Hari harusnya menjadi hari bahagia tiba-tiba berubah menjadi hari duka. Pernikahan yang sudah berada di depan mata harus terkubur untuk selama-lamanya.
Tepat di hari pernikahannya Yudha mengalami sebuah kecelakaan dan tidak bisa terselamatkan. Namun, sebelum Yudha menghembuskan nafas terakhirnya dia berpesan kepada Huda, sang adik untuk menggantikan dirinya menikahi calon istrinya.
Huda yang terkenal playboy tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan berat hati dia pun menyanggupi permintaan terakhir sang kakak. Mampukah Huda menjadi pengganti kakaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon teh ijo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menikahi Calon Ipar ~ 9
Huda yang baru saja pulang dari kuliah merasa terkejut ketika melihat ibunya sudah berada di dalam kamarnya. Huda juga sangat gelagapan, mengapa sang ibu tidak memberitahu dirinya terlebih dahulu jika ingin datang. Dengan segera, Huda menghampiri untuk menyalami ibunya.
"Ibu ke sini kok nggak bilang-bilang?" tanya Huda dengan rasa panik.
Wanita yang dipanggil ibu itu mendengkus kasar. "Memangnya ibu harus bilang dulu kalau mau ke sini biar kamu cepat-cepat cari rumah gitu?"
Huda nyengir ketika sang Ibu sudah bisa menebak pikirannya. "Bukan begitu Bu. Huda masih sibuk kuliah jadi belum sempat untuk mencari rumah. Mbak Husna pun juga nggak keberatan untuk tinggal di sini sementara. Iya kan Mbak?" Huda meminta pembelaan dari Aira.
Husnaa tersenyum dan mengiyakan ucapan Huda.
"Pokoknya Ibu nggak mau tahu, kamu harus segera mencari rumah sendiri! Masa iya kamu tempatkan istri kamu di sini? Kalau kamu nggak mau cari rumah biar ibu yang carikan! Tapi jangan salahkan jika ruko ini Ibu jual!" ancam ibunya.
Seketika Huda melotot ke arah ibunya dan langsung menggelengkan kepalanya. Huda tidak akan terima jika ruko yang sudah menghasilkan uang harus dijual.
"Gak bisa gitu dong Bu! kalau Ibu nggak ada jual ruko ini, Lalu bagaimana dengan teman-teman aku, Bu? Mereka pasti akan kehilangan pekerjaan, Bu."
"Itu kan urusan mereka. Lagian banyak kok pekerjaan di luar sana yang membutuhkan tenaga mereka. Apalagi mereka sudah bisa menguasai pekerjaan seperti ini. Nanti biar Ibu berikan modal untuk mereka membuka bengkel sendiri."
Huda tidak bisa berkata-kata lagi ketika ibunya sudah menguasai dirinya. Namun, satu sisi lain Huda merasa bahagia karena sang Ibu sudah tidak larut lagi dalam kesedihannya.
"Iya, iya. Nanti Huda cari rumah," kata Huda dengan lesu.
.
.
Seharusnya Huda merasa sangat bahagia ketika sang ibu menyambanginya. Namun, sepertinya Huda merasa tertekan karena sang ibu yang menguasai dirinya. Bahkan saat dia ingin beristirahat saja, sang ibu sudah menyuruhnya untuk segera mencari rumah.
Demi mempertahankan ruko dan bengkel, akhirnya Huda pasrah saja ketika sang ibu menyuruhnya untuk segera mencari rumah hari itu juga. Dengan ditemani Husna, Huda berkeliling kompleks untuk mencari tempat tinggal sementara.
"Mbak, maaf jika aku tidak bisa membeli rumah di sini. Karena rencanaku setelah aku lulus aku ingin pulang dan mengembangkan bisnis di sana. Gak papa kan kalau kita hanya ngontrak saja? Aku akan cari tempat yang bagus biar kamu merasa betah," ujar Huda di tengah perjalanannya.
"Gak papa Hud. Aku ngikut aja. Lagian aku juga nyaman kok tinggal di ruko."
"Iya kamu yang nyaman, tapi aku nggak nyaman sama ancaman ibu! Bengkel itu adalah nyawa dari anak-anak, mbak. aku nggak akan membiarkan mereka terlantar."
Ternyata mencari rumah yang sesuai dengan keinginan Huda sangat sulit. Huda yang menginginkan rumah dengan harga miring membuatnya kesulitan untuk negoisasi dengan sang pemilik kontrakan.
Sudah beberapa kontrakan yang dia datangi, tetapi belum ada yang sesuai dengan hatinya. selain harga yang miring, Huda juga menginginkan tempat itu tidak jauh dari askes jalan raya.
"Kalau kamu milih-milih terus, kita nggak bakalan dapat rumah Hud. Ini udah sore loh. Ibu juga ada di ruko," kata Husna yang sebenarnya sudah lelah mengikuti Huda.
"Aku kan cari yang sesuai. Kalau gak nggak sesuai dan kamu nggak betah gimana?"
Husna hanya membuang napas dalamnya.
"Sudahlah terserah kamu aja!"
.
.
.
Sesampainya di ruko, Huda telah disambut dengan berbagai pertanyaan dari ibunya. Lagi-lagii muda harus menerima amukan dari ibunya saat mengetahui jika Huda hanya mengontrak saja.
Namun, Husna mencoba untuk memberi pembelaan kepada Huda dan menjelaskan jika selamanya mereka tidak akan tinggal disini. Suatu saat mereka akan kembali pulang.
Mendengar ucapan Husna membuat ibu Huda merasa sedikit lega. Ternyata Huda masih memikirkan dirinya. Dengan senyum yang terukir di bibir, ibunya langsung memeluk Huda.
"Sejak kapan kamu memikirkan masa depan ibu?" tanya ibunya sambil memukul pelan bahu Huda.
"Bu, Huda memang tak sebaik dan sehebat mas Yudha. Tapi kebahagiaan Ibu adalah prioritas utama untukku. Ibu adalah satu-satunya keluarga yang tersisa. Ibu adalah malaikat tak bersayap untuk Huda, lalu apakah Huda harus membiarkan malaikat Huda sendirian untuk melewati masa tuanya? Tidak Ibu," kata Huda mata yang berkaca-kaca.
Meskipun dia bukan akan yang baik, tetapiharapannya adalah bisa menjaga dan menemani masa tua ibunya.
Karena ruko hanya memiliki satu kamar saja, dengan terpaksa sang ibu juga harus tidur di kamar Huda. Saat Huda hendak memilih tidur bersama dengan teman-temannya, ibunya menolak dengan keras.
"Udah biar aja ibu yang tidur dibawah sini. Kalian tidur aja di atas tempat tidur."
"Biar aja untuk malam ini Huda yang tidur dibawah, Bu," kata Huda.
Dengan beralaskan kasur lantai, Huda mencoba untuk memejamkan matanya. Baginya Huda, di manapun dia tidur tidak menjadi masalah.
"Husna, maafkan jika tingkah laku Huda tak seperti dengan kakaknya. Mereka memang satu rahim, tetapi mereka mempunyai sifat yang berbeda. Mungkin selama beberapa hari minggu kamu tinggal di sini, kamu sudah bisa memahami bagaimana sifat Huda yang sebenarnya. Tapi percayalah Dia adalah anak yang baik, hanya saja dia terbawa dengan arus pergaulan. Ibu berharap kamu bisa membuatnya jauh lebih baik lagi," ucap ibu Huda pada Husna.
Huda yang belum tidur merasa ingin membela diri. Namun, dia masih merasa penasaran dengan apa yang akan mereka bahas. Huda pun akhirnya memilih pura-pura tertidur untuk mendengarkan lebih jauh cerita selanjutnya.
"Husna tahu Bu. Tapi Maira merasa sangat bersalah kepada Huda. Karena dengan pernikahan ini Huda tidak bisa bersatu dengan kekasihnya. Bu, jika pernikahan ini hanya akan membuat orang terluka, bisakah Husna mundur? Karena Husna tidak mau memisahkan dua orang yang saling mencintai. Husna sudah merasakan bagaimana rasanya kehilangan, Bu."
Ibu Huda merasa terkejut dengan ucapan Maira yang tiba-tiba ingin menyerah.
"Maksud kamu bagaimana Na? Apakah selama beberapa minggu ini udah sudah berbuat kasar kepadamu? Apakah dia mementingkan perempuan lain daripada kamu?"
Husna menggeleng dengan mata yang berkaca-kaca. "Huda tidak mencintai Husna, Bu. Meskipun Husna sudah berusaha untuk menerima kenyataan, tetapi jika Huda tidak bisa menerimanya, maka pernikahan ini tidak akan pernah berjalan dengan baik. Bukankah pernikahan itu hanya untuk dua orang yang saling mencintai? Huda tidak mencintai Husna, Bu," ucap Husna dengan mata yang berkaca-kaca. kini tak dapat dia sembunyikan lagi perasaannya.
"Tidak, ibu tidak setuju! Perpisahan yang nyata itu adalah milik Allah. Ibu tidak akan menyetujui jika kalian ingin berpisah!"
Tak terasa air mata itu pun meleleh. Husna mencoba untuk selalu mengabaikan perasaannya. Namun, semakin hari dia semakin sadar jika dia tidak bisa memaksakan hati dan perasaannya.
Huda yang belum tidur pun merasa sangat terkejut dengan pengakuan Hisna yang sangat serius untuk berpisah darinya.
"Tidak! Aku tidak akan membiarkan perpisahan. Mungkin saat ini aku belum mencintainya, tetapi aku akan berusaha agar bisa mencintainya seperti cinta masih Yudha kepada mbak Aira. Aku sudah berjanji untuk menjaga mbak Aira selamanya," kata Huda dalam hati.
.
.
...*BERSAMBUNG*...
segala sesuatu memang harus dibiasakan kok
kak author beneran nih ditamatin,,,,,,,
astagfiruloh
torrr ini beneran tamat