galen memastikan bahwa semua prajurit keluar dengan selamat.

Ketika mereka akhirnya tiba di perkemahan, mereka disambut dengan sorak-sorai kemenangan. Raja Thaloria tersenyum lemah namun penuh rasa syukur. "Terima kasih, Endalast. Kau telah menyelamatkanku dan kerajaan kita."

Endalast mengangguk dengan hormat. "Kita akan terus berjuang bersama, Raja Thaloria. Bersama-sama, kita akan mengalahkan Nereval dan membawa perdamaian bagi kedua kerajaan kita."

Dengan semangat baru, mereka mulai merencanakan langkah berikutnya. Mereka tahu bahwa pertempuran besar masih menunggu, tetapi dengan persatuan dan kepercayaan, tidak ada yang tidak bisa mereka hadapi.

Endalast dan Draven berdiri di depan para prajurit, memberi pidato semangat. "Hari ini, kita telah menunjukkan bahwa keberanian dan persatuan adalah kekuatan sejati. Kita akan terus berjuang untuk masa depan yang lebih baik bagi semua orang. Bersama-sama, kita akan menang!"

Para prajurit bersorak, siap menghadapi tantangan berikutnya dengan tekad yang lebih kuat. Mereka tahu bahwa dengan kepemimpinan Endalast dan dukungan Raja Thaloria, mereka akan berhasil mengalahkan Nereval dan membawa kedamaian bagi dunia mereka.

...——————————...

Setelah kelompok Endalast berhasil keluar dari kepungan di luar istana Nereval, mereka tiba-tiba menyadari bahwa liontin kerajaan Endalast hilang, mungkin terjatuh saat mereka melarikan diri.

Endalast merasa terbebani oleh tanggung jawab ini, namun saat ia meminta kelompoknya untuk melanjutkan kabur, mereka bersikeras untuk tetap bersamanya.

"Saya harus kembali mencari liontin ini," kata Endalast dengan tegas kepada Sir Alven, Sir Cedric, Arlon, Eron, dan Jenderal Draven yang ada di sekitarnya. "Saya tidak bisa meninggalkannya di tangan musuh."

Sir Alven mengangguk serius. "Kami akan bersama-sama denganmu, Pangeran Endalast. Kami tidak akan meninggalkan Anda sendirian."

Jenderal Draven menambahkan, "Kami juga harus bergerak cepat sebelum mereka menyadari kita kembali ke dalam."

Tanpa ragu lagi, Endalast memimpin kembali kelompoknya masuk ke dalam istana yang gelap dan penuh bahaya. Mereka menjelajahi lorong-lorong yang mereka lewati sebelumnya dengan hati-hati, mencari jejak liontin yang hilang.

Setelah pencarian yang tegang, mereka berhasil menemukan liontin itu tergeletak di sudut salah satu lorong yang sempit. Namun, kegembiraan mereka terpotong ketika mereka mendengar suara langkah kaki mendekat.

Mereka berbalik dan menemukan diri mereka dikepung oleh pasukan kerajaan Nereval yang sudah siap menyerang. Mereka kalah jumlah dan terdesak ke arah aula utama istana.

Di dalam aula, Lurian dan Raja Nereval menatap mereka dengan senyum jahat. Lurian, dengan tatapan tajamnya, berkata, "Sepertinya kau terjebak dalam perangkap, Endalast. Kau sangat naif untuk kembali ke sini."

Endalast menatap Lurian dengan tatapan tajam. "Kami tidak akan menyerah begitu saja. Kami akan melawan untuk melindungi Raja Thaloria dan untuk kehormatan kerajaan kami!"

Pertempuran pun pecah di aula itu. Endalast bersama Sir Alven, Sir Cedric, Arlon, Eron, dan Draven, melawan pasukan Nereval dengan gigih. Mereka menggunakan setiap strategi yang mereka miliki, bergerak dengan cepat dan efisien di antara musuh yang lebih banyak.

Sementara itu, Lady Selene dan Sir Galen berhasil membawa Raja Thaloria kembali ke markas mereka dengan aman. Mereka mengatur perlindungan ekstra di sekitar raja untuk memastikan keselamatannya.

Di tengah-tengah pertempuran yang sengit, Lurian dan Raja Nereval terus mencemooh Endalast. "Mana ada pangeran sebodoh ini, hanya demi liontin keluarga dia bahkan masuk ke kandang harimau," ejek Lurian dengan sinis, mencoba mengganggu fokus Endalast.

Endalast hanya memusatkan perhatiannya pada pertempuran, mengabaikan ejekan pamannya. Namun, Lurian tidak berhenti sampai di situ. "Oh ponakanku tersayang, mengapa kamu tidak menyerahkan nyawamu baik-baik saja supaya segera menyusul adikku dan iparku?" ujar Lurian dengan nada merendahkan.

Kata-kata Lurian membuat darah Endalast mendidih. "Kamu tidak akan menghentikan kami, Lurian! Kami akan membuktikan kekuatan dan keberanian kami di medan ini," seru Endalast dengan suara yang penuh tekad.

Di tengah keganasan pertempuran yang melanda aula kerajaan Nereval, Endalast merasakan tubuhnya semakin lelah. Meskipun telah menebas ratusan prajurit musuh, namun mereka terus berdatangan seperti gelombang yang tak berujung.

Endalast mencoba mempertahankan fokusnya, tetapi kelelahan mulai mempengaruhi gerakannya. Dia melihat Lurian, pamannya yang menjadi sasaran utamanya di tengah kekacauan pertempuran ini.

Dengan lincahnya, Endalast berhasil mendekati Lurian yang sedang bertempur dengan salah satu prajurit Ethoria. Pedangnya meluncur dengan kecepatan mematikan, hampir saja menebas kepala Lurian yang menjadi sasaran balas dendamnya. Namun, sekelompok pengawal Nereval yang setia dengan sigapnya menghalangi serangan pedang Endalast.

Pengawal-pengawal itu bertindak dengan gesit, menghadang setiap gerakan tajam Endalast dengan perisai mereka yang kokoh dan pedang yang siap menghadapi serangan musuh.

Mereka bekerja sama dengan koordinasi yang presisi, membentuk lapisan pertahanan yang rapat di sekitar Lurian untuk melindungi nyawa raja mereka.

Endalast, yang mengamuk dalam keadaan marah dan kelelahan, berusaha mengatasi hambatan tersebut. Namun, serangan-serangan berulang yang dilancarkan oleh pengawal Nereval membuatnya terpaksa bertahan.

Ia merasa frustrasi, tetapi juga menyadari bahwa bertarung dengan pengawal yang terlatih dengan baik seperti ini memerlukan strategi yang lebih matang.

Sementara itu, pertempuran di sekitar mereka terus berlanjut dengan keganasan yang sama. Sir Alven dan Sir Cedric bersatu dalam pertahanan mereka, melindungi Arlon yang sedang memantau kondisi sekeliling.

Eron, dengan pasukan cadangannya, mengarahkan serangan balik yang terkoordinasi untuk memberikan tekanan pada pasukan Nereval yang terus menyerang.

Draven, yang berada di tengah-tengah pertempuran, terus memberikan instruksi dan bantuan taktis kepada rekan-rekannya.

Dia adalah pilar kekuatan dan kebijaksanaan strategis bagi kelompok ini, memastikan bahwa setiap gerakan mereka dijalankan dengan maksimal efisiensi.

Namun, di sisi lain aula, Lurian dan Raja Nereval terus menonton dengan senyum senang dari takhta mereka. Mereka menikmati pertunjukan ini, melihat kebingungan dan keputusasaan yang mulai memengaruhi Endalast dan pasukannya.

"Oh ponakanku yang pemberani," ujar Lurian dengan nada mencemooh. "Kau terlalu berani datang ke sini. Lihatlah bagaimana kita menangkapmu dalam perangkap ini."

Endalast menatap Lurian dengan mata yang menyala-nyala. "Kamu tidak akan menang, Lurian! Kami akan melawan sampai titik darah penghabisan!"

Raja Nereval tersenyum dengan dingin. "Kalian hanya menyusahkan diri sendiri. Akhirnya, kerajaan Thaloria akan menjadi milikku, dan tak ada yang bisa menghentikan itu."

Di tengah-tengah pertempuran, suasana semakin tegang. Endalast berusaha keras untuk tidak hanya mempertahankan diri dan rekan-rekannya, tetapi juga untuk menemukan celah di pertahanan musuh.

Setiap gerakan yang dia buat harus dipikirkan dengan hati-hati, karena kesalahan kecil bisa berarti kekalahan bagi mereka.

Tiba-tiba, dalam keheningan yang terputus-putus di antara serangan-serangan berkecamuk, Endalast melihat kesempatan yang langka. Dengan kecepatan yang mempesona, dia mendekati Lurian yang sedang sibuk memerintahkan pasukannya.

Pedangnya meluncur dalam serangan mematikan, mengarah langsung ke arah leher Lurian. Namun, sebelum pedang Endalast bisa mencapai sasaran, sekelompok pengawal Nereval yang terlatih dengan baik bereaksi dengan cepat.

Mereka menyapu masuk, memisahkan Endalast dari targetnya, dan menghadang serangan pedang dengan perisai dan senjata mereka yang kuat. Pertempuran pun kembali memanas, dengan kedua belah pihak saling berhadapan dalam keganasan yang tak kenal lelah.

Endalast merasakan frustrasi dan kekecewaan yang mendalam. Dia hampir saja berhasil, tetapi kini kesempatan itu telah hilang. Dia terus berjuang, mencari celah untuk menyerang kembali, sementara pasukan Nereval terus menyerang dengan semakin ganasnya.

Pertempuran di aula kerajaan Nereval berlanjut, menjadi semakin sengit dan putus asa. Di tengah-tengah kekacauan, Endalast dan kelompoknya harus menghadapi kenyataan bahwa mereka mungkin terjebak dalam situasi yang semakin sulit untuk mereka atasi.

Endalast terduduk di lantai dingin aula, napasnya tersengal-sengal, keringat bercucuran di dahinya. Pedangnya tergeletak di sampingnya, dan tubuhnya terasa lelah luar biasa setelah bertarung tanpa henti.

Matanya memandang sekeliling, melihat rekan-rekannya yang terus bertarung dengan gigih. Namun, mereka semua tahu bahwa mereka terdesak. Pasukan Nereval terus mendesak maju, membuat mereka semakin terpojok.

Lurian berjalan mendekati Endalast dengan langkah tenang dan percaya diri, senyum sinis terpampang di wajahnya. "Lihatlah dirimu sekarang, Endalast," katanya dengan nada mengejek. "Pangeran yang gagah berani, kini terduduk tak berdaya di lantai aula ini."

Endalast mengangkat kepalanya, menatap Lurian dengan mata penuh kebencian. "Kamu belum menang, Lurian," jawabnya dengan suara yang lemah namun penuh tekad. "Selama kami masih bernapas, kami akan terus melawan."

Lurian tertawa kecil, melipat tangan di dadanya. "Kau benar-benar keras kepala, seperti ayahmu dulu," katanya. "Tapi lihatlah sekelilingmu. Kelompokmu terkepung, rekan-rekanmu terdesak. Kau tidak punya jalan keluar."

Endalast memaksakan dirinya untuk berdiri, meskipun tubuhnya terasa berat. "Kami tidak membutuhkan jalan keluar, Lurian. Kami akan bertarung di sini dan sekarang, sampai titik darah penghabisan."

Lurian menggelengkan kepala, tatapannya penuh cemooh. "Keberanianmu memang mengagumkan, Endalast, tapi keberanian saja tidak cukup untuk memenangkan perang ini. Raja Nereval sudah memprediksi setiap gerakanmu. Kau terlalu mudah ditebak."

Sir Alven, yang berada di dekat Endalast, berteriak, "Kami tidak akan membiarkanmu menyentuh Pangeran kami, Lurian!" Dia mengayunkan pedangnya dengan penuh semangat, menebas musuh-musuh yang mendekat.

Namun, Lurian tetap tenang, hanya melirik ke arah Sir Alven. "Setia sampai akhir, ya?" katanya. "Tapi setia tidak akan menyelamatkan kalian dari kematian."

Jenderal Draven, dengan napas tersengal-sengal, memaksa dirinya untuk tetap berdiri di samping Endalast. "Pangeran ayo berdiri, kita harus menemukan cara untuk meloloskan diri. Kita tidak bisa terus bertahan di sini."

Endalast mengangguk, tahu bahwa Draven benar. Namun, dia juga tahu bahwa mereka tidak bisa keluar dengan mudah. "Kita harus mencari celah, Draven," katanya. "Kita tidak bisa membiarkan mereka membunuh kita dengan mudah."

Lurian mendekat, memandang Endalast dengan tatapan penuh kebencian. "Kau tahu, Endalast, aku bisa saja membunuhmu sekarang dan menyudahi semua ini," katanya dengan suara rendah. "Tapi itu terlalu mudah. Aku ingin melihatmu menderita, melihat kerajaanmu hancur karena ketidakmampuanmu."

Endalast menatap Lurian dengan mata penuh api. "Kamu tidak akan pernah mendapatkan apa yang kamu inginkan, Lurian. Kerajaan ini akan bangkit kembali, dan kamu akan melihatnya dari neraka."

Lurian tertawa, suara tawanya bergema di seluruh aula. "Kau benar-benar percaya diri, Endalast. Tapi mari kita lihat bagaimana kau bertahan dari ini." Dia memberi isyarat kepada pasukannya, dan mereka mulai mendekat, mengepung kelompok Endalast dari segala arah.

Sir Cedric, dengan darah yang mengalir dari luka di lengannya, berteriak kepada rekan-rekannya. "Kita harus melindungi Pangeran Endalast! Jangan biarkan mereka mendekat!"

Eron, yang juga terluka, tetap berusaha memimpin serangan balasan. "Kita tidak bisa menyerah sekarang! Kita harus terus bertarung!"

Pertempuran semakin sengit. Pasukan Nereval terus mendesak maju, dan kelompok Endalast semakin terdesak. Mereka tahu bahwa mereka tidak bisa bertahan lama dalam kondisi seperti ini.

Namun, mereka juga tahu bahwa mereka tidak punya pilihan lain selain terus bertarung. Endalast mencoba mengumpulkan kekuatannya, meskipun tubuhnya terasa berat dan lelah.

Dia tahu bahwa dia harus berdiri dan melawan, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk rekan-rekannya dan kerajaannya. "Kita tidak boleh menyerah," katanya dengan suara penuh tekad. "Kita harus terus bertarung."

Lurian memandang Endalast dengan tatapan penuh kebencian. "Kau benar-benar keras kepala, Endalast," katanya. "Tapi keberanianmu akan menjadi kehancuranmu."

Endalast menatap balik dengan mata penuh api. "Keberanian adalah satu-satunya hal yang kami miliki sekarang, Lurian. Dan itu cukup untuk melawanmu."

Pertempuran berlanjut, semakin sengit dan penuh darah. Endalast dan kelompoknya berjuang dengan segala yang mereka miliki, menggunakan setiap kekuatan dan strategi yang tersisa.

Mereka tahu bahwa mereka mungkin tidak akan keluar dari aula ini dengan hidup, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka tidak akan menyerah tanpa perlawanan.

Di tengah-tengah pertempuran, Endalast melihat sebuah celah kecil di pertahanan musuh. Dia tahu bahwa ini mungkin satu-satunya kesempatan mereka untuk meloloskan diri. "Draven, lihat di sana!" katanya sambil menunjuk ke arah celah itu. "Kita harus ke sana!"

Draven melihat ke arah yang ditunjuk Endalast dan mengangguk. "Ayo kita bergerak, sekarang!" katanya. "Alven, Cedric, Eron, kita harus melindungi Pangeran Endalast dan menemukan jalan keluar!"

Dengan semangat baru, kelompok Endalast mulai bergerak menuju celah itu, bertarung dengan segala kekuatan yang tersisa. Mereka tahu bahwa ini adalah kesempatan terakhir mereka untuk meloloskan diri dan menyelamatkan kerajaan mereka.

Lurian menyadari apa yang terjadi dan berteriak kepada pasukannya. "Hentikan mereka! Jangan biarkan mereka melarikan diri!"

Pertempuran semakin intens. Pasukan Nereval berusaha keras untuk menghentikan Endalast dan kelompoknya, tetapi mereka terus bergerak maju dengan tekad yang tak tergoyahkan. Mereka tahu bahwa mereka harus meloloskan diri dan melindungi liontin kerajaan.

Akhirnya, setelah pertarungan yang panjang dan melelahkan, Endalast dan kelompoknya berhasil mencapai celah itu. Mereka berlari dengan segala kecepatan yang mereka miliki, mencoba meloloskan diri dari aula yang penuh darah dan kehancuran.

Namun, Lurian tidak menyerah begitu saja. Dia berteriak kepada pasukannya untuk mengejar mereka, dan pertempuran berlanjut di luar aula. Endalast dan kelompoknya terus bertarung, meskipun tubuh mereka terasa lelah dan luka-luka semakin banyak.

Mereka tahu bahwa mereka tidak bisa bertahan lama dalam kondisi ini, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka tidak bisa menyerah. Mereka terus bertarung, menggunakan setiap kekuatan dan strategi yang mereka miliki, berharap bisa meloloskan diri dan melindungi kerajaan mereka.

Endalast, meskipun lelah dan terluka, terus memimpin kelompoknya dengan keberanian dan tekad yang luar biasa. Dia tahu bahwa mereka harus bertahan, tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk semua orang yang mereka cintai dan untuk kerajaan mereka.

Pertempuran terus berlanjut, menjadi semakin sengit dan penuh darah. Endalast dan kelompoknya berjuang dengan segala kekuatan yang mereka miliki, berharap bisa meloloskan diri dari kehancuran dan melindungi masa depan kerajaan mereka.

1
Carletta
keren
RenJana
lagi lagi
Lyon
next episode
Candramawa
up
NymEnjurA
lagi lagi
Ewanasa
up up
Alde.naro
next update
Sta v ros
keren bener
! Nykemoe
cakep up up
Kaelanero
bagus banget
AnGeorge
cakep
Nykelius
bagus top
Milesandre``
lagi thor
Thea Swesia
up kakak
Zho Wenxio
kece up
Shane Argantara
bagus
☕️ . . Maureen
bagus banget ceritanya
Kiara Serena
bagus pol
Veverly
cakep
Nezzy Meisya
waw keren
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!