Aku yang membiayai acara mudik suami ku, karena aku mendapat kan cuti lebaran pada H-1. Sehingga aku tidak bisa ikut suami ku mudik pada lebaran kali ini, tapi hadiah yang dia berikan pada ku setelah kembali dari mudik nya sangat mengejutkan, yaitu seorang madu. Dengan tega nya suami ku membawa istri muda nya tinggal di rumah warisan dari orang tua mu, aku tidak bisa menerima nya.
Aku menghentikan biaya bulanan sekaligus biaya pengobatan untuk mertua ku yang sedang sakit di kampung karena ternyata pernikahan kedua suami ku di dukung penuh oleh keluarga nya. Begitu pun dengan biaya kuliah adik ipar ku, tidak akan ku biar kan orang- orang yang sudah menghianati ku menikmati harta ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leni Anita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
3
Suara takbir, tahmid berkumandang dari masjid yang berada di lingkungan komplek perumahan ini. Itu menandakan bahwa besok adalah hari kemenangan atau hari yang fitri bagi umat muslim sedunia.
Tiba - tiba tanpa aku sadari, air mata ku menetes karena aku teringat pada kedua orang tua ku yang sudah tiada. Tahun -tahun sebelum nya aku tidak begitu merasa kesepian, karena aku melewati hari idul fitri bersama suami ku dan keluarga nya di kampung halaman suami ku.
"Aku telepon mas Randi saja, mungkin aku kangen sama mas Randi!" Aku meraih ponsel ku dan mulai menelepon suami ku.
"Hallo mas, apakah kabar nya mas di sana?" Aku langsung menanyakan kabar suami ku.
"Alhamdulillah baik dek, mas lagi kumpul sama bapak dan ibu!" Mas Randi mengarah kan kamera ponsel pada bapak dan ibu mertua ku.
"Ibu sama bapak, apa kabar nya?" Aku menanyakan kabar kedua mertua ku.
"Ibu baik - baik saja Nak, oh ya kapan kau mau memberi kami cucu?" Ibu mertua ku langsung menanyakan tentang hal yang entah kapan bisa aku berikan.
"Aku sama mas Randi lagi berusaha bu, doa kan saja agar kami bisa mendapat kan nya secepat nya!" Aku berusaha menjawab sambil tersenyum ramah pada ibu mertua ku.
"Tahun ini Randi pasti mendapat kan keturunan, apa kau sudah siap menjadi ibu nya?" ibu mertua berbicara seolah- olah dia lah yang bisa menentukan kapan aku punya keturunan.
"Insya Allah bu, kapan pun Allah memberikan nya aku selalu siap!" Aku berkata dengan yakin.
"Bagus deh, ibu udah gak sabar lagi punya cucu dari Randi, dia adalah anak lelaki ibu satu - satu nya!" ibu mertua menyerah kan kembali ponsel nya pada mas Randi.
"Dek, nanti mas telepon lagi ya. Di sini lagi rame banget, malu kalau kita sambil teleponan!" Mas Randi berkata pada ku.
"Iya mas, mas jaga diri baik - baik di sana!" Aku mengingat kan mas Randi.
Mas Randi langsung memutuskan panggilan secara sepihak, sebelum aku selesai berbicara.
"Andai kan aku ada di sana, mungkin aku tidak begitu kesepian!" Aku pun berdiri dan bergegas ke kamar mandi.
Aku menghilang kan rasa sepi ini dengan melaksanakan sholat dan zikir untuk menenangkan hati yang gelisah.
Entah apa penyebab nya, semenjak keberangkatan mas Randi mudik ke kampung halaman nya aku merasa gelisah dan cemas tak menentu. Aku pun mengadukan semua kegelisahan ku pada yang maha kuasa.
- - - - -
Selesai sholat ied, aku pun langsung melajukan mobil ku menuju rumah tante Nadin. Tante Nadin adalah satu - satu nya adik dari almarhum ibu ku.
"Assalam mu'alaikum!" Aku langsung mengucap kan salam ketika tiba di depan pintu rumah tante Nadin.
"Wa'alaikum salam, Arin,,,,ayo masuk nak!" tante Nadin menyambut ku dan langsung memeluk tubuh ku.
Aku pun mencium punggung tangan tante Nadin dengan hormat, bagi ku dia sama seperti ibu ku sendiri.
"Mohon maaf lahir dan batin, tan!" Aku pun memeluk tubuh tante Nadin.
"Tante juga ya, mohon maaf lahir dan batin!" Tante Nadin mencium kening ku
"Kok sendirian sayang, Randi nya mana?" Tante Nadin menanyakan keberadaan suami ku.
"Mas Randi mudik ke kampung halaman nya Tan, aku gak bisa ikut karena aku batu dapat cuti H-1!" Aku pun melepas kan pelukan tante Nadin.
"Kenapa gak nginep di rumah Tante Aja, Gita pun pulang sekarang masih di kamar nya!" Tante Nadia mengomeli ku.
"Beneran tan Gita pulang?" Aku bertanya pada tante Nadin, mengingat selama ini Gita jarang pulang ke rumah karena dia berada di luar Negeri.
"Iya, sekarang masih sibuk dipandang di kamar nya!" Tante Nadin menunjuk kan kamar Gita yang berada di atas.
"Om, minal Aidin Walfaizin mohon maaf lahir dan batin Om!" Aku pun bangkit dari kursi dan segera mencium panggung tangan suami nya tante Nadin.
"Om juga ya, maaf lahir dan batin!" Om Guntur menepuk bahu ku.
"Aku ke atas dulu ya Om, tante!" Aku pun berlari ke lantai atas, sudah beberapa tahun ini aku tidak bertemu dengan sepupu ku, Gita.
"Gita,,,,,!!!" Teriak ku di depan pintu kamar Gita yang setengah terbuka.
"Mbak Arin,,,!!! Aku kangen banget sama mbak Arin!" Gita pun langsung memeluk ku.
"Kok pulang - pulang gak ngabarin mbak sih!" Aku menjewer telinga adik sepupu ku.
"Maaf mbak, Aku gak mau gangguin mbak sama mas Randi!" Gita pun melepas kan tangan ku dari telinga nya.
"Apaan sih, ya enggak lah!" Jawab ku sambil tersenyum.
"Oh ya mbak, mas mbak gak mudik ke kampung ny mas Randi?" Gita bertanya pada ku.
"Mbak cuti nya H-1, jadi mbak gak ikut Mas Randi mudik. Tahun ini mas Randi mudik sendirian!" Aku berkata sambil membenarkan jilbab ku.
"Kok mbak biarin mas Randi mudik sendirian sih. Gimana kalau mas Randi macam - macam di sana!" Gita seolah - olah menakuti ku.
"Ya enggak lah, mas Randi itu tipe lelaki setia!" Aku membela suami ku.
"Jaman sekarang gak usah terlalu percaya mbak!" Gita tampak mencebik kan bibir nya.
"Udah ah, ayo kita turun. Mbak udah laper!" Aku menarik tangan Gita agar tidak membahas lagi tentang mas Randi.
Kami pun duduk di meja makan, aku menikmati rendang masakan tante ku dengan lahap.
"Rin, malam ini kamu nginep di rumah Tante ya!" Tante Nadin berbicara sambil menikmati lontong dan rendang nya.
"Iya mbak, Udah lama kita gak bertemu!" Gita ikut menimpali ucapan Mamah nya.
"Iya deh, mbak nginep di sini malem ini!" Aku mengiyakan permintaan tante Nadin dan juga Gita.
Kami duduk di ruang tamu sambil bercengkrama, sudah cukup lama dan karena kesibukan masing - masing hingga kami tidak pernah bertemu lagi.
"Aku mau telepon mas Randi dulu ya!" Aku pamit lalu melangkah menuju taman yang ada di samping rumah.
Entah kenapa aku tiba - tiba teringat pada suami ku, aku ingin tahu apa yang sedang dia lakukan di sana. Panggilan ku tersambung tapi tidak di angkat oleh mas Randi, hingga kali aku menelepon nya tetap tidak di angkat.
"Mas Randi kemana sih?" Aku berguman sambil terus menelepon nya.
Aku menjadi heran, kok sekarang nomor telepon mas Randi sudah tidak aktif lagi. Padahal tadi masih aktif dan tidak di angkat, sekarang sudah tidak aktif lagi.
"Loh, kok gak aktif lagi?" Aku menjadi heran kenapa nomor mas Randi tiba - tiba tidak aktif lagi.
Aku menjadi sangat kesal karena tidak bisa menelepon mas Randi, entah sedang apa suami ku di sana sekarang. Tiba - tiba sekarang aku kembali merasakan cemas dan gelisah memikirkan suami ku di kampung halaman nya.