Ijab qabul yang diucapkan calon suaminya, seketika terhenti saat dirinya pingsan. Pernikahan yang diimpikan, musnah saat dirinya dinyatakan hamil. Terusir, sedih, sepi, merana dan sendirian. Itulah yang dirasakan oleh Safira saat ini.
Dalam keputusasaan yang hampir merenggut nyawanya, Safira dipertemukan dengan sosok malaikat dalam wujud seorang pria paruh baya. Kelahiran anak yang tidak diharapkan, justru membuat kehidupan Safira berubah drastis. Setelah menghilang hampir 6 tahun, Safira beserta sepasang anak kembarnya kembali untuk membalas orang-orang yang telah membuatnya menderita.
Satu per satu, misteri di balik kehamilan dan penderitaan Safira mulai terkuak. Lalu, siapakah ayah dari si kembar jenius buah hati Safira?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Restviani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duka Ulang Tahun
Di tahun ketiga, Opa Hadi mengadakan tasyakuran untuk memperingati tanggal kelahiran si kembar. Tampak Bik Cucum dengan dibantu oleh tetangganya, sedang menghias ruang keluarga rumah Opa Hadi. Dia menghias ruangan itu menggunakan berbagai macam pernak pernik ulang tahun.
Balon berwarna-warni mereka gantungkan di keempat sudut langit-langit ruangan. Ada banyak pita beraneka warna yang mereka bentangkan dari satu sudut ke sudut yang lain. Hingga tampak di setiap sudut itu, ekor pita menjuntai ke bawah.
Di dinding ruangan, terdapat tulisan Happy Birthday Rana & Lara, yang ditulis dari balon foil berbentuk huruf-huruf. Sedangkan di pintu pembatas antara ruang tamu dan ruang keluarga, terdapat tulisan Welcome Friends.
Lara tampak begitu bersemangat membantu ibu asuhnya yang sedang menyusun goodie bag.
“Ibu, apa semua itu untuk teman-teman Lara?” tanyanya.
Di usia yang baru berumur satu tahun, Lara sudah fasih berbicara dan memahami perkataan orang lain. Bik Cucum sendiri merasa heran dengan perkembangan pemahaman mereka yang sangat pesat.
Hal yang wajar jika Bik Cucum menyaksikan Batita yang mampu berjalan tanpa melalui proses merangkak. Dulu, saat dia bekerja di luar negeri, Bik Cucum pernah mengasuh anak majikannya yang di usia 11 bulan, dia bisa berjalan tanpa melalui tahapan sebelumnya. Tapi untuk berbicara, baru kali ini Bik Cucum menyaksikan bayi yang fasih berbicara lancar di umur setahun. Dan di umur tiga tahun, Rana dan Lara sudah mampu membaca dan menguasai beberapa bahasa.
“Iya,vSayang. Bingkisan ini memang buat teman-teman Lara dan abang,” jawab Bik Cucum.
"Abang kemana, Bu?” Lara tiba-tiba menanyakan kakaknya.
“Tadi sih, Ibu lihat, abang kamu sedang berada di kamarnya,” sahut Bik Cucum.
Lara segera berlari ke kamar untuk menemui kakaknya. Tangan mungil Lara membuka pegangan pintu kamar dan sedikit menekannya. Pintu terbuka, tampak sang Kakak sedang asyik memainkan pensil di atas kertas putih.
“Duaaarr!” jerit Lara seraya memukul pelan punggung kakaknya.
“Astagfirullah, La! Ngagetin Abang saja!” seru Rana seraya memegang jantungnya yang hampir copot.
“Sedang menggambar apa, Bang?” tanya Lara seraya menaiki kursi di sebelah abangnya dengan cekatan.
“Eits, hati-hati, La. Nanti Lara bisa jatuh!” peringat abangnya yang melihat Lara naik ke kursi dengan terburu-buru.
Satu lagi sifat Lara yang sudah menjadi rahasia umum. Selain bawel, terkadang Lara juga selalu bertindak ceroboh. Dia juga seorang anak yang supel dan ramah terhadap siapa pun. Tak aneh memang, gen ibu sepertinya sangat mendominasi Lara. Jauh sebelum tragedi yang menimpanya terjadi, Safira adalah seorang gadis yang ramah, periang, tapi sedikit ceroboh. Dia seorang gadis yang terlalu mudah percaya kepada orang lain.
“Gambar apa, Bang?” Lara kembali bertanya seraya mendongakkan kepala untuk mengintip hasil karya kakaknya.
“Wow, bagus sekali!" puji Lara ketika melihat gambar sebuah mansion yang besar nan megah. "Ini mansion buat siapa, Bang?" tanyanya.
“Ini gambar mansion yang akan Abang bangun untuk kak Fira," sahut Rana.
Hmm kak Fira. Miris sekali. Kedua anak kembar itu memanggil ibunya dengan sebutan kak Fira.
Bukan tanpa alasan Opa Hadi dan Bik Cucum menyembunyikan sebuah kebenaran dari mereka. Sebenarnya, tiga bulan setelah melahirkan, Safira mengalami depresi yang cukup berat.
Semua itu terjadi karena omongan para tetangga yang selalu menghina kedua anaknya. Jurus Bik Cucum membungkam mulut mereka, ternyata tidak mampu bertahan lama. Para tetangga usil itu masih saja menggunjing Safira. Mereka bilang jika kedua anak Safira adalah anak haram, karena Safira telah mengandung sebelum menikah.
Akhirnya, Opa Hadi memutuskan untuk pindah ke Negara Jiran untuk mengobati depresi Safira. Tak lupa, dia pun memboyong Bik Cucum untuk mengasuh kedua cucunya. Saat itu, Bik Cucum tinggal sebatang kara setelah ibunya meninggal dunia tak lama setelah Safira melahirkan.
“Bagus Sekali, Bang. Lara yakin, kak Fira pasti suka dengan rumah itu." Kembali Lara memuji hasil karya sang kakak.
Rana hanya tersenyum mendengar pujian adik kembarnya. Sedangkan di bilik samping kamar mereka Rana, seorang perempuan muda hanya mampu menitikkan air mata ketika mendengar percakapan sepasang anak kembar itu.
🌷🌷🌷
Hari yang dinantikan Lara pun tiba. Pesta ulang tahun yang sangat sederhana berjalan dengan cukup meriah. Acara dibuka dengan pembacaan basmalah dan dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci Al-Qur'an.
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pemotongan kue dan tiup lilin. Lara sangat antusias dengan puncak acara ini. Berbeda dengan kakaknya yang hanya duduk diam di kursi pojok ruangan.
Saat Lara diminta sang MC untuk memberikan suapan kue pertama kepada kedua orang tuanya, Lara pun terkesiap. Dia hanya mampu diam terpaku mendengar perintah itu.
Sang pembawa acara menghampirinya, “Ayo Nak, berikan suapan pertamamu untuk ibu dan ayahmu!” ujarnya lembut.
Lara diam….
“Nak,” lanjut sang pembawa acara seraya menyentuh pundak Lara.
“Mana kedua orang tuanya? Kok nggak kelihatan ya?”
“Nggak tahu, mungkin mereka sibuk kerja.”
“Tapi semenjak mereka pindah ke sini. Aku tidak pernah melihat kedua orang tua si kembar.”
“Iya, benar, tapi tidak mungkin si kembar tak memiliki orang tua, 'kan?”
“Ya nggak mungkinlah. Apa kamu pikir, mereka terlahir dari sebongkah batu? Hahaha ...."
Begitulah gunjingan para orang tua yang tengah menunggui anak-anaknya menikmati acara ulang tahun si kembar.
Rahang kecil Rana seketika mengeras mendengar perkataan menghina yang keluar dari mulut ibu-ibu berkerudung itu.
Huh! luarnya saja terlihat baik, tapi hatinya busuk! gerutu Rana dalam hati.
Rana kemudian beranjak dari kursi. Dia mengayunkan langkahnya menghampiri sang Adik. Rana merebut mikrofon yang sedang dipegang MC.
“BUBAR SEMUANYA!”
Teriakan Rana menggema di ruang keluarga. Raut wajahnya memancarkan rona ketidaksukaan terhadap anak-anak yang sedang duduk manis di hadapannya.
Mendapat tatapan tajam dari seorang bocah berusia 3 tahun, anak-anak seketika merinding dan membubarkan diri. Ibu-ibu yang tengah duduk di belakang pun mendengus kesal melihat sikap Rana yang menurutnya tidak sopan. Sedangkan Rana, dia hanya memandangi mereka dengan tatapan membunuhnya.
Akhir acara yang tak pernah disangka, membuat Bik Cucum kewalahan ketika membagikan goodie bag kepada para tamu undangan.
Lara menghambur ke dalam pelukan sang kakek. Gadis kecil itu mulai terisak melihat kakaknya membubarkan pesta ulang tahunnya secara paksa. Sedangkan Rana, anak kecil itu hanya menyelonong masuk ke kamar dengan perasaan dongkolnya.
“Ke-kenapa abang menghancurkan pestanya, Opa?" tanya Lara. "La-lara, 'kan belum suapi Opa, hiks ... hiks." Lara mulai terisak dalam pelukan Opa Hadi.
Pria tua itu hanya mampu mengelus rambut cucunya yang pirang. Dia berusaha untuk meredakan isak tangis cucu perempuannya.
“Tenang, Sayang. Opa yakin, abang Ran pasti punya alasan, kenapa sampai membubarkan pesta ulang tahun Lara," ucap Opa Hadi.
Lara segera berlari ke kamar untuk menemui kakaknya.
Brak!