Menyukai seseorang itu bukan hal baru untuk Bagas, boleh dibilang ia adalah seorang playernya hati wanita dengan background yang mumpuni untuk menaklukan setiap lawan jenis dan bermain hati. Namun kenyataan lantas menamparnya, ia justru jatuh hati pada seorang keturunan ningrat yang penuh dengan aturan yang mengikat hidupnya. Hubungan itu tak bisa lebih pelik lagi ketika ia tau mereka terikat oleh status adik dan kakak.
Bagaimana nasib kisah cinta Bagas? apakah harus kandas atau justru ia yang memiliki jiwa pejuang akan terus mengejar Sasmita?
Spin off Bukan Citra Rasmi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hipertenlove~ Bab 22
"Kamu punya cewek lain? Ngomong terus terang, Gas...sama aku." Wajah itu menunjukan kekecewaan dan amarah yang mendalam diantara cuaca terik bumi kala ini.
Namun Salsa tak cukup berani untuk teriak-teriak siang-siang di tempat umum pula, hanya bisa ia lampiaskan dengan menangis beberapa waktu.
Kepalanya itu mendadak cenat-cenut jadinya memikirkan hubungannya dengan Bagas yang semakin sini semakin terasa hambar dan renggang.
Tidur tak nyenyak, makan pun tak enak. Dan itu semua karena ia memikirkan masalah hati. Bahkan tugas makalahnya sempat mangkrak gara-gara masalah ini.
Bagas menatapnya, kesekian kalinya ia menyakiti hati seorang gadis. Namun menurutnya, terlalu berlebihan saja jika harus begitu...toh ikatan pun belum ada diantara mereka.
Bagas mengalihkan pandangannya dari Salsa ke arah riak dedaunan yang tersapu angin begitu liarnya. Untung saja kampusnya di tumbuhi oleh puluhan pohon besar yang meneduhkan. Jika tidak suasana panas ini akan semakin panas.
Mereka baru menjalani masa penjajakan saja, dan itu tidak menjamin keduanya akan menjalani masa depan bersama, bukan? Kalaupun Bagas memiliki yang baru, itu artinya masa penjajakan mereka saat ini, tidak berhasil.
Kali ini Bagas menggeleng tak berbohong. Sebenarnya Bagas memang tak pernah berbohong pada gadis-gadis mantannya, justru kelewat jujur makanya mereka banyak yang gugur.
"Sa. Jangan kaya gini lah, malu diliatin orang lain. Kekanakan." Bagas menyeka air mata Salsa dengan jarinya. Di saat-saat begini, ia masih berlaku manis, bagaimana Salsa bisa rela jika ditinggalkan atau kehilangan Bagas. No! Ia tak mau.
Namun ucapan Irna dan Mayang kemarin yang mengatakan jika mereka melihat Bagas di beberapa kesempatan sedang asik dengan gadis lain bahkan boncengan, sungguh mengusik hati dan pikirannya. Padahal kedua temannya itu belum bisa memastikan siapa yang sedang bersama Bagas.
Salsa semakin menderaskan air matanya, "malu kamu bilang? Kamu ngga mikir perasaan aku, Gas?! Aku tanya, kamu punya cewek lain? Aku ngerasa kalo kamu tuh punya yang lain, kamu biasanya bilang kalo ada manggung, tapi kemaren engga...kamu ngajak cewek baru kamu manggung?! Iya?!" tuduhnya sungguh tak tahan jika terus menahan pikiran negatifnya terhadap Bagas.
Entahlah, Bagas tak paham. Perempuan selalu menyimpulkan sendiri atas satu aksi yang berbeda dari biasanya, padahal menurutnya ya lumrah saja kalau manusia pelupa. Lagipula, kembali....apa Salsa itu ibun? Apa Salsa itu mpap? Yang kemana-mana ia mesti ijin padanya?
"Sa. Picik rasanya kalo cuma karena sekali aku ngga bilang, terus kamu nuduh aku punya pacar lain...."
"Bukan cuma itu, Gas. Aku tuh ngerasa kalo kamu makin sini mak---"
"Perasaan." Potong Bagas mengernyit menatap Salsa. Oh come on!
"Kamu nuduh aku cuma karena mengandalkan perasaan, bukan bukti...damnnn Sa...." Geleng Bagas kemudian membuang mukanya ke lain arah.
Salsa terdiam menatap nyalang Bagas, apa setidak punya perasaan ini Bagas? Apa karena ini pula hubungan Bagas sebelum-sebelumnya kandas?
"Gas. Aku tuh ngerasa, selama ini aku ngga penting buat kamu...bahkan ngga lebih penting dari Sasi! Kamu anggap aku apa, Gas?"
"Aku tau kemaren waktu kamu manggung, kamu bareng cewek...siapa Gas?" tuduhnya mencecar.
"Sasi." Jawab Bagas dan kembali Salsa menthesah jengah mendengar nama adik kecil Bagas itu, "Sasi aja datang...adik kamu aja tau, terus aku...pacar kamu? Apa jangan-jangan kamu justru pacaran sama adik kamu sendiri?! Suka, Gas?" tuduh Salsa menembak.
"Sa!" wajahnya sudah keruh ketika Salsa kini merembet membawa nama Sasi yang tak tau apa-apa. Ia tak suka saat orang lain harus turut disalahkan atas masalahnya.
"Hm. Kenapa? Kamu ngerasa ngga kalo kamu tuh lebih sering jalan sama Sasi, lebih sering prioritaskan Sasi ketimbang aku?" cecar Salsa.
"Kamu sadar ngga Sa, ngomong kaya gitu? Jelas aku prioritaskan Sasi. Sasi keluargaku...Sasi tanggung jawabku sebagai...."
"Kakak? Sangsi aku Gas sama ucapan kamu..." tukas Salsa memotong.
"Sa. Aku males debat, kalo memang kamu ngga bisa terima dengan semua tindak tandukku. Kita udahan aja."
Salsa menggeleng.
Sasi berjalan genit ke arah pintu mobil, "asikkkk, disupirin sama ayahnya den Alit yang ganteng! Supir aku ganteng sekarang yeeee!" seru Sasi mengambil posisi di samping pengemudi dimana Alva yang menyetir, sementara mang Ujang.. Ditinggal di rumah Asmi yang Sasi bilang buat barter.
Alva hanya tertawa tanpa suara di sana, "boleh, berani bayar berapa? Gaji mang Ujang berapa?"
"Hidihhh! Kalaupun gajinya gede, aku ngga akan kasih acc ayahnya Alit buat supirin majikan ganjen kaya kamu, Si." Omel Asmi di gawang pintu.
Sasi tertawa tergelak mendengarnya, "ahh, istri akang ngga asik! Aturan mah bini seneng kalo laki bawa uang gede, ya kang?!" alihnya mencari suara pada Alva.
Yap! Asmi dan Falit tidak ikut ke rumah Kertawidjaja, keduanya menunggu di rumah bersama ambu Lilis, mang Eka dan nantinya akan ada teh Nawang dan teh Katresna juga yang datang.
Sebab orangtua dulu bilang, kalau belum 40 hari...maka bayi dan ibu hendaknya jangan keluar rumah terlebih dahulu terlebih sang bayi belum lepas tali pusar, belum selamatan.
"Neng, pergi dulu...kata apih keluarga dari kasepuhan udah mau sampe di rumah..."
"Hati-hati!" Asmi berdadah ria.
Duduk bersebelahan bersama Alva sungguh mengingatkan Sasi pada Bagas. Ia menggeleng beberapa kali, oh, ayolah otak! Jangan mikirin a Bagas terus!
Meskipun Alva dan Bagas sedikit berbeda, tetap saja...wajahnya itu kan satu tanah dan satu air.
Baru saja ia menghembuskan nafasnya demi melepas bayang-bayang Bagas. Alva sudah angkat bicara, "Bagas ada wa ngga, Si?"
Sasi memejamkan matanya dan menghela kasar, "engga." Gelengnya.
Alvaro mengangguk-angguk sembari tetap fokus pada jalanan.
"Kenapa emangnya, kang? Punya utang dia ya?" tembak Sasi berseloroh memantik kekehan Alva, "engga. Tempo hari kamu ikut Bagas manggung?" tembak Alva tau. Sasi cukup terkejut dengan ucapan Alva, namun kemudian ia paham dan tau pasti...kang Alva sudah pasti akan tau entah itu dari Bagas sendiri atau dari kawan-kawan panitianya.
Sasi mengangguk, "iya. Cuma penasaran aja, kang. Iseng-iseng aja...." jawabnya. Alva melirik Sasi dengan tatapan yang sulit Sasi artikan.
"Amih sama apih tau?"
Sasi menggeleng, "jangan sampe...." ia menunduk memainkan kedua jempolnya, sungguh jika sampai tau, mungkin ia tak menghiraukan jika amih dan apih hanya memarahinya namun yang ia takutkan adalah Bagas yang terseret.
"Bagas ngga akan kenapa-napa, Si. Yang akang khawatirin kamu..." Tembak Alva sungguh di luar dugaan Sasi, mungkin Alva masih merasa trauma dengan kejadian yang menimpa Asmi dulu.
Sasi tersenyum, "engga lah. Kalaupun amih murka, Sasi bisa tangani, kang."
Gerbang besar itu terbuka yang kini perlahan menampakan deretan mobil terparkir di pelataran luas itu. Plat nomor luar kota menghiasi dan menjadi penanda jika mereka membawa serta rombongan, bukan hanya satu atau dua orang saja.
"Sasiiii!"
Sesosok gadis hitam manis menyerbu dirinya dari dalam begitu mendengar suara mobil Sasi masuk pelataran.
"Mala,"
"Baru pulang sekolah? Siang bener pulangnya?" keduanya bersalaman bahkan berpelukan.
"Hay kang Al..." sapa Kemala pada Alva.
"Teh Asmi sama si dedek ngga ikut ih! Padahal ngga sabar pengen liat, kata bi Sekar anaknya teh Asmi ganteng pisan!" pujinya.
"Iya, mukanya rupawan, kaya Sasi!" tukas Sasi memantik gelak tawa diantara mereka yang sudah berangkulan.
"Huuu!" sorak Kemala pada sepupunya itu. Alva masuk duluan demi menemui keluarga besar. Dan sempat bertegur sapa dengan seseorang di gawang pintu rumah.
"Den rara Sasmita..." suara berat sedalam palung menyapa menggetarkan hatinya, menghentikan kerja otot kaki dalam melangkah. Pemuda jangkung pemilik mata teduh itu tersenyum penuh sorot merindu.
"Lang..."
Wilang mengangguk dalam nan sopan.
"Wilangggg! Apa kabarrrr?!" seru Sasi membuat Kemala mendorongnya karena terkejut atas seruan Sasi yang keras.
"Sombong ih sekarang! Mentang-mentang dapet beasiswa, jadi murid pinter berprestasi, pasti banyak yang suka, pasti udah punya pacar da!" tembak Sasi.
"So tau! Tapi emang bener sih Si...Wilang jadi the most di sekolah! Banyak yang titip salam sama aku." Akui Kemala yang memang satu sekolah dengan Wilang, dan cukup mengagumi abdi dalem yang sayang sekali ia ketahui Wilang sepertinya menyukai seseorang sejak dulu meski hanya bisa menjadi pengagum rahasia saja.
"Tapi pada ditolak semua dong sama Wilang! Parah siii..." senggol Kemala pada Wilang yang hanya mengurai senyuman saja dengan setia.
"Terus apa kabar sama kamu, Mal? Jadi kumannya Wilang?!" tawa Sasi melanjutkan langkah masuk ke dalam diekori Kemala dan Wilang.
"Enak aja!"
"Wilang tuh lagi nunggu seseorang sejak dulu tau,"
"Den rara..." Wilang sudah memperingatkan Kemala dan menggeleng.
"Siapa? Ah...itu mah Wilangnya aja yang terlalu cinta sama buku matematika...Padahal Sasi udah musuhan dari dulu," Ia tertawa seraya masuk.
"Ngga kangen kamu, Lang...sama aku?!" tembak Sasi lagi memancing wajah gemas Kemala dan syok nan gugup Wilang.
.
.
.
.
.
nanti Wilang jawab kangen dgn setulus hati giliran kamunya yg bingung
galau
apalagi kalo ternyata kedepan kalian bakal 'didekatkan' 😲
wilang calon bodyguard kamu lhoyaaa kedepan
makin gabisa curi2 waktu kesempatan dan ngeles alesan deh kamu sama keluarga
pesonanya mengalihkan pesonamu langg 😅