Menyukai seseorang itu bukan hal baru untuk Bagas, boleh dibilang ia adalah seorang playernya hati wanita dengan background yang mumpuni untuk menaklukan setiap lawan jenis dan bermain hati. Namun kenyataan lantas menamparnya, ia justru jatuh hati pada seorang keturunan ningrat yang penuh dengan aturan yang mengikat hidupnya. Hubungan itu tak bisa lebih pelik lagi ketika ia tau mereka terikat oleh status adik dan kakak.
Bagaimana nasib kisah cinta Bagas? apakah harus kandas atau justru ia yang memiliki jiwa pejuang akan terus mengejar Sasmita?
Spin off Bukan Citra Rasmi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hipertenlove ~ Bab 35
Tidak sampai masing-masing, melainkan sampai bersamaan. Sasi turun dari motor Bagas. Pun, dengan Wilang yang turun dari mobil.
"Aa ngga jemput ngga apa-apa?" tanya Bagas menyesali, sebab akhir-akhir ini sudah mulai disibukan oleh tugas kuliah, belum lagi aktivitas bandnya, bagaimanapun Bagas tak bisa lepas tanggung jawab sebagai salah satu personel, band-nya harus tetap hidup demi keberlangsungan uang jajan personel lain.
"Iya. Pulangnya Sasi ada mang Ujang, sama Wilang."
Pemuda jangkung di belakang Sasi sudah berdehem tak nyaman sejak tadi melihat interaksi Sasi dan Bagas, ia bahkan mengalihkan pandangan pada kabel listrik jalanan yanh dihinggapi burung pipit.
Wilang cukup dibuat terkejut jika Bagas dan Sasi...tidak! Tidak mungkin, dan tidak bisa! Tidak boleh terjadi...bahkan ia tau tujuan raden nganten memindahkannya kesini, tidak lain dan tidak bukan untuk memecah hubungan yang mulai terjadi diantara keduanya.
Wilang tak menyangka jika kehadiran Bagas hari itu, di pernikahan Asmi dan Alva adalah cikal bakal datangnya masalah besar. Padahal setaunya dari Kemala, Bagas itu seorang lelaki...playboy, kenapa Sasi mau-maunya.
Tatapan keduanya bertemu, namun kali ini...sorot mata Bagas cukup tajam, kelam dan tak bersahabat pada Wilang. Pemuda jangkung berseragam sama seperti Sasi ini cukup dibuat membeku seketika, Bagas seperti memiliki aura berbeda tersendiri yang bisa membuat orang lain terdiam takluk padanya.
Apa benar desas-desusnya, jika Bagas keturunan Pajajaran? Kok ngga keliatan...lebih keliatan kaya preman.
Sepeninggal Bagas, wajah ceria Sasi melintas melewatinya, "den rara.." langkahnya mulai membersamai.
Sasi berdesis menoleh ketika Wilang menyusul dan beriringan dengannya, "Lang, kalo bisa disini jangan panggil den rara. Sasi aja, atau Sasmita. Sasi ngga mau jadi bahan olok-olok temen-temen lain, udah ngga jaman sekarang pake gelar, malu-maluin..." pinta Sasi diangguki Wilang.
"Si.." tenggorokannya cukup tak nyaman.
"Hem?" Wajah semanis madu Sasi begitu membuat Wilang terbius, ia tak rela jika Sasi benar-benar berpacaran dengan Bagas.
"Oh iya!" Sasi menepuk jidatnya sendiri, "kamu kelas apa? Lupa Sasi ih! Pasti belum tau kelasnya, yukk Sasi anter!" ajaknya meraih lengan Wilang dan menggandengnya berjalan, sehingga kedatangan dan interaksi keduanya itu menjadi sorotan publik selain daripada Wilang yang nampak asing disana.
"Sasiii!" panggil Anjana, tatapannya terlempar pada Wilang di gandengan, "cieee siapa itu Si?! Ya Allah sampe digandeng begitu!"
"Sepupu aku, pindahan dari Cirebon...kenalin, Wilang." Jawab Sasi.
Wilang mengangguk, senyumnya jelas membuat lesung pipinya terbentuk dan Anjana berbinar pada waktu bersamaan menatap cowok manis ini.
"Ya ampun, sepupu Sasmita, baru tau...kok ngga bilang, Si? Kelas apa? Hhayyy---aku Anjana, bestie-nya Sasmita." sikapnya itu mendadak sok akrab.
Sasi merotasi bola matanya melihat tingkah playgirl satu ini, kenapa ia hidup diantara orang-orang yang tak bisa berkomitmen pada satu pasangan, dan seharusnya dibumi hanguskan saja!
Wilang mengangguk sopan, dan hanya tersenyum garing, "Sasi, kelas saya..."
"Weheyyy sayaaa, saya anda nih ngomongnya, sama sepupu sendiri kakunya minta ampun..." cibir Anjana tertawa dan cukup menghibur Sasi kala itu, "kelas kamu di deket ruang uks, Lang..." antar Sasi, "yok aku anter."
//
Sasi sempat khawatir pada Wilang, namun rupanya ketakutan Sasi tak beralasan sebab mudah bagi Wilang untuk beradaptasi di kelasnya.
"Liatin siapa, Si? Wilang?" tanya Anjana mengekori Sasi ke arah kelas Wilang dimana langkah Sasi terpaksa terhenti di lorong ketika netra indahnya menangkap pemandangan Wilang yang telah memiliki teman.
Sasi mengangguk dan tersenyum kemudian ia mengajak Anjana untuk berbalik ke kantin, "ngga jadi. Ternyata Wilang udah aman..." jawabnya menunjuk siswa-siswa di ujung lorong.
"Iya, dah ada temen. Seriusan sepupu? Punya sepupu ganteng ngga bilang-bilang, ihhh!"
Sasi tersenyum usil, "ngga usah kepo, urusin dulu pacar kamu. Jangan deketin Wilang..." wanti-wanti Sasi.
\*\*
~ Wilang ~
Sasi benar-benar menggandengnya bak manusia jompo yang butuh bantuan berjalan, sedikit menggusur namun Wilang menyukai itu, menyukai saat Sasi menggandengnya hangat. Bolehkah ia sedikit usil, dengan membalas genggaman Sasi? Tangannya begitu lembut, meski masih sama seperti den rara dulu....selalu grasak-grusuk dan penuh energi.
Langkah kaki Sasi, membawa mereka ke kelas di ujung lorong, Sasi memang benar...dekat dengan uks.
Riuh tinggi mengisi ruangan kelas, belum lagi beberapa siswanya tumpah ruah hingga ke selasar kelas.
Dan yang paling kurang ia sukai adalah saat---
"Eh ada Sasmita..." siswa bername tag Akbar itu sepertinya menatap kagum pada Sasi.
"Bar...bu Puspita belum dateng?"
"Belum, kenapa?" pandangannya langsung jatuh pada Wilang, dimana Sasi sudah melepaskan genggamannya.
"Siapa?" tunjuknya terjeda ketika dua orang siswi justru berlarian sambil bernyanyi tanda jika mereka sedang bersenda gurau.
"Sepupu aku...titip ya Bar..." ucap Sasi.
Siswa lain bernama Riko tertawa sumbang, "dititip kaya barang, Si..." ia memandang sekilas pada Sasi untuk kemudian menatap Wilang lama dengan sorot pandang meneliti.
Dan sepeninggal Sasi, ia akhirnya duduk bersama salah satu siswa bernama Zaid. Cukup menemukan kesulitan untuknya berbaur mengingat siswa disini kadung bercircle, terutama siswa yang pagi tadi menyambut Sasi dan merupakan si alpha-nya kelas MIPA 4 ini.
Diantara keriuhan kelas pergantian mata pelajaran, Wilang hanya duduk saja di kursinya. Ia cukup dikenal sebagai siswa pendiam sejak di sekolah lamanya, sekarang pun mungkin akan begitu. Dimanapun ia berada, Wilang hanya akan memperjuangkan prestasinya untuk sesuatu untuk seseorang...tanpa mau berurusan dengan orang lain.
"Sepupunya Sasmita silat?" tanya Zaid diangguki Wilang, hufftt...den rara, kenapa harus bilang sepupu, kenapa tak bilang calon suami saja!
"Asalnya darimana?" tanyanya lagi.
"Kota udang." Wilang bahkan menunjukan logo sekolahnya di bahu yang belum sempat ia copot dan ganti.
"SMA----" bacanya bergumam.
"Kenal Sasmita?" tanya Wilang yang memancing jawaban ragu nan lama dari Zaid.
"Sasmita, tau...tapi ngga begitu kenal. Riko...Akbar, mereka kenal soalnya dulu kelas X nya bareng, lagian yang punya tampang cantik, ganteng...pasti dikenali kan..." jawabnya memainkan pulpen, Wilang mendengus sumbang, sepemikiran! Dimana-mana memang begitu.
"Kalo gitu Sasmita masuk ke dalam circle anak-anak famous?" tanya Wilang lagi macam wartawan.
"Famous..." angguk Zaid setuju, "apalagi jago silat. Terkesan garang-garang gemesin, sempet selentingan bilang kalo Riko..." tunjuk Zaid pada siswa tadi yang mendengus sumbang, mencibirnya bak barang dan kini tengah diam bersama gerombolannya sambil main game online di pojok belakang kelas.
"Beberapa kali nembak Sasmita, tapi ditolak...soalnya agak bandel. Tau lah anak SMA jaman sekarang, genk motor? Rokok? Sering dirazia..." bisiknya tak acuh membuka buku catatan lalu bertanya pada Wilang, "di sekolah lama udah sampai mana?"unjuknya pada buku catatan.
Fauzi duduk membawa serta segelas cup kopi instan yang ia beli tadi dari pedagang kopi asongan di taman universitas. Sementara, sejak datang....Bagas memilih langsung membuka obrolan dengan yang lain tentang tugas.
"Gas. Si Salsa..."
Sempat terhenti saat Bagas hanya menoleh singkat saja dan mengakhiri obrolannya bersama Yuta, Putra dan Galang.
"Sama anak Polban sekarang katanya, ya?"
Bagas hanya bergidik tak acuh, jika benar Salsa telah memiliki gandengan baru, ia hanya bersyukur...tak harus khawatir jika Salsa sakit hati terlalu lama olehnya.
"Sukur atuh." Angguk Bagas memantik tawa Yuta, "ngga mau nyusul buat punya yang baru, atau udah insyaf?"
"Ngga mungkin ngga ada atuh kang Bagas mah..."
"Adik kating sekarang mah cantik-cantik, Gas...tau Dila ? Anak IPA, calon ibu guru..." tawa mereka namun sungguh, Bagas tak peduli sekarang. Hatinya sudah dimiliki Sasi. Sejauh ini, Sasi sudah seringkali dihukum, apalagi sekarang...amih sudah tau dan mengendus hubungan keduanya.
Bagas melirik ponsel yang ia rogoh dari saku, selalu refleks sesuai nalurinya. Namun kenyataan dan ucapan Sasi tadi kembali menyadarkannya, jika mulai saat ini sampai waktu yang tak bisa ditentukan...ia tak akan bisa dihubungi. Rasa rindu itu semakin bersemayam.
Tatapannya jatuh menyelami foto di dalam galeri ponsel, dimana isinya ada beberapa foto iseng Sasi yang memotret dirinya sendiri memakai hape Bagas.
Lamunan itu tak bertahan lama, sampai Putra mengatakan jika anak-anak Seni akan mengadakan pentas drama sebagai ujian mereka di gedung theater, dan itu terbuka untuk mahasiswa kampus secara umum.
"Bawa gandengan dari luar boleh nteu, Put?" tanya Galang diangguki Fauzi.
"Boleh. Asal jangan se-rt aja."
Kembali mereka tertawa.
"Kapan?"
.
.
.
sumpah thor ngakak sampe gak sanggup ngetik
jam ayam cebok itu jam berapa 🤣🤣🤣🤣🤣
makasih teh udah up.... 😍😍😍
yok lah a'kan ku kawal kalean sampe kata SAH... prikitiwwww