Kisah tentang seorang agent BIN dan putri konglomerat yang suka membuat onar.
Ayah Zuin tiba-tiba ditangkap karena kasus korupsi. Namun dibalik penangkapan itu sang ayah ternyata bekerja sama dengan BIN meneliti sebuah obat yang diyakini sebagai virus berbahaya yang mengancam nyawa banyak orang.
Dastin Lemuel, pria tampan dengan sejuta pesona itu di percayakan oleh ayah Zuin untuk mengawasi gadis itu. Zuin sudah membenci Dastin karena dendam di night club malam itu. Tapi, bagaimana kalau mereka tiba-tiba tinggal serumah? Apalagi Dastin yang tidak pernah dekat dengan perempuan, malah mulai terbiasa dengan kehadiran Zuin, sih gadis pembangkang yang selalu melawannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9
"Ckckck, aku betul-betul tidak mengerti dengan jalan pikiranmu itu."
Ketty memang tidak mengerti jalan pikiran Zuin.
"Jadi kapan kau akan masuk kampus lagi?"
Zuin memasang raut wajah malas. Sudah hampir seminggu ini ia tidak pernah masuk kampus. Setelah adu mulutnya dengan salah seorang mahasiswi yang katanya pintar itu. Iya. Pintar mengancam, pintar melapor bohong ke dosen, dan pintar dalam hal membuatnya terlihat jahat didepan teman-teman kampusnya.
Kejadian itu terjadi karena Zuin tidak sengaja menginjak buku sih primadona kampus itu. Perempuan yang dipuji-puji semua orang berkat akting hebatnya sebagai ratu baik. Namanya Ria.
Teman-teman kampusnya sering sekali membanding-bandingkan dirinya dengan Ria. Mereka selalu berbicara kuat didepannya kalau Ria itu baik hati, cantik alami, pintar dan berasal dari keluarga kaya. Sedang Zuin itu licik, pembuat onar, suka pergi ke club malam godain om-om dan asal-usulnya tidak jelas.
Hah! Memangnya mereka tahu apa tentang hidupnya. Kalau tidak karena Ketty yang menahannya, ia sudah lama memberi pelajaran pada mereka semua.
"Zu, kamu nggak ingin meluruskan semua berita buruk tentang dirimu?" tanya Ketty lagi. Ia ikut sedih karena semua teman-teman kampus mereka sudah mencap Zuin bukan perempuan baik-baik. Bahkan ada yang terang-terangan menggodanya dengan bayaran mahal.
Rasanya Ketty ingin mencabik-cabik orang itu. Mereka tidak tahu apa Zuin adalah gadis yang masih sangat polos dengan hal-hal dewasa seperti itu?
"Sudahlah Ket, nggak perlu ngebuktiin diri kita sama orang yang nggak kita kenal, yang penting kamu tahu aku bukan yang seperti mereka bicarakan." gumam Zuin sudah seperti orang dewasa saja.
Tak lama kemudian suara ponsel milik Zuin berbunyi. Ia dan Ketty saling menatap, kemudian Zuin merogoh ponsel dari dalam tasnya.
Nomor tidak dikenal. Gadis itu langsung mematikannya, ia tidak berniat mengangkat. Zuin tidak pernah mengangkat panggilan dari nomor yang tidak dikenal. Tidak penting menurutnya.
Ponsel itu bergetar lagi tanda panggilan masuk. Masih nomor yang sama. Ketty terus menatap Zuin heran. Sudah berkali-kali nomor itu terus menelpon dan berkali-kali juga Zuin menutupnya sepihak.
"Zu, angkat saja. Mungkin itu penting." ucap Ketty memberi pendapat. Zuin menggeleng.
Saat ponsel itu berdering lagi entah sudah yang keberapa kalinya, Ketty langsung mengambil alih hp itu dan mewakili Zuin mengangkatnya, takutnya itu memang penting.
Ketty langsung menjauhkan ponsel dari telinganya karena sih penelpon diseberang malah meneriakinya. Ya ampun, ia sudah berniat baik mau angkat tapi malah diteriakin begitu. Tapi itu suara pria. Siapa yah? Ketty kembali menempelkan hp itu ditelinganya.
"Halo? Ini siapa yah?" tanyanya bersikap selembut mungkin.
"Kau siapa? Mana Zuin, aku ingin bicara dengannya sekarang juga." balas seseorang diseberang. Nada bicaranya terdengar kesal.
"B..baik." balas Ketty
Ia menyodorkan hp itu ke Zuin. Gadis itu hanya menatapnya bingung tapi tetap mengambil benda pipih miliknya dari tangan Ketty.
"Siapa ini? Kenapa mencariku?"
"Kau dimana?"
Alis Zuin terangkat, ia seperti kenal suara itu.
"Kau mengenalku?" gadis itu balas bertanya.
Orang diseberang sana menggeram kesal.
"Katakan sekarang juga dimana dirimu." orang itu menekankan setiap kata dengan nada yang terdengar menakutkan.
"Cafe." Mau tak mau Zuin menjawabnya. Ia juga sangat penasaran siapa pria yang menelponnya itu. Darimana ia tahu nomor ponselnya bahkan bicara tidak sopan seperti mereka sudah saling kenal saja. Lihat saja nanti kalau bertemu, dipikir dia takut apa.
"Kirimkan alamat Cafe itu, aku kesana sekarang." setelah mengucapkan kalimat terakhir itu sambungan langsung terputus.
"Aneh." gumam Zuin menatap telponnya. Ia tidak berniat mengirim alamat Cafe itu, tapi karena sangat penasaran dengan sih penelpon yang mau cari ribut dengannya, tangannya dengan sendirinya mengetik alamat cafe ini dan mengirimnya pada nomor yang tak dikenal tadi.
***
Dastin tidak berhenti-berhenti mengumpat selama perjalanannya ke cafe. Kalau bukan memikirkan pekerjaannya, dia sudah mengemudi asal-asalan sekarang agar sampai secepatnya di cafe itu.
Gadis nakal itu benar-benar menguji kesabarannya. Bagaimana tidak, saat ia pulang apartemen untuk mengambil barangnya yang ketinggalan dan sekedar mengecek gadis itu, ia malah mendapati sandi apartemennya sudah diganti. Siapa lagi pelakunya kalau bukan gadis nakal itu coba.
Dastin sampai-sampai harus menelpon Nevan untuk menanyakan nomor hp Zuin. Dia bahkan harus menelpon berkali-kali baru panggilannya diangkat. Yang lebih membuatnya marah, yang mengangkat telpon bukan Zuin tapi suara gadis lain yang tidak ia kenal. Entah kenapa walau baru sehari mengenal Zuin, ia sudah mengenal sekali karakter suara gadis itu. Satu-satunya perempuan yang berhasil membuat perasaannya panas dingin karena emosi.
Awas saja kalau ketemu, lihat bagaimana aku mengajarimu.
Dastin memarkirkan mobilnya di sebuah cafe minimalist yang terletak di pusat Kota itu.
Dari dalam cafe, Zuin memicingkan matanya menatap keluar pada seorang pria jangkung berbadan tegap yang baru saja keluar dari mobil. Ia jelas kenal lelaki itu walau baru sekali mereka bertemu.
Kenapa pria itu ada disini?
Zuin terus memutar otaknya berpikir keras sampai ia tiba-tiba tersadar. Suara familiar yang didengarnya ditelpon tadi ternyata adalah milik lelaki itu. Gadis itu gelagapan. Ia bergerak-gerak tidak tenang di kursinya, ia harus kabur sekarang sebelum pria itu melihatnya.
"Oh tidak, jangan kesini.." gumam Zuin sudah mengambil ancang-ancang berdiri. Matanya terus menatap lelaki yang kini memasuki cafe itu. Lelaki itu belum melihatnya, ia masih ada kesempatan kabur.
Ketty yang melihat gerak-gerik gadis itu sejak tadi terus menatap sahabatnya itu merasa aneh.
"Zuin, kamu kenapa sih?" daritadi gadis itu bergerak-gerak seperti cacing kepanasan.
Zuin tidak menghiraukan Ketty, ia sedang mencari kesempatan untuk kabur tanpa ketahuan lewat jalan belakang. Tanpa hitungan detik Zuin berbalik cepat sambil membungkuk dan berjalan mengendap-endap agar tidak ketahuan. Pelanggan didalam cafe itu cukup banyak jadi Zuin yakin lelaki itu tidak akan secepat itu menemukan mejanya.
"Zuin, mau kemana?"
Zuin menggeram kesal. Kettyyy... gadis itu benar-benar tidak bisa diandalkan. Beberapa orang dimeja yang dilewatinya menatapnya keheranan. Ia yakin dirinya terlihat seperti maling yang mau melarikan diri sekarang. Gadis itu tersenyum kaku ke mereka.
Ketika mau melanjutkan pelariannya, matanya berpapasan dengan Dastin yang berdiri kira-kira empat meter didepannya. Tatapan pria itu amat tajam sambil bersedekap dada. Zuin makin gelagapan lalu memilih mengubah arah. Ia tidak mengendap-endap lagi dan langsung berlari masuk ke dalam toilet.
Dibelakang sana Dastin tersenyum miring. Ia hanya berjalan santai tidak berniat mengejar karena ia tahu gadis itu tidak bisa lari kemana-mana lagi.
Mau kabur lagi? Coba saja kalau bisa.
Lagi-lagi Dastin tersenyum miring.
Ia ikut masuk ke dalam toilet. Pria itu sempat melihat kalau gadis itu malah ceroboh dengan masuk ke toilet pria.
Dasar bodoh
klo sudah tiada baru terasa
bahwa kehadiranmu sangat berharga
KAPOKKKKKK
Si Kyle /Grin/
ayo ayo /Smile/