"Entahlah...aku harus berbuat apa dengan pernikahanku? Katanya cinta setengah mati, tapi kenyataannya cinta kita seolah akan mati. Aku tidak merasakan kehangatan yang semestinya. Aku lelah mengemis suamiku. Aku lelah..."
"Bantu aku untuk meraih jawaban untuk masa depan yang mesti kita lakukan. Aku tidak meminta banyak. Hanya ingin dibelai sayang sebagaimana sewajarnya seorang suami pada istri. Aku hanya butuh kamu sebagai teman berbicara ketika aku berkeluh kesah. Dan satu hal lagi yang membuatku jatuh sebagai martabat seorang istri, aku jarang disentuh." Seorang perempuan dengan kulit bersih kini memerah karena sejak sujud dia tergugu menangis. Dia hanya mampu berkeluh kesah pada sang Khalik di setiap sujudnya atas kondisi pernikahan yang sedang dijalaninya sekarang. Ya... sebagai manusia biasa dia pun kini merasa di titik terlemahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Teti Kurniawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ceroboh
"Jangan bercanda kamu Rey!" Bentak Zahira. Zahira pun sedang menetralisir pikirannya. Kebingungan menyelimuti pikirannya. Ada apa dengan Rey? Dan kenapa juga dia tiba-tiba bicara seperti itu.
"Ah... kenapa kamu terlambat Rey... kalaulah kamu sedikit cepat, mungkin aku tidak usah menikahi dia."
Sesal Zahira. Entah alasan apa Zahira lebih condong hatinya pada Rey daripada pada dosennya itu. Meski keduanya sama-sama tampan, sama-sama tajir, tapi Zahira lebih nyaman dengan Rey. Walau Rey banyak recok nya ketimbang damainya.
"Aku tidak bercanda Zahira. Apa aku harus sekarang datang melamar mu?" Ucap Reymon agar Zahira percaya. Dia tidak mau menunda keinginannya.
"Tak usah-usah! Kamu... bukannya belajar malah mikir yang tidak-tidak." Zahira segera mengalihkan topik pembicaraan pada tugas yang harus dikerjakannya.
"Please Zahira.. aku mohon. Aku tahu kamu sedang membutuhkan pendamping bukan?" Reymon keceplosan berbicara begitu pada Zahira.
"Apa?" Sontak membuat Zahira agak meninggikan suaranya karena kaget. Darimana Reymon tahu bahwa tadi dirinya membutuhkan pendamping untuk memenuhi permintaan abinya.
Jangan-jangan dia tahu.
Ucap Zahira menduga-duga.
"Pokoknya besok aku akan datang bersama orang tuaku Zahira. Jadi kamu tunggu aku!" Ucap Reymon menutup teleponnya.
"Aku harap kamu bisa menerima aku Zahira."
Entah angin apa yang membuat Reymon nekad ingin menikahi Zahira. Ya tak mungkin kalau Reymon tidak menyukai Zahira. Makanya dia bisa memutuskan dengan cepat untuk melamar Zahira.
"Rey.. Rey.. " Zahira memangagil-manggil nama Reymon. Padahal sambungan teleponnya sudah mati.
"Ya ampun... aku mesti bagaimana ini?" Ucap Zahira bingung.
"Bagaimana kalau dia serius? Apa mesti aku terus terang? Ah.... " Teriak Zahira kebingungan.
Reymon langsung mengusap-ngusap dadanya.
"Aku harap kita berjodoh Zahira."
Reymon langsung memanjatkan doa.
Reymon tidak memikirkan apapun selain bisa menikahi Zahira sekarang-sekarang ini. Dia tidak membayangkan bagaimana kalau dia menikah di usianya yang masih muda. Apakah dia akan siap dengan segala resiko yang akan ditanggungnya atau belum. Semuanya tidak pernah terpikirkan sedikitpun di pikiran Reymon saat ini.
Maklum Reymon sudah tajir melintir sejak lahir.
Reymon melajukan mobilnya ke apartemen setelah selesai dengan lamunannya.
Di lain tempat Arsel sudah memarkirkan mobilnya tepat di halaman mansion utama.
"Darimana kamu?" Tanya Jacky begitu melihat Arsel. Tadi dia mencarinya di kantor tapi Arsel sudah tidak ada di ruangannya. Tapi begitu pulang ke rumah Arsel pun ternyata belum juga sampai di rumah.
"Aku bukan anak kecil yang harus selalu melapor." Ucap Arsel ketus hendak melangkahkan kakinya ke lantai dua.
"Mmm... aku hanya mau mengabarkan bahwa ibumu besok akan datang. Dia tadi menelpon." Ucap Jacky yang tadi menerima panggilan dari Raisya.
Ada apa mama mendadak datang ke Jakarta?
Arsel agak mengerutkan dahinya. Biasanya ibunya itu selalu datang dengan rencana. Tidak dadakan seperti sekarang.
Apa.. mama tahu pernikahan aku?
Deg
Hati Arsel tiba-tiba tidak tenang.
"Kenapa? Kamu masih berdiri disitu?" Jacky merasa heran melihat Arsel masih berdiri terpaku seperti sedang melamun setelah mendengar dia memberitahu akan kedatangan Raisya ke Jakarta.
"Mmm.. gak pa-pa." Arsel langsung melanjutkan langkahnya menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
apa mama benar-benar tahu?
Arsel sudah masuk ke dalam kamarnya lalu berdiri di belakang pintu. Dia masih memikirkan tujuan ibunya datang ke Jakarta. Dan hati Arsel jadi gelisah.
"Kenapa mama tidak memberitahu aku, bahkan ka Michel?" Arsel bicara sendiri. Meski dia kecewa pada Raisya, tapi hati kecilnya selalu merindukan kehadiran perempuan yang telah melahirkannya ke dunia.
"Apa jadinya kalau mama dan yang lainnya tahu aku.. sudah menikah? Ah.. apa perlu aku gagalkan saja?" Arsel seperti tidak siap menerima banyak pertanyaan akan pengambilan keputusannya karena sudah menikahi Zahira.
Hati kecilnya merasa bersalah besar.
"Ah.. Bagaimana dengan Shanty?" Arsel tiba-tiba teringat pada kekasihnya yang sedang di negara asing itu.
Apakah dia akan kecewa kalau aku menikahi dia?
"Ah...kenapa.aku sampai ceroboh." Sesal Arsel sambil menyugar rambutnya kasar. Arsel terkadang kurang berpikir panjang dalam mengambil keputusan. Apalagi kepurusan besar seperti menikahi Zahira.
