NovelToon NovelToon
Inspace

Inspace

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: camey smith

Dalam keheningan hidup yang terasa hampa, Thomas menemukan pelariannya dalam pekerjaan. Setiap hari menjadi serangkaian tugas yang harus diselesaikan, sebuah upaya untuk mengisi kekosongan yang menganga dalam dirinya. Namun, takdir memiliki rencana lain untuknya. Tanpa peringatan, ia dihadapkan pada sebuah perubahan yang tak terduga: pernikahan dengan Cecilia, seorang wanita misterius yang belum pernah ia temui sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon camey smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Our First Day

Pagi itu, sinar matahari menerobos masuk melalui celah tirai, menyinari kamar dengan cahaya hangat. Cecilia dan Thomas terbangun secara bersamaan, kedua mata mereka terbuka lebar saat mereka menatap satu sama lain dengan ekspresi terkejut.

Ada momen singkat di mana keduanya tampak bingung, seolah-olah mereka baru saja terlempar ke dalam realitas yang tidak mereka kenali. Kepala mereka berputar, mencoba memproses kenapa mereka berada di tempat tidur yang sama.

Cecilia, dengan rambutnya yang sedikit berantakan dari tidur, menatap Thomas dengan mata yang membesar. "Thomas?" katanya dengan suara serak, "Apa yang... mengapa kita..."

Thomas, yang masih setengah sadar, menggosok matanya, mencoba mengusir kabut tidur. "Cecilia?" balasnya, sama terkejutnya. "Kita di... Apakah kita...?" Mereka berdua duduk, menarik selimut hingga dada, masih tidak percaya dengan situasi yang mereka temukan.

"Aku akan mandi lebih dulu dan bersiap untuk sarapan." pamit Thomas masih dengan kekakuan diantara keduanya.

"Okey, take your time." balas Cecilia. Thomas pun berlalu menuju kamar mandi. Suara air yang mengalir dari shower terdengar, menandakan bahwa Thomas telah mulai rutinitas paginya.

Di kamar mandi, Thomas berdiri di bawah guyuran air hangat, membiarkan air tersebut mengalir di tubuhnya, berharap itu bisa membantu meredakan kekakuan yang dia rasakan.

Setelah Thomas selesai mandi, dia keluar dari kamar mandi dengan rasa segar dan semangat yang baru. Cecilia, yang telah menunggu gilirannya segera berjalan menuju kamar mandi. Namun, Cecilia tiba-tiba berubah menjadi raut kesal saat dia melihat kondisi kamar mandi yang ditinggalkan Thomas.

“Thomas!” teriaknya, tidak bisa menyembunyikan iritasi dalam suaranya. “Bagaimana bisa kamu lupa menutup odol? Dan dudukan kloset… tolong, turunkan setelah kamu pakai!”

Thomas, yang masih berada di dekat pintu kamar mandi, mengintip ke dalam dengan ekspresi tidak bersalah, melihat Cecilia yang sudah berdiri dengan tangan di pinggang, menatap tajam ke arah odol yang tergeletak tanpa tutup. "Thomas, kau ini seperti anak kecil, tutup odol saja tidak bisa!" Cecilia memulai serangannya.

“Come on.” Thomas memutar badannya untuk meninggalkan tempat itu.

“Berhenti! Aku belum selesai bicara.” Cecilia mencegah Thomas beranjak dari sana.

Thomas, dengan senyum yang dipaksakan, menjawab, "Good morning, sayang. Kau tahu, odol itu seperti cinta, tidak perlu ditutup-tutupi."

Cecilia mengerutkan keningnya, tidak yakin apakah harus tertawa atau marah. "Jangan beralasan dengan puisi murahanmu! Kau tidak tinggal sendirian dan aku tidak suka berantakan! Kita harus punya aturan!" Cecilia menambahkan, sambil mengibaskan sapu yang tiba-tiba muncul di tangannya.

"Baiklah, mulai sekarang, aturan pertama adalah selalu tersenyum saat melihat odol terbuka."

Cecilia menatap Thomas dengan tatapan yang tidak bisa ditawar lagi, Cecilia masih melanjutkan omelannya bagai burung yang berkicau di pagi hari. "Jangan bercanda, ini serius!" suaranya menegaskan. Thomas mengangkat bahu, seolah-olah tak ada yang penting.

"Oh, oke? Jadi kau tidak mau berhenti. Lihat ini," tangannya melambai ke arah barang-barang yang berserakan di lantai, "Barang-barangmu bahkan berserakan di lantai dan aku tidak suka melihatnya. Ini adalah seni modern, 'Chaos on the Floor'—sangat avant-gardeMengerti? Kita impas." Thomas berdiri dengan kedua tangan di pinggang, kepalanya sedikit miring.

"Ah, so you turning the tables on me? jadi ini semua salahku?" balas Cecilia dengan nada yang sama.

"Tidak, ini salahku. Oke," kata Thomas menggelengkan kepala, suaranya rendah, mencoba mengakhiri pertengkaran. Dia berbalik untuk pergi, tapi Cecilia menarik lengannya, menahannya.

"Jangan pergi saat aku sedang berbicara padamu!"

Tok..Tok..Tok

Ketukan di pintu terdengar seperti irama drum yang mengumumkan babak baru dalam drama pagi itu. Thomas, dengan gerakan yang tergesa-gesa, melangkah menuju pintu dan membukanya. Di ambang pintu, berdiri Fabio dan Helena.

"Selamat pagi, para pejuang cinta yang terhormat!" seru Fabio dengan suara yang dibuat-buat serius, lengannya terentang seolah hendak memeluk seluruh dunia. Helena, dengan senyum yang tak kalah lebarnya, menambahkan, "Kami datang membawa damai dan... sarapan!"

Thomas tidak bisa menahan tawa, dan Cecilia, yang masih berdiri di belakangnya, pun tersenyum. "Kalian ini...," kata Cecilia, menggelengkan kepala sambil tertawa.

Fabio melangkah masuk dengan gaya yang berlebihan, seolah-olah dia adalah duta besar yang membawa perjanjian penting. "Kami telah menegosiasikan kesepakatan dengan chef resort untuk menyediakan sarapan terlezat di pulau ini, hanya untuk kalian berdua," katanya, sambil memberikan isyarat dramatis ke arah meja yang telah disiapkan di luar.

Helena mengikuti dengan langkah tari, "Dan tidak ada honeymoon yang lengkap tanpa sajian sarapan yang memanjakan lidah dan perut, bukan?"

Mereka semua tertawa, dan ketegangan yang sempat mengisi ruangan tadi pagi segera terlupakan. Bersama-sama, mereka berjalan menuju meja sarapan.

Sinar matahari pagi yang hangat menyelinap masuk melalui celah-celah daun, menciptakan pola cahaya yang bermain di atas meja sarapan yang telah disiapkan di teras luar. Suara ombak yang lembut dan kicauan burung menambah suasana santai yang sempurna untuk sarapan. Udara segar dengan semilir angin sepoi-sepoi membawa aroma kopi yang baru diseduh dan roti panggang yang menggugah selera.

Di meja, berbagai hidangan disajikan dengan penuh warna dan kelezatan. Buah-buahan tropis yang segar, seperti mangga, nanas, dan pepaya, dipotong rapi dan disusun dalam mangkuk besar. Pancake lembut dengan sirup maple yang manis, omelet yang kaya akan isian sayuran dan keju, serta sosis dan bacon yang garing, semuanya mengundang selera.

Fabio menyandarkan diri ke belakang, matanya berkilat dengan rasa ingin tahu yang tak tersembunyi. Dengan suara yang hampir tidak terdengar di antara suara garpu dan pisau yang bertemu piring, dia bertanya, "Bagaimana tadi malam? Apa kau berhasil?"

Thomas, yang sedang menikmati gigitan besar pancake-nya, hampir tersedak mendengar pertanyaan itu. Dia menoleh ke Fabio, menatapnya dengan pandangan yang mengatakan 'seriuskah kamu sekarang?'. Setelah menelan makanannya, dia menjawab dengan nada rendah, "Yah, mari kita katakan saja, misi belum selesai."

Helena, yang duduk di seberang mereka, menangkap bisikan itu dan tidak bisa menahan diri untuk tidak ikut campur. "Oh, jangan menyerah Thomas. Masih banyak malam-malam berikutnya yang akan memberikan kalian kesempatan.” katanya sambil tertawa.

Thomas dan Cecilia saling bertukar pandang, mata mereka bertemu dalam diam yang berbicara. Ada kilatan kekakuan yang terlintas, sisa-sisa dari malam yang penuh dengan kecanggungan khas pengantin baru.

Fabio, dengan ekspresi yang penuh dramatis, mulai menceritakan kisahnya dengan nada yang seolah-olah dia adalah pencerita kisah kuno. "Bayangkanlah," katanya, sambil mengarahkan pandangannya ke langit-langit seakan-akan memutar kembali film kenangan. "Malam pertama kami, Helena dan aku, di kamar yang dipenuhi dengan lilin beraroma dan musik romantis yang mengalun lembut."

Helena menatapnya dengan tatapan yang menggoda, menunggu punchline yang pasti akan datang. "Dan di sana kami berdua, terbungkus dalam keharuan yang tak terucapkan, ketika tiba-tiba..." Fabio berhenti sejenak, memberikan jeda dramatis yang sempurna.

"...aku tersandung karpet dan jatuh terguling ke atas tempat tidur, memadamkan setengah dari lilin-lilin itu!" Fabio melanjutkan, sambil menirukan aksinya dengan gerakan tangan yang berlebihan. "Dan bukannya malam yang penuh gairah, kami malah menghabiskan waktu berdua untuk memastikan tidak ada yang terbakar!"

Tawa meledak di antara mereka, dan suasana sarapan menjadi lebih ringan dan ceria. Helena, dengan senyum yang lebar, menambahkan, "Dan itulah mengapa kami sekarang hanya menggunakan lilin LED!"

Mereka semua tertawa lagi.

1
Leo6urlss
Camila bener bener lu yeeee 🤣🤣
Leo6urlss
Wkwk andai menikah semudah itu pasti gw udh punya anak 5
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!