"Jadilah kuat untuk segala hal yang membuat mu patah."
_Zia
"Aku mencintai segala kekurangan mu, kecuali kepergian mu."
_Darren
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @nyamm_113, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SISI LAIN DARREN
...RINTIK HUJAN
...
Darren menatap dingin orang-orang yang berjoget riah, lampu kelap kelip dan suara dentuman music.
Darren sudah menghabiskan dua botol anggur, dia peminum yang kuat. Jika dia merasa sedang setres, banyak pikiran. Darren sudah pasti melampiaskannya dengan minum.
Terlihat seorang wanita seksi mendekati Darren yang kesadarannya mulai menghilang, wanita itu perlahan meraba dada bidang Darren. Darren menatap wanita itu, mencengkram kuat tang wanita penggoda itu lalu menghampaskannya dengan kasar.
“Don’t touch me bitch!” Ujar Darren dingin. “Enyahlah.”
Wanita itu tidak menyerah, siap yang mau menyia-nyiakan kesempatan ini? Didepannya adalah seorang pengusaha kelas atas.
“Why? Apakah tubuhku tidak terlihat menggoda Tuan?” Tanyanya. Saat ingin menggapai lengan Darren, sebuah tangan lebih dulu menariknya menjauh dari Darren.
“Pergi.” Dia Antoni. Pemilik Club mala mini.
Setelah di hubungi oleh temannya. Antoni langsung, takut jika ada wanita yang mengger-gerep Darren dan akhirnya malah memesan kamar. Bisa mati dia, jika Aron tau.
Antoni mendekat. “Lo kenapa balik lagi sih? Lo ngak mikir ada bini lo dirumah, ha?”
Darren menutup telinganya. “Berisik!” Menatap tajam Antoni.
“Gue untung masih mau nampung lo disini yet.” Kesal Antoni. Menatap jengkel Darren.
“Melinda.” Racau Darren.
Membuat Antoni terdiam, sudah begitu lama mereka berakhir. Namun, manusia dingin ini masih belum melupakan manusia tak tau diri itu. Antoni merasa prihatin dengan sahabatnya, masih mengharapkan wanita yang mencampakannya.
“Lo masih suka ama nenek lampir itu?” Tanya Antoni. Nenek lampir yang dia maksud adalah Melinda, wanita tak tau diri.
“Gue masih punya rasa Antoni, gue masih sayang ke dia.” Ujar Darren pelan. Suaranya serak dan sorot matanya penuh kerinduan.
“Lo emang bodoh, udah punya bini. Masih ajah lo harapin nenek lampir itu.” Kata Antoni. “Lo ngak harus lupain dia, tapi lo ngak selamanya juga terus-menerus berharap Darren. Sadar! Lo udah punya istri, yang nunggu lo pulang.” Lanjutnya.
Darren menggeleng, tak setuju dengan ucapan Antoni. Baginya Melinda segalanya, dia rela melakukan apapun untuk bisa kembali bersamanya.
“Lo diam ajah.” Ucap Darren. Telinganya terasa panas mendengar Antoni mengoceh.
“Bodoh banget sih lo! Sadar! Dia yang ninggalin lo, dan lo masih ngarepin dia datang? Emang batu banget lo kalau dibilangin.” Antoni semakin kesal.
Cinta memang buta. Membuat siapapun terlihat bodoh dengan cinta itu, tidak perlu menasehati mereka. Mereka tidak pernah mendengarkan, mata mereka buta, pendengaran mereka tuli dan langkah mereka berhenti pada sosok yang mereka puja.
Jadi. Biarkan saja mereka, sampai mereka merasakan jatuh cinta terlalu dalam.
***
Di rumah. Zia sangat khawatir dengan suaminya, merasa bersalah karena telah mengganggu waktu istirahat suaminya. Dalam hatinya tak berhenti berdo’a untuk keselamatan suaminya.
Didepan pintu dia terus mondar-mandir, menghubungi Darren. Namun, ponsel suaminya tidak aktif. Semakin membuat dia khawatir, bahkan Darren pasti belum makan malam.
“Ya Allah, mas Darren kemana sih? Ini hampir tengah malam, mas Darren belum juga pulang.” Nada khawatir Zia.
Dari depan pagar rumah. Zia dapat melihat mobil yang sering dipakai suaminya, perlahan dia mendekati mobil itu yang sudah terparkir rapi tepat didepannya.
Seseorang membuka pintu kemudi mobil, itu Nando dan seorang laki-laki yang Zia tak tau juga ikut turun.
Nando memapa keluar bosnya dengan kesulitan, badan bosnya ini berat.
“Kau istrinya Darren?” Celetuk laki-laki yang Zia tak kenal. Itu Antoni, ngetot ingin melihat istri muda Darren.
Zia menunduk, lalu mengangguk. “Iya.”
Suaranya sangat lembut. Antoni terpukau dan mengakui jika perempuan ini sangatlah cantik, namun manusia berhati beku itu malah menyia-nyiakannya.
“Ah, kita belum pernah bertemu. Perkenalkan saya Antoni, sahabat Darren. Dan selamat atas pernikahan kalian.” Ujarnya.
“Terimakasih, aku Zia Putri Nelson. Panggil saja Zia.” Tutur Zia.
Antoni berpikir sebentar. “Nelson? Apakah kau anak Abraham Nelson?” Tanyanya.
Zia hanya mengangguk, menatap Nando dan Darren yang dipapah keluar dari mobil.
“Astaghfirullah, mas Darren kenapa?” Tanyanya. Sedikit panik, melihat wajah suaminya yang merah dan sedikit pucat.
Nando meringis. “Maaf mbak, pak Darren mabuk.”
Zia tentu syok, suaminya tidak pulang kerumah karena pergi minum minuman haram itu? Astaga.
“Ya Allah, ya udah bawa masuk ajah ya.” Ujar Zia.
“Baik mbak.”
Anton membantu Nando memapah Darren, naik kelantai dua. Dimana letak kamarnya berada, setelah berhasil memapa Darren. Antoni dan Nando segera pulang, tak baik berlama-lama di rumah pengantin baru.
“Sekali lagi terimakasih banyak, sudah mengantar pulang mas Darren.” Ujar Zia.
Kedua laki-laki bedah umur itu tersenyum dan mengangguk, istri dari Darren ini sangat baik dan ramah.
“Tidak masalah, kalau begitu kami pamit dulu.” Ucap Antoni.
“Permisi dulu mbak, assalamu’alaikum.” Lanjut Nando. Mengikuti Antoni yang sudah lebih dulu keluar rumah.
Setelah mereka pergi. Zia buru-buru mengambil air dan handuk kecil untuk membilas tubuh suaminya.
Setelah kembali dari dapur, dia jadi bingung sendiri.
“Aku buka bajunya? Kalau dia bangun terus marah-marah gimana? Buka ngak ya?” Ucapnya dengan pelan.
“Tapi kalau ngak dibuka, gimana mau bersihin badannya? Buka ajah deh, masalah kena marah belakangan ajah.” Lanjutnya.
Dengan teletah. Zia membuka satu-persatu kancing kemeja Darren yang tertidur pulas, setelah berhasil membuka melepaskan kemeja Darren. Zia terpukau sesaat, otot badan suaminya sangat sempurna.
“Astaghfirullah, fokus zia.”
Mengambil handuk kecil itu, lalu membasahinya dengan air. Perlahan membilas tubuh Darren dengan pelan, dari tangan dada dan perut. Hingga leher dan wajah Darren.
“Mas Darren seperti bayi jika tertidur, tapi di saat dia dalam mode marah. Wajahnya seperti singa galak.”
Setelah membasuh tubuh bagian atas Darren. Zia perlahan membuka sepatu dan kaos kaki Darren, membasuh kakinya juga. Dia tidak berani mengganti celana Darren.
“Alhamdulillah, akhirnya selesai.”
Saat hendak mengambil baskon dekat tempat tidur. Darren menggeliat dalam tidurnya, menutup mulutnya dengan tangannya.
Zia paham, segera mungkin mengambil tempat sampah yang kosong untuk Darren tempati muntah.
Dengan sabar. Zia mengusap-usap punggung suaminya, setelah dirasa Darren tak mengeluarkan isi perutnya lagi.
Zia membantu suaminya untuk kembali berbaring.
Zia menyodorkan gelas berisi air. Darren meminumnya hingga habis.
“Pelan-pelan mas.” Ucap Zia.
“Mmm, jangan pergi Melinda.” Ucap lirih Darren. Zia terdiam saat Darren menggenggam erat tangannya.
“Maaf Melinda, maaf.”
Darren tak tahu saja, jika dia perlahan menggoreskan pisau pada hati Zia. Zia tetap diam, lebih memilih duduk dibawa. Menatap wajah damai Darren, jarang-jarang dia bisa menatap lama wajah suaminya dengan bebas.
Darren memeluk erat lengan Zia. “Aku minta maaf, tolong kembali Melinda.”
Zia diam, tak tau hars bagaimana. Membiarkan Darren menyebut nama itu, walau dalam hati banyak pertanyaan.
Zia mengusap kening suaminya dengan pelan, jika boleh saja dia ingin lebih lama dekat dengan suaminya.
Darren semakin terlelap, usapan lembut di keningnya membuat dia menutup matanya dengan rapat.
“Ternyata sesakit ini mencintai orang yang masih terjebak dengan masa lalunya.”
di lanjut Thor,,, penasaran 🤔
moga Darren cepat menyadari nya🤔🤭🤲
lanjut Thor. ku ingin si Darren hancur,, udah menyia yia kan berlian
yakinlah Lo bakalan nyesel Darren,,,
bikin tuan arogan bertekuk lutut 💪👍🏻😍