Tutorial membuat jera pelakor? Gampang! Nikahi saja suaminya.
Tapi, niat awal Sarah yang hanya ingin membalas dendam pada Jeni yang sudah berani bermain api dengan suaminya, malah berakhir dengan jatuh cinta sungguhan pada Axel, suami dari Jeni yang di nikahinya. Bagaimana nasib Jeni setelah mengetahui kalau Sarah merebut suaminya sebagaimana dia merebut suami Sarah? Lalu akankah pernikahan Sarah dengan suami dari Jeni itu berakhir bahagia?
Ikuti kisahnya di dalam novel ini, bersiaplah untuk menghujat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lady ArgaLa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9.
"Bang! Nasi goreng di bungkus satu!" suara seruan pelanggan mengejutkan Adam dan Sarah, segera mereka saling melepaskan diri dan berdehem kikuk.
"Buruan, Bang!" seru pelanggan wanita itu dengan kesal.
"I- iya." Adam lekas berlari kecil menuju gerobaknya dan mulai melayani pembeli tersebut.
Deg
Deg
Deg
Jantung Sarah berdetak kencang dan tanpa sadar dia menyentuh bahunya yang tadi di pegang oleh Adam.
"Astaghfirullah, mikir apa sih Sarah? Jangan aneh-aneh deh!" tukasnya pada dirinya sendiri.
Sarah menoleh ke arah gerobak jualan Adam, tampak pembeli mulai berdatangan dan Adam pun sudah tampak sibuk melayani mereka.
"Duh, rame banget. Kayaknya belum bisa di ganggu, mana belum bilang terima kasih," gumam Sarah bingung.
Sarah memandang sekitar, melihat-lihat ke sekitar area tempat jualan Adam yang memang hanya satu-satunya di sekitar situ. Selain itu sekitarnya hanya rumah penduduk biasa yang bisa di bilang tak terlalu ramai juga.
Bwush ...
Angin bertiup agak kencang, rambut Sarah yang panjang dan lurus tergerai menutupi wajahnya, namun saat Sarah menyibaknya tampak olehnya di spanduk tenda nasi goreng Adam terdapat nomor ponsel yang bisa di hubungi untuk pemesanan dalam jumlah banyak.
Sarah tersenyum dan dengan cepat mencatat nomor itu di ponselnya.
"Semoga rame terus ya, Bang. Dan semoga kita bisa ketemu lagi supaya aku bisa berterima kasih secara langsung," gumam Sarah sebelum berlalu pergi dengan motornya.
Brrrmmmm
Suara motor Sarah menyadarkan Adam yang tengah sibuk membungkus pesanan pembelinya. Namun Adam hanya tersenyum kecil sambil menatap kepergian Sarah.
"Semoga ketemu lagi ya, Neng."
****
Sarah sampai di rumahnya dengan Bima, jantungnya berdebar keras, ada rasa takut menelusup di dadanya namun dia menguatkan tekad untuk bisa membuat Bima merasakan semua kesakitan dan penderitaannya dengan cara yang apik dan cantik.
Sarah memindai ke dalam rumah, mobil yang biasa di pakai Bima ada di garasi, yang menandakan Bima juga sedang ada di rumah. Entah apa yang di lakukannya sampai sekalipun tidak pernah menjenguk istrinya yang terbaring sakit karna ulahnya sendiri itu.
"Assalamu'alaikum," ucap Sarah memasuki rumah setelah memarkirkan motornya di garasi tepat di samping mobil Bima yang merupakan hadiah darinya juga.
Mobil yang di kendarai sang supir tampak terparkir di pinggir jalan tak jauh dari sana, menjaga Sarah dalam jarak dekat.
Sepi.
Sarah terus masuk karna tak mendapati suaminya di ruang depan.
"Mas?" panggilnya lagi sambil terus berjalan ke dalam, memeriksa beberapa kamar tamu dan berakhir di dapur rumah mereka. Namun nihil, Bima masih tidak ada.
Akhirnya langkah Sarah membawanya ke lantai dua, dimana hanya ada kamar pribadinya dan Bima di atas sana.
Nyutt
Hatinya tercubit nyeri, seakan firasat tak enak sudah menyambanginya dan memberi sinyal tidak bagus.
"Bismillah," gumam Sarah sambil menapaki tangga menuju ke lantai dua. Pintu kamarnya yang bercat putih tampak di sana, tertutup rapat sampai tak ada celah.
Sarah berjalan perlahan, entah kenapa perasaannya sudah tidak enak sejak tadi. Tepat saat dia berhenti di depan pintu kamarnya suara-suara ******* lirih mulai terdengar bersahutan di dalam kamar itu.
"Astaghfirullah ya Allah," gumam Sarah lirih, walau sebelumnya sudah mengetahui skandal perselingkuhan suaminya namun baru kali ini Sarah sampai memergokinya langsung dan jangan ditanya seberapa sakit hatinya saat ini.
Air mata Sarah menderas, kakinya lemas tak bertenaga. Dia tak percaya bisa mendapati sendiri saat sang suami tengah berbagi peluh dengan wanita lain di depannya. Dendam semakin membara di hati Sarah, membuatnya semakin yakin aka rencananya untuk membuat suami benalunya itu sengsara bersama sang gundik yang tak tau malu.
"Aku sudah memberimu servis yang luar biasa, Mas. Maka aku minta cepat tepat janjimu, rebut warisan perempuan culun itu, ceraikan dia dan nikahi aku! Aku sudah capek hidup miskin dengan suami bodoh ku itu, Mas!"
Terdengar suara perempuan yang bersama Bima dari dalam kamar, sepertinya mereka sudah selesai dengan kegiatan mereka dan tak terbayang bagaimana berantakannya kamar Sarah saat ini. Sarah sendiri bahkan sampai merinding jijik kalau memikirkannya.
"Tenanglah, Jen. Sekarang perempuan bodoh itu masih di rumah sakit, berdoalah semoga dia tidak bisa di selamatkan. Jadi akan sangat mudah nanti mengelabui orang tuanya yang sudah sepuh itu untuk memberikan semua aset mereka padaku, karna sampai saat ini aku masih di percaya mereka memegang kendali perusahaan itu kan? Itu artinya perempuan bodoh itu bahkan nggak mengadu walau sudah aku siksa begitu.
Jadi ... pokoknya kamu tenang saja ya, Sayang. Setelah si bodoh itu tidak ada aku akan jadikan kamu ratu di istanaku nanti," ucapan Bima serasa menusuk begitu dalam di telinga dan hati Sarah.
Matanya terbuka, dia sadar kalau aoa yang di katakan orang-orang dan juga orang tuanya tentang Bima adalah benar. Namun kini tak ada lagi waktu untuk menyesal, semua sudah terjadi dan sekarang Sarah siap untuk sebuah pembalasan.
Terdengar sayup Bima dan Jeni masih bercengkrama di dalam kamar itu, sama sekali tidak sadar kalau saat ini Sarah sudah memasang alat penyadap suara di atas lubang angin pintu kamar dengan bantuan kursi plastik yang ada tak jauh darinya.
Kini dengan cepat Sarah mengetik sebuah pesan singkat di ponselnya untuk dia kirimkan pada anak buah sang ayah yang akan membantunya selama rencana nya berjalan.
"Target ada di rumah, cari tahu siapa dia dan bagaimana keluarganya. Kalau dia masih bersuami, cari tau juga semua tentang suaminya."
Ketik Sarah di aplikasi hijau di ponselnya dan langsung dia kirim ke kontak tanpa nama yang sengaja tak di simpannya karna Bima seringkali mengotak Atik ponselnya entah untuk apa.
Pesan terkirim dan langsung centang dua biru, dan balasan yang masuk hanya sebuah stiker dengan gambar jempol.
"Kita lihat saja, Mas. Rencanamu atau rencanaku yang akan berhasil," gumam Sarah menghapus kasar sisa air matanya dan tersenyum miring menatap pintu kamarnya yang tampak sudah ternoda oleh kebejatan suaminya itu.
"Aku sangat tak sabar rasanya, Mas. Kalau nanti kamu sudah bercerai dan sudah mendapat semua harta si Sarah culun itu. Aku juga akan segera bercerai dari suamiku yang miskin itu dan dengan senang hati ikut denganmu," suara manja Jeni yang terdengar memuakkan di telinga Sarah terdengar lagi, kali ini lebih jelas sepertinya mereka sudah bersiap untuk keluar dari kamar.
Sarah langsung saja berdiri tegak di posisinya dan bersedekap dada seakan tak terjadi apa-apa, dia tidak mau suaminya itu melihatnya menangis hanya karna dia, bisa besar kepala nanti si Bima dan akan terus menganggap kalau Sarah tidak akan pernah meninggalkannya karna terlalu bucin padanya. Padahal yang sebenarnya terjadi, adalah kebalikannya.
"Tentu saja, Sayang. Setelah semua Jadid milikku akan aku hujani kamu dengan harta dan semu ...."
ucapan Bima terhenti dengan mata melotot lebar saat melihat Sarah yang berdiri tegak di depan pintu kamar yang baru di bukanya.
"Apa kabar, Mas?" ucap Sarah dengan senyum dingin di bibirnya.