Maya Cantika Putri, seorang wanita cantik dan sederhana. Yang kehidupan awalnya berasal dari sebuah panti asuhan. Karena kegigihannya Maya bisa menjadi seorang dokter spesialis. Setelah dewasa secara tidak sengaja ketemu dengan ayah kandungnya, berkat bantuan seorang CEO tampan yang tidak sengaja dikenalnya. Akankah Maya bahagia dengan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lamaran
Maya memanfaatkan waktu yang sedikit ini untuk memuaskan diri tinggal di panti.
Waktu senggangnya banyak dipakai untuk mengobrol dengan bu Warsinah, memasak bersama, mainan dengan adik-adik panti.
Maya ditelpon oleh bu Hartini, yang berada di kota S. Nada dering perfect dari Ed Shireen terdengar dari handphone Maya. Nampak nama bu Hartini di layar handphone.
"Assalamualaikum bu, ada apa" Maya setelah menggeser tombol hijau.
"Waalaikumsalam May, ini lho ini tadi ada pemberitahuan dari kantor pos kalau Surat Registrasimu sudah jadi" info dari bu Hartini.
"Baik bu, Maya di sini sehari lagi yaa. Habis itu aku meluncur ke sana. Makasih ya bu, Assalamualaikum" Maya sambil menutup teleponnya. Terdengar jawaban salam dari tanda akhir panggilan dari bu Hartini.
Maya balik ke kota S setelah pamitan ke bapak ibu dan adik-adik panti. Maya balik naik bis.
Setelah urusan registrasi dokternya selesai, Maya tinggal masukkan lamaran ke beberapa Rumah Sakit. Sebenarnya Maya sudah ada beberapa panggilan kerja tanpa memasukkan lamaran. Tapi ada pertimbangan-pertimbangan yang akhirnya Maya tolak dengan halus.
"May, ayolah..masukkan aja lamaranmu itu, apalagi yang kau pikirin" suruh Bara begitu mereka ketemuan siang ini.
"Sungkan aku Kak, RS Suryo Husada kan rumah sakit besar. Apalagi ada kakak di sana, aku takut malah dianggap memanfaatkan kakak lagi" sanggah Maya.
"Eh, loe..." tunjuk Bara..."Aku nawarin loe, bukan karena aku ngganggap loe adik gue May, tapi karena kredibilitas loe. Sudah besok lamarannya masukin aja ke HRD rumah sakit!!!!" perintah Bara tanpa bisa dibantah Maya. "Kalau perlu lamaran aku yang bawa" Bara bicara tanpa kasih kesempatan Maya menjawab.
Besoknya Maya mengantar lamaran ke bagian HRD Rumah Sakit Suryo Husada, di mana Bara juga disana sebagai dokter anesthesi. Bara tidak mau diangkat jadi direktur, karena tidak mau ribet dengan urusan manajemen. Paling enak di pelayanan, menurut Bara. Karena setiap hari bisa interaksi dengan pasien. Puas rasanya kalau pasien pulang dengan sembuh.
Maya berminat memasukkan lamaran karena kesana karena ingin mencari pengalaman (he..he...). Padahal alasannya adalah Maya ingin mencari jati diri yang sebenarnya. Tidak tahu kenapa Maya yakin sekali, kalau dia ada hubungan dengan kota S ini, kota di mana dia menempuh kedokteran dan spesialisasinya. Sudah waktunya dia mencari siapa dirinya, alasan apa yang membuat orang tua kandungnya membuang di sebuah panti.
"May, gimana???" tanya Bara ketemu di koridor rumah sakit. Tepat ketika Bara mau mencari makan siang. "Ayok ikut aku!!!" ajak Bara menggandeng Maya
"Apaan kak, tidak usah pakai gandeng-gandeng lagi. Ntar ada yang cemburu lho" elak Maya sambil melepas gandengan Bara tapi tetap mengikuti kemana Bara pergi.
Mereka berdua duduk di kantin, "ayo silahkan pesan apa???" melihat Bara Maya ingat waktu masih jadi karyawan resto. Karyawan resto yang sekarang jadi gynecolog.
"Nasi pecel aja kak, sama jeruk anget"
"Oke, tunggu bentar" Bara berlalu menuju ibu kantin.
Bara duduk sambil membawa pesanan Maya. "Ayo may, dimakan".
"Begini rasanya yaaa, dilayani sama adik seorang CEO, spesialis anesthesi lagi...nasi pecelnya sampai tidak kerasa sambalnya" gurau Maya.
"May, aku yakin loe pasti ketrima dech. Habis ini siap-siap aja kredentialing. Kapan waktunya nanti HRD yang biasanya menghubungi.
Bara sengaja tidak memberi tahu Maya kalau dirinya ikut menjadi tim kredensi rumah sakit.
Beberapa hari kemudian Maya mendapat panggilan untuk kredensialing. Maya sudah duduk di ruang komite medik, Maya dengan elegan bisa menjawab semua apa yang menjadi pertanyaan dari tim Rumah Sakit tersebut. Maya diputuskan lolos masuk menjadi tim medis di RS Suryo Husada.
Proses pengurusan SIP sudah selesai. Waktunya tiba untuk mengabdikan diri melayani pasien. Maya berkenalan dengan para bidan-bidan di ruang bersalin, poliklinik. Dan tidak lupa berkenalan dengan kru kamar bedah dimana Bara berada sekarang. Maya lega karena kedatangannya disambut baik oleh kolega-koleganya yang lebih dulu berada di rumah sakit tersebut.
Senin pagi, diawali dengan jadwal poliklinik rawat jalan. Disanalah Maya berada. Ada beberapa antrian pasien yang duduk di depan poliklinik kebidanan dan kandungan. "Mba Nina" panggil Maya ke bidan yang membantu di poliklinik.
"Iya dok" jawab Nina.
"Masih ada pasien berapa?" tanya Maya. "Tinggal satu dokter" Nina berlalu memanggil pasien terakhir.
Pasien masuk dengan kehamilan yang sudah besar, tungkai kaki kelihatan bengkak. Maya duduk sambil mengamati
"Silahkan bu, langsung aja ke meja pemeriksaan" ucap Maya dengan ramah. Pasien langsung terbaring di tempat pemeriksaan. Pasien mengeluh pusing, penglihatan agak kabur, mual.
"Mba Nina, tolong ukur tekanan darahnya ya. Hasilnya saya tunggu". Nina mengambil alat pengukur tensi. Dan ternyata hasil pengukuran didapatkan tekanan darah pasien itu naik.
Pada pemeriksaan USG didapatkan umur kehamilan masih 34 minggu, preterm. Maya memanggil suami pasien. "Pak, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan keterkaitan hasil pemeriksaan saya barusan" Maya menjelaskan ke pasien dan keluarganya dengan hati-hati. Suami pasien akhirnya menyetujui untuk rawat inap seperti yang disarankan Maya. Nina mengantar pasien ke ruang bersalin.
Begitulah kesibukan Maya mulai hari pertama masuk kerja.
Sore ini, Maya melakukan operasi dengan Bara sebagai anesthesinya. Selesai tindakan mereka ngobrol di ruang dokter yang disediakan rumah sakit.
"May, kenapa loe tidak pindah aja sih...? tidak capekkah? jarak tempuh loe kalau ada operasi urgent lebih 30 menit lho. Bukan waktu ideal tuh untuk persiapan operasi mendadak"
"Iya sih kak, aku kok belum terpikirkan ke sana yaa" Maya terdiam. Kalau pindah nanti pamitan ke bapak ibu bagaimana, itu yang dipikirkan Maya. Mereka berdua sudah begitu baik menampungnya.
"Begini aja May, kamu pamitan ke bapak ibu bilang aja sejujurnya kalau jarak tempuh loe tidak memungkinkan untuk operasi darurat, belum kalau kena macet. Kalau kamu bicara jujur, pasti beliau akan menerimanya" saran Bara. "Baiklah kak, habis ini coba kupikirkan, ayo kak kita pulang" ajak Maya ke Bara.
Maya sudah memikirkan matang-matang untuk pindahan. Maya sudah mendapatkan kos an yang jarak tempuhnya lumayan dekat dari rumah sakit. Maya sudah pamitan ke bu Hartini dan suami. Beliau berdua mengikhlaskan Maya untuk belajar mandiri. "Jangan lupakan kami Nak, anggaplah kami sebagai pengganti orang tua kamu, sering-seringlah mampir kalau kamu ada waktu luang" pesan bu Hartini.
Dibantu Yasmin dan Bara, Maya menyiapkan barang-barangnya. Barang yang tidak begitu banyak, tapi ada beberapa yang begitu penting bagi Maya.
"May, sudah belum? tanya Bara. "Ntar pakai mobilku aja, barang-barangmu ini aja kan?" Maya mempersilahkan Yasmin dan Bara duduk. Bara terpeleset ketika mau duduk, tanpa sengaja menyenggol kotak yang diletakkan Maya di atas koper.
Braaaaakkkkkk..kotak perhiasan itu terjatuh. Nampaklah kalung dengan bandul sebuah giok berwarna biru.
# jangan lupa jejaknyaaaa yaaa readers....love U..#