Rumi Di Genggaman Beijing

Rumi memasuki Gua bebatuan, dia mengganti selimut untuk sang naga. Meletakkan beberapa lentera di setiap sudut dan memasang kelambu jaring penghangat. Mengucapkan permintaan maaf, mengusap pelan kepalanya.

“Jangan pamerkan wajah murung begitu. Aku janji mulai sekarang lebih memperhatikan mu. Naga api raksasa, siapa nama mu? bukankah kau sudah menganggap ku orang yang paling dekat dengan mu?”

Wajah Rumi yang berseri, tatapannya yang membius hati sang naga. Detak jantung memompa lebih cepat, wajah sang naga memerah menahan debaran perasaan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Sang naga menulis Namanya di atas pasir, sebuah nama sulit di artikan oleh Rumi. Tulisan itu terhapus saat melihat kedatangan Ogu.

“Penjaga Rumi, segera datang ke Aula kebesaran. Ketua memanggilmu..”

......................

Kabar angin tentang kedekatan sang naga yang tidak hanya tunduk takhluk tapi juga mulai menyukai sang penjaga. Lincau mengeluarkan serangan mendadak, dia menyerang pembuluh nadi Rumi. Serangan yang menggulung otot saraf, mengombang-ambing aliran darah.

“Ketua, penjaga Rumi mulai melemah. Saya rasa Latihan hari ini sudah berakhir..” bisik Ogu sang pendamping Lincau.

Serangan terhenti, Rumi bergetar tidak sanggup untuk bangkit. Serbuk penghilang rasa sakit di lempar dalam sebuah kantung hitam. Rumi mengesot mengambil bergegas menelannya. Dia tau sang Ketua pasti marah karena mempermalukan Banyu. Tapi, Rumi bertekad menunjukkan potensinya yang terbaik untuk bisa segera meninggalkan tempat yang tidak pernah dia inginkan.

“Maafkan hamba ketua, semua ini hamba lakukan untuk meningkatkan kekuatan tuan Banyu..”

“Aku tau segala trik kecil mu penjaga Rumi. Kali ini jangan sampai sang putri beralih meminta mu menjadi penguasa pembatas penjaga langit. Cepat taklukkan naga itu, ingat. Kekuatan mu telah aku segel hanya untuk diri mu sendiri. Jika kau mengeluarkannya untuk yang lain, maka sama saja perlahan kau membunuh tubuh mu sendiri..”

Ketua negeri padang hijau selalu kejam memperlakukannya. Rumi di seret keluar Altar, pintu raksasa tertutup keras sampai Seza melihat dari wilayah kebesaran wakil Lincau. Senyuman Bahagia melihat Rumi menderita. Berbeda dengan Banyu yang menyembunyikan kekhawatiran melihatnya.

“Rumi, sudah larut malam. Kenapa kita ke wilayah hakim rasi Bintang? Wakilnya akan mencambuk kita dengan cemeti petir. Aku belum siap mati… Huufhh”

“Tutup mulut besar mu Gen. Kalau kau takut, Kembali menjaga naga di depan gua bebatuan.”

Rumi bersembunyi diantara akar pepohonan besar. Dia melihat sang hakim Bersama wakilnya bergandengan tangan memasuki terowongan akar berlumut. Gen bertanya dalam hati, kedekatan Uranus sang wakil utusan hakim sampai teriakannya meluap. Karena tidak tahan melihat pemandangan itu, Gen keluar berlari menuju ke wilayah hutan.

“Tidak!!!”

“Dasar Gen! semoga sang hakim dan Uranus tidak mengetahui keberadaan ku!” gumam Rumi.

Rumi perlahan mengambil sebatang akar, dia juga menunggu sang hakim di depan kediamannya. Keinginannya hanya satu, bekerja sama agar bisa saling membantu melepaskan diri dari jeratan Lincau.

“Penjaga Rumi?” ucap sang hakim bernada terkejut.

Dia segera melepaskan gandengan tangan Uranus, berdiri berjaga jarak sembari merapikan jubahnya. Rumi menunjukkan potongan akar, dia juga memberikan sepasang gelang merah di tangan Uranus. Simbol tanda ikatan cinta dalam pengikat keabadian. Di dalam legenda negeri awang, benda yang di pakai dalam simpul sepasang kekasih maka dilambangkan tanda cinta selamanya.

“Apakau tau Uranus, aku tidak akan pernah gentar menyampaikan isi hati mu untuk hakim rasi Bintang.”

“Maafkan aku Uranus, tidak sepatutnya kita menyembunyikan ikatan ini. Penjaga Rumi benar___” Sang Hakim meraih kedua gelang dan memakaikan di pergelangan tangan kanan Uranus dan pergelangan tangannya.

“Kalau sudah ketahuan begini. Aku siap menanggung semua hukuman di depan Ketua. Penjaga Rumi..”

“Tidak hakim, Keputusan mu memang terlihat bertanggung jawab. Tapi akhir cinta kalian akan terputus selamanya di alam ini. Aku ingin bekerjasama, keinginan ku mendapatkan hak menaklukkan naga api tanpa di awasi utusan hakim..”

“Penjaga Rumi, aku ini seorang pria sejati yang tidak mau di anggap pengecut. Aku juga tidak bisa di atur wanita lain selain Uranus..”

“Hakim rasi Bintang, apa yang di katakan penjaga Rumi benar. Ku mohon…”

Di depan gua bebatuan, Uranus memberikan mantra kunci segel pembebas. Dia juga meminta agar Rumi berhati-hati dan merahasiakan dari penjaga lainnya. Keinginan hidup bebas Bersama sang Hakim masih tetap tidak bisa dia impikan, tapi inginnya tetap satu. Tetap Bersama sang Hakim sampai dia menua. Uranus juga meyakinkan bahwa Rumi bersungguh-sungguh, menimbang perlakuan sang naga kuno yang memilih satu permaisuri di kehidupan yang dia lewati selama ribuan tahun.

“Jadi aku anggap, naga api kuno adalah kakek moyang atau uyot ku? Uranus, pantas saja aku tidak bisa membaca tulisannya. Dia memberitahu Namanya tapi aku tidak bisa membaca tulisan itu.”

“Waktu kita tidak banyak Rumi, aku harus pergi…”

Di Tengah jalan, Uranus bertemu dengan kawanan para penjaga. Di bagian belakang barisan ada Banyu dan Seza yang menatap tajam. Menyalakan simbol pemanggil hakim, satu kilatan memperlihatkan kedatangan sang pembaca Rasi Bintang.

“Tuan Banyu, hamba utusan hakim baru saja melihat kondisi naga api di gua bebatuan. Selebihnya tuan Hakim akan menjelaskan perkiraan sidang pertemuan para penjaga..”

Uranus membungkuk lalu berjalan mendekat ke sang Hakim.

“Kenapa terlalu terburu-buru? Hakim rasi Bintang, aku ingin mengetahui titik lemah dan hari perhitungan kelemahan kekuatan naga api itu..”

“Tuan Banyu, saya tidak bisa membuka rahasia jika tidak dalam masa genting. Membaca biduk Bintang sebanyak itu akan mengurangi kekuatan ku. Keseimbangan negeri awang sulit di prediksi nantinya.”

“Jadi, apa maksud utusan tentang sidang pertemuan tanpa berencana ini?”

“Saya sendiri yang akan menjelaskan semuanya di hadapan ketua. Maafkan saya tuan, sebaiknya hari ini hingga esok petang tetap di wilayah padang hijau. Ada banyak udara sihir buruk yang bisa mempengaruhi rasi Bintang para penjaga..”

Ucapan sang Hakim langsung mereka dengar. Banyu berbalik meninggalkan tempat di susul para pengikutnya. Sang Hakim terpaksa memberikan keterangan prediksi rasi yang seharusnya di tahan sampai akhir musim. Dia mulai merasakan kekuatannya yang tidak seimbang. “Uranus tolong pegangin aku, kekuatan ku semakin melemah..”

“Aku tetap Bersama mu Hakim. Sesampai di kediaman aku akan membantu mu menetralisir kekuatan spiritual. Tapi, dengan begini pasti kau akan selalu merasa kesakitan. Sang penjaga perbatasan langit pasti mengetahui kabar yang terlebih dahulu di ketahui penjaga padang hijau.”

“Aku tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan cinta ku. Kau kekasihku, bukan kah keinginan mu membantu Rumi dan naga kuno itu? Kau juga tidak bisa berpisah dari ku. Aku bisa menyelamatkan mu Uranus. Di negeri yang kau impikan walau darah ku yang harus di korbankan demi memecahkan segel perbatasan negeri ini..”