NovelToon NovelToon
Kala Cinta Menggoda

Kala Cinta Menggoda

Status: tamat
Genre:Komedi / Tamat / Cintamanis / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:12.4M
Nilai: 5
Nama Author: Me Nia

Putri Kirana

Terbiasa hidup dalam kesederhanaan dan menjadi tulang punggung keluarga, membuatnya menjadi sosok gadis yang mandiri dan dewasa. Tak ada waktu untuk cinta. Ia harus fokus membantu ibu. Ada tiga adiknya yang masih sekolah dan butuh perhatiannya.

"Put, aku gak bisa menunggumu tanpa kepastian." Satu persatu pria yang menyukainya menyerah karena Puput tidak jua membuka hati. Hingga hadirnya sosok pria yang perlahan merubah hari dan suasana hati. Kesal, benci, sebal, dan entah rasa apa lagi yang hinggap.

Rama Adyatama

Ia gamang untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan mengingat sikap tunangannya yang manja dan childish. Sangat jauh dari kriteria calon istri yang didambakannya. Menjadi mantap untuk mengakhiri hubungan usai bertemu gadis cuek yang membuat hati dan pikirannya terpaut. Dan ia akan berjuang untuk menyentuh hati gadis itu.

Kala Cinta Menggoda

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

9. Kesaksian

Briefing terpaksa di cut. Sidak ke lantai satu bagian pemasaran juga ke bagian gudang urung dilakukan. Padahal dari kemarin-kemarin semua karyawan di berbagai line super sibuk berbenah. Telepon dari Enin lebih urgent dari apapun. Rama dan Damar bersegera pergi meninggalkan cabang RPA nya itu.

Tiba di rumah sang nenek, Rama setengah berlari membuka pintu utama. Ada Enin dan Bibi Ratih sedang duduk di sofa. Damar mengikuti di belakangnya. Raut wajah sang asisten datar dan membeku. Ada kemarahan yang terpendam. Bagaimanapun Cia sudah dianggap seperti adiknya sendiri.

"Enin, Cia di mana?" Rama duduk di samping sang nenek. Wajah khawatirnya menunjukkan perhatian dan kasih sayang seorang kakak terhadap adik satu-satunya itu.

"Ada di kamar. Barusan ditinggal dulu karena Cia ingin sendirian. Cia gak apa-apa cuma syok aja. Alhamdulillah ada yang nolongin. Kamu gak akan percaya siapa yang nolonginnya?" Enin berbinar mengingat sosok perempuan cantik dan sopan yang telah menyelamatkan sang cucu.

"Ceritanya nanti ya, Enin. Rama mau lihat Cia dulu!" Rama ingin memastikan dulu keadaan sang adik. Menyimpan dulu rasa penasaran tentang kronologis kejadian serta sosok orang yang menolong adik kesayangannya itu. Damar, tanpa kata ikut mengekori langkah Rama menuju kamar Cia.

"Cia----" Rama menyentuh pelan bahu sang adik yan meringkuk di atas ranjang. Memastikan apakah sedang tertidur atau tidak.

Membuat Cia menggeliat dan menolehkan wajah. "Kak----" Cia bangun dan langsung memeluk kakaknya. Orang yang selalu menjadi pembela dan pasang badan disaat dulu teman-teman SMP dan SMA membully karena badannya gemuk mencapai 80 kg. Membuatnya minder dan memilih menjaga jarak. Karena orang-orang yang mendekatinya tidak tulus berteman. Hanya memanfaatkan traktirannya karena tahu jika Cia anak orang kaya. Tapi itu dulu. Sejak mulai kuliah tekadnya untuk diet ketat begitu menggebu. Itu karena support system dari sang kakak dan Damar. Dalam waktu setahun memberi hasil nyata perubahan fisiknya. Langsing dan makin cantik. Tentunya menambah rasa percaya diri dan menjadi lirikan banyak laki-laki.

Rama mengusap-ngusap punggung Cia. Mencium puncak kepala sang adik penuh sayang. Membiarkan dulu adiknya itu mendapatkan ketenangan dengan bersandar di dadanya. Tak lama, Cia beralih duduk tegak memeluk guling.

"Cia, ada yang sakit atau terluka gak?" Damar menilik wajah dan bagian tubuh yang terlihat. Untuk memastikan seberapa pantas ia memberi pelajaran pada pelaku yang mencoba melecehkan Cia.

"Hanya ini aja, Kak." Cia memperlihatkan kedua lengan putihnya yang terdapat tanda merah bekas cengkraman pelaku yang memaksa ingin menciumnya. Namun sekuat tenaga ia berontak dan beruntung pertolongan datang.

"Kalau dia telat nolong....gak tahu deh nasib aku gimana---" Cia merindingkan badan. Tak sanggup membayangkan nasib buruk yang harus diterimanya jika terlambat beberapa menit saja.

"Sudah. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Nanti kakak akan ngasih hadiah sama orang yang nolongin kamu." Rama tidak suka mendengar sang adik berandai-andai hal yang buruk. Malah akan membuat mental menjadi down.

"Kejadiannya gimana, Cia? Kenapa tadi pas sarapan gak bilang kalau mau gowes? Katanya masih cape." Damar sudah tidak sabar ingin tahu kronologisnya langsung dari bibir Cia sendiri. Secara garis besar Enin sudah menceritakannya saat tadi menelpon.

"Emang awalnya gak niat. Tapi liat cuaca cerah jadi tergoda. Dari sini turun ke jalan raya jalur utara. Pemandangannya indah dan seger. Pas di jalan sepi tahu-tahu ada motor yang ngikutin dan mepet sampai aku harus turun ke bahu jalan. Yang satu orang narik tangan aku ke semak-semak. Kejadiannya cepet banget."

"Tidak lama seteh itu ada cewek datang nolongin. Sepertinya dia jago beladiri."

"Cewek?!"

"Cewek?!"

Rama dan Damar berucap kompak dengan nada tidak percaya. Bahkan mata mereka menyipit seolah meminta kepastian lagi.

Cia mengangguk. "Iya, cewek. Kayaknya seumuran aku deh. Dia nganterin aku pulang. Aku malah gak sempet bilang terima kasih. Soalnya tadi masih syok banget, gak bisa mikir apa-apa." Ada raut penyesalan tergambar di wajahnya.

Bibi Ratih muncul di ambang pintu yang terbuka. Mengabarkan ada tamu petugas dari polsek yang ingin meminta keterangan.

"Cia kalau belum siap nanti Bibi bilangin." Bibi Ratih tidak memaksa sang keponakan untuk menemui petugas polisi sekarang.

"Aku siap, Bibi. Biar urusan cepat beres." Cia bersiap-siap. Mencuci muka dan merapihkan penampilannya sebelum menemui tamu.

Di depan dua petugas kepolisian, Cia menceritakan ulang kejadian pagi tadi. Sama persis seperti yang tadi diceritakan di hadapan Rama dan Damar yang kini ikut menemani juga di ruang tamu.

"Baiklah, terima kasih untuk keterangannya. Kami juga akan menanyai saksi. Apakah mbak Citra tahu orangnya?" Tanya salah satu petugas bertanya kepada Cia yang memiliki nama asli Citra Adyatama.

"Namanya Puput. Saya sudah catat alamat dan nomer hapenya." Bibi Ratih menimpali saat sang keponakan menggelengkan kepala. "Tadi dia nganterin Cia pulang. Lalu buru-buru pergi karena sudah terlambat masuk kerja, katanya."

"Rama, coba telepon Puput! Tanyakan kapan bisanya ngasih kesaksian." Enin memberi perintah tegas. Tentu saja Rama selalu menuruti permintaan neneknya itu.

Secarik kertas diterima Rama dari tangan Bibi Ratih. Sebentar membaca alamat yang tertera yang masih asing baginya. Beralih menyalin 12 digit angka di layar ponselnya. Satu kali tersambung, tetapi tidak ada jawaban. Mengulang yang kedua tetap sama.

"Gak dijawab, Nin. Mungkin aturan kantornya gak boleh main hape di jam kerja jadi di silent," praduga Rama.

"Kalau begitu, kami minta alamat dan nomer saksi. Biar kami yang akan hubungi." Petugas polisi menyalin keterangan yang ada di kertas. Selesai semua urusan, keduanya pamit kembali ke Polsek. Dan ternyata Rama dan Damar minta izin untuk ikut. Penasaran ingin melihat wajab tersangkanya.

"Rama, nanti abis magrib kita ke rumahnya Puput. Enin belum memberi ucapan terima kasih dengan benar." Pinta Enin melihat sang cucu yang bersiap akan pergi.

"Oke, Nin. Rama pergi dulu!"

Sampai di Polsek. Petugas menggiring dua orang pria berseragam tahanan yang tangannya diborgol. Dihadapkan pada Rama dan Damar yang menunggu di ruang besuk. Dari keterangan polisi menyebutkan jika pelaku merupakan warga Banjar yang baru pulang dari pesta miras. Penangkapan kedua tersangka itu menguak informasi tentang pelaku penjual miras serta obat terlarang di wilayah hukum Ciamis.

Rama tidak berniat bertanya pada pelaku. Cukup memindai wajahnya saja dan akan diingatnya dalam kepala, orang-orang yang sudah berani melecehkan adiknya. Menoleh terhadap Damar yang sama-sama berdiri dengan tangan merogoh saku. Satu kedipan sebagai kode. Dan.....

Bugh

Bugh

Dengan kekuatan penuh, berbarengan meninju wajah satu persatu pelaku saat petugas lengah. Darah segar pun mengucur dari hidung. Bisa dipastikan tulang hidung kedua tersangka patah.

"Stop Mas, gak boleh main hakim sendiri!" Seorang polisi pasang badan menghalangi serangan berikutnya. Kedua tersangka dibawa dengan cepat oleh dua petugas kembali ke balik jeruji untuk menghindari amukan keluarga korban.

"Gue yang nyetir!" Rama meminta kunci mobil usai keluar dari kantor polisi. Ia dan Damar sebenarnya belum puas ingin memberi pukulan dua kali lagi. Sayangnya, petugas dengan cepat mengevakuasi tersangka.

Masih dengan amarah yang menyesak di dada, Rama membawa keluar mobilnya dari parkiran. Menyebrang jalan dengan laju cepat menyalip sebuah motor.

"Astaga!" Damar terkejut. Spontan tangannya berpegangan ke pegangan atas saat badannya terhuyung ke depan. Rama menginjak pedal gas dengan kasar.

"Ram, ati-ati woyy. Itu kasian si emak yang di motor sampe kaget. Mana bawa anaknya lagi." Damar menegur setengah marah. Memperhatikan dari spion pada motor yang terjerembab ke bahu jalan karena Rama menyalip seenaknya.

"Sorry-sorry....gue masih emosi. Tadi belum puas mukul si breng sek itu." Rama tersadar akan kesalahannya. Memelankan laju mobil dan melihat dari rear vison mirror. Motor yang disalipnya berhenti di bahu jalan dan kelihatannya tidak apa-apa. Membuat dadanya lega. Kini dengan santai membawa mobil kembali ke rumah Enin.

"Mar, kira-kira ngasih berapa buat ucapan terima kasih?" Rama memecah keheningan. Menoleh sekilas sahabatnya yang sedang memperhatikan pemandangan lewat kaca samping.

"Berapa ya...." Damar pun nampak bingung. "Sebaiknya tanya Enin aja deh," ujarnya cari aman.

Rama tetap fokus menatap jalan raya. Ada konvoi mobil truk yang melaju pelan karena beban muatan yang berat. Satu persatu mobil-mobil truk bermuatan pasir itu disalipnya.

"Gue udah telepon Mami ngasih kabar soal Cia."

"Kaget pastinya?!" Tebak Damar.

"Iya. Sore ini akan berangkat katanya. Lagi nunggu dulu Papi masih di jalan, pulang dari kantor." Rama terdiam lagi. Pikirannya melayang pada kedua orangtuanya. Mengingat Papi Krisna, keningnya mengkerut. Apakah hanya insting saja, ia merasa ada sesuatu rahasia yang disembunyikan oleh sang ayah.

"Belok kiri woyy! Bengong aja." Damar mengeplak bahu Rama saat gapura Sabanda Sariksa menuju rumah Enin malah terlewati.

"Sorry-sorry----" Rama segera menginjak rem. Menepikan mobilnya untuk berputar arah. Tidak mungkin mundur karena sudah terlewat hampir 100 meter.

"Kangen sama Zara segitunya. Sampe melamun segala." Ledek Damar yang dipastikan membuat Rama sengit.

"Mulut lo---" Rama mendecak kesal setiap kali Damar menyebut nama tunangannya itu.

1
Tuti Asnawati
mau demo katanyaaa 😂 atuhlaaah
Tuti Asnawati
bikin deg2an 😅 gemessh kirain mau ditolak 🤭
Tuti Asnawati
aaaaaah dikit lg padahal 😅
Rini Anggraini
/Determined//Determined//Kiss//Good/
Rini Anggraini
Buruk
Fuji Lestari
jd lebih suka dmar sma cia ya
Lulu Hilya
jodoh akbar masih bau kencur si ratu gombal ami/Drool//Drool//Drool/
𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄
Hei,,,....
𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄
🤣🤣🤣
Lulu Hilya
aku suka cerita ini bagus banget.tapi jujur aku lebih suka cerita si bungsu ami dan akbar bikin aku senyum2 sendiri.bikin baper tingkat dewa dan gombalan nya ami itu loooh bikin meleleh...pokonya authornya the best/Smile//Smile//Smile/
Wisnu Hermanto
Biasa
Wisnu Hermanto
Kecewa
Aries suratman Suratman
Semoga Ceritanya tidak membosankan Ya Thor
𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄
cie takut ditinggal ya
𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄
CIA Bukan?
𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄
dih puputnya, udah klaim kepemilikan nih ceritanya 🤣
𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄
modusmu mudah banget kebaca ya ram 🤣😜
𝕭'𝐒𝐧𝐨𝐰 ❄
dihhh situkan udah ada zara 😜
Ray Aza
duh sembrono si putri, bs meledak tuh motor kl kepanasan
Murni Bpn
ko sdh selesai,bagaimana ibu serta kk"nya patma apakah mereka gk bisa ketemu thor🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!